Mohon tunggu...
Legina Asri
Legina Asri Mohon Tunggu... -

College student of Urban and Regional Planning of ITS.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pembiayaan Pembangunan Infrstruktur melalui Pola BOT-BCA

21 Desember 2011   11:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56 2062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah salah satu negara yang dinamis, dengan tingkat penduduk mencapai lebih dari 259 juta jiwa pada tahun 2012. Kecenderungan semacam ini menuntut adanya penambahan dibidang pengadaan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum seperti sarana transportasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan, telekomunikasi, jaringan listrik, pelabuhan dan lain-lain. Selama Pelita VI hingga Pelita VII dana yang dibutuhkan untuk pembangunan melebihi US S 132 Billion. Dana tersebut tentunya sangat berat jika hanya ditanggung oleh Anggaran Belanja Negara atau APBN, di daerah juga dirasakan sangat berat jika hanya mengandalkan APBD.

Melihat Keterbatasan pemerintah dalam memenuhi pembiayaan yang dibutuhkan dalam pengadaan infrastruktur maka diperlukan sebuah model-model dan inisiatif baru dalam pengadaan infrastruktur. Salah satu model pembiayaan yang dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan adalah Konsep BOT (Builid Operate Transfer) yang mencakup studi kelayakan, pengadaan barang, pembiayaan, hingga pada tahapan pengoperasian. BOT merupakan suatu konsep dimana sebuah proyek dibangun dengan pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung oleh pihak swasta, atau kombinasi antara pemerintah dan swasta. Namun setelah itu pihak pembiaya proyek memiliki hak untuk pengoperasian dan mengambil manfaat ekonomi dari proyek yang telah dibiayainya.

Selama proses tersebut dapat berjalan sesuai dengan perjanjian maka keuntungan yang akan diperoleh adalah dimana publik akan mendapatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan tentunya pemerintah tidak akan terbebankan dengan pembiayaan yang telah ditanggung oleh pihak swasta. Dalam pembiayaan proyek dengan konsep inipun dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pinjaman (debt finance) dan pembiayaan penyertaan (equity investment). Perbedaan konsep ini dengan konsep pembiayaan lainnya adalah terletak pada konsensi didalamnya dimana pihak pemilik akan menyerahkan pembiayaan hingga pengoperasiannya kepada pihak pelaksana proyek namun pada kurun waktu tertentu hasil proyek ini akan dikembalikan pada pihak pemilik dengan atau tanpa syarat sesuai dengan perjanjian yang tertera pada awal penandatanganan kerjasama.

Pada dasarnya BOT memiliki ragam jenis yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Konsep ini sangat efektif untuk menangani permasalahan penyediaan infrastruktur di Indonesia terutama jika terkendala dana. Salah satu contoh pembangunan infrastruktur dengan menggunakan pola BOT adalah pengembangan proyek panas bumi . Dalam kaitannya dengan hal ini salah satu metode BOT yang biasa digunakan dalam penyelesaian permasalahan pembangunan adalah dengan menggunakan konsep BOO (Build Own Transfer), perbedaannya,BOT adalah pola umum untuk menyelesaikan masalah pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, sedangkan BOOadalah pola yang digunakan khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan langsung dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik. Dimana transfer yang dilakukan adalah transfer komoditasnya berupa listrik.

Namun permasalahan lanjutan yang terjadi adalah proyek tersebut diperkirakan mengalami kemunduran dalam penyelesaiannya. Pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan total kapasitas 3.967 megawatt, yang masuk dalam proyek 10 ribu megawatt tahap II pada 2017, mundur dari jadwal 2014. Penyelesaian proyek  tersebut  terhambat masalah harga jual listrik panas bumi dari pengembang wilayah kerja panas bumi ke PT PLN (Persero).Permasalahannya adalah keterbatasan daya beli pemerintah terhadap harga yang ditetapkan. Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan pihak tambahan dalam penyelesaian permasalahan pembiayaan penyediaan tenaga listik, mengingat saat ini penggunaan daya listrik di Indonesia cukup tinggi tertutama bagi kota-kota dengan kegiatan utamanya adalah kegiatan industri.

Namun pada pengembangan awal proyek ini seharusnya pemerintah mampu memprediksikan besarnya biaya yang harus ditanggung setelah proyek ini selesai dilaksanakan. Sehingga penggunaan pola BOT tidak hanya berdiri sendiri untuk mampu menyelesaikan kasus penyediaan dana bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pola yang dapat melengkapi dan menutupi kekurangan dari pola BOO adalah BCA atau Benefit-Cost Analysis. BAC merupakan salah satu metode yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk seleksi prioritas program, sehingga pemerintah tidak akan gegabah dalam penentuan dengan pihak mana akan melakukan kerja sama menggunakan konsep BOT. Karena pemerintah dapat melihat program yang diajukan swasta yang mampu memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan cost yang harus dikeluarkan dari kedua belah pihak tersebut.

Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu cara memprediksikan biaya yang harus dikeluarkan baik pra maupun pasca pembangunan infrastruktur di Indonesia. Serta dapat membantu pemilihan alternatif investasi yang akan dilakukan. Konsep ini menganalisa mulai dari kebutuhan terhadap pembangunan proyek tersebut, persyaratan minimum yang harus dipenuhi sebelum proyek tersebut direalisasikan hingga pada besarnya keuntungan yang akan diperoleh pasca pembangunan proyek tersebut. Melalui analisa ini pemerintah mampu memprediksikan biaya yang harus dikeluarkan setelah proyek panas bumi yang dilakukan sebagai upaya penyediaan tenaga listrik bagi bangsa. Dan mampu menyediakan alternatifnya sebelum proyek ini justru terbengkalai penyelesaiannya.

Kejadian inilah yang sering dialami oleh Indonesia dimana penyediaan infrastruktur terhambat pembangunannya akibat keterbatasan penyediaan biaya dan lemahnya penyediaan alternatif lain untuk menyelesaikan kasus pembiayaan pembangunan serta rendahnya kemampuan memperdiksikan kebutuhan pembiayaan di masa yang akan datang. Analisa terkait pembangunan infrastruktur harus mampu dilakukan secara mendetail dengan mengkombinasikan beberapa pola pembiayaan pembangunan mengingat setiap pola pembiayaan memiliki kelemahannya masing-masing, dengan mengkombinasikan beberapa pola pembiayaan diharapkan mampu meminimalisasi mangkraknya pembangunan akibat terkendala pembiayaan yang tidak diprediksikan sejak awal proyek tersebut diajukan kepada pihak pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun