dengan serangan siber seperti adanya penyebaran hoaks di media ataupun ruang digital yang menjadi ancaman serius pada saat sebelum mulainya pemilu 2024, termasuk Badan Pengawasan Pemilu ( Bawaslu).
Puncaknya yang diprediksi akan terjadi setelah dilaksanakannya pemungutan suara 14 Februari 2024 ketika rekapitulasi suara hingga gugatan hasil pemilu ke mahkamah konstitusi.
serangan siber tersebut sampai menyasar kepada bakal calon presiden-wakil presiden, partai politik, calon anggota legislatif, penyelenggara pemilu, media dan lembaga survei pemilu.
Pada bulan Januari 2024, presentase hoaks politik yakni mencapai 31,1% dan meningkat menjadi 36,2% di bulan Maret.
Peningkatan hoaks politik ini terjadi setelah adanya pandemi covid-19 berakhir dan menjadi endemi.
hoaks yang berbentuk video dikatakan lebih emosional, lebih cepat meyakinkan masyarakat dalam menciptakan emosional politik.
hoaks menyasar penyelenggaraan pemilu juga ada terjadi pada bulan Maret 2023, yaitu beredarnya sebuah kartu pemilih yang berisikan identitas diri yang disebutkan untuk penyelenggaraan pemilu 2024.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membantah menerbitkan kartu tersebut yang dimana kartu pemilih palsu itu lengkap dengan adanya logo KPU di sebelah kanan kartu.
Dalam kartu palsu ini menampilkan adanya foto, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nama, Alamat lengkap hingga adanya nomor tempat pemungutan suara (TPS).
Kartu pemilih palsu itu berwarna biru dan juga disebut tersedia dalam bentuk fisik maupun tersedia dalam aplikasi kementrian dalam negeri.
Anggota Bawaslu memprediksi puncak dari penyebaran hoaks di media sosial yang akan terjadi di bulan Februari 2024 menjelang hari H pemilihan umun dilaksanakan.
Hoaks dan serangan siber tersebut  akan meningkat dan memuncak  di akhir bulan November 2023, pada tahapan awal kampanye sampai dengan pada awal bulan Februari 2024.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bawaslu telah melakukan antisipasi dan pencegahan atas hoaks tersebut dengan melakukan media monitoring sekaligus mempublikasikan informasi dan edukasi kepemiluan secara masif agar maraknya informasi hoaks tersebut dapat diredam dengan berita kebenaran.
Bawaslu juga akan melakukan kolaborasi kepada stakeholders terkait Kemenkominfo RI, platform media- media sosial, media, dan konten kreator, serta membentuk tugas pengawasan kampanye bersama KPI, KPU, dan Dewan Pers.
Bawaslu juga mendorong POLRI melakukan kolaborasi dengan stakeholders terkait bekerja sama di ruang digital dengan adanya pengawasan cyber, seperti dengan juga facebook, instagram, tiktok, twitter dan google.
Selain itu, Bawaslu juga melakukan kolaborasi dengan lembaga Pemerintah dan Organisasi lain yang bergerak dalam isu yang sama.
 Bawaslu juga meminta kepada pihak POLRI lebih intensif melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan pemilu dengan diadakannya sosialisasi perihal bahaya dari hoaks, ujaran kebencian dan berita bohong.
Bawaslu juga membentuk gugus tugas pengawasan konten internet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H