"... maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu ..." ( I Sam. 17: 48)
Ketika seseorang menghadapi masalah, dia sering kali melihat bahwa masalah itu tidak berbeda dengan bukit batu. Namanya bukit batu, berarti besar dan keras. Masalahnya pun dilihat sebagai sesuatu yang besar dan keras. Dalam pemahaman yang demikian, dia akan melihat masalah itu terlalu berat untuk ditangani sendirian, terlalu besar untuk dihadapi dengan segala kemampuannya dan terlalu keras untuk dipecahkan. Akibatnya dia melihat masalah-masalah tersebut dengan pandangan yang pesimis, tidak memiliki rasa percaya diri, takut, seperti halnya seorang prajurit yang kalah sebelum berperang. Ketika tentara Filistin menyerang Israel, rasa takut dan tidak percaya diri mengekang bangsa Israel. Padahal mereka telah berhadap-hadapan di Lembah Tarbantin. Penyebabnya adalah tentara Filistin membawa raksasa bernama Goliat. Raksasa setinggi lebih dari 3 m itu menantang tentara Israel untuk bertarung satu lawan satu. Tidak ada satu pun dari tentara Israel yang menerima tantangan raksasa itu. Di atas kertas telah terlihat dengan jelas, itu adalah pertarungan yang mustahil. Jangankan tentaranya, rajanya saja sudah ketakutan. Jadi, bagaimana dapat mengalahkan pasukan Filistin, jika tidak dapat 'melangkahi mayat' raksasa Goliat itu? Akibatnya, sepanjang hari mereka makan hati mendengar nama Tuhan dijadikan bulan-bulanan. Dalam keadaan yang dicekam oleh ketakutan tersebut, Daud tampil menawarkan diri untuk melawan raksasa itu. Anda jangan membayangkan Daud sebagai pemuda yang gagah perkasa. Alkitab memberikan kesaksian, bahwa Daud itu masih muda, kemerah-merahan dan elok parasnya. Dengan kata lain, Daud masih terbilang 'anak-anak'. Namun Daud tidak memperhitungkan itu. Bagi Daud, Tuhan yang telah membantunya melawan singa dan beruang juga akan membantunya menghadapi Goliat. Daud memiliki rasa percaya diri yang lahir dari iman kepada Tuhan. Rasa percaya dirinya tumbuh sebagai respon atas pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang telah diimaninya, yang hadir ketika dia menghadapi saat-saat berbahaya pada masa lalu. Dengan modal iman Daud maju melawan Goliat. Kekuatan imannya terlihat dari persenjataan yang diandalkan oleh Daud. Sekalipun Saul telah memberikan helm perang dan baju zirah di badan Daud, Daud lebih memilih kain ketapel dan lima batunya untuk menghadapi Goliat yang bersenjatakan pedang, tombak dan lembing. Ketiganya adalah persenjataan untuk pertarungan jarak dekat, menengah dan jauh. Iman yang dimiliki oleh Daud membuahkan hasil. Goliat mati karena batu ketapel Daud menghantam dahinya. Pertarungan Daud dan Goliat menjadi gambaran atas pertarungan melawan sesuatu yang lebih besar. Seperti halnya ketika kita juga menghadapi hal-hal yang jauh lebih besar dari apa yang menurut kita adalah batas kemampuan kita. Iman yang kita miliki seharusnya menggerakkan kita untuk berjalan di atas masalah kita dengan keyakinan, bahwa masalah itu akan berakhir. Iman itu juga yang mengingatkan kita, bahwa Tuhan adalah Allah yang setia, yang tidak akan membiarkan kita dicobai melebihi kekuatan kita.
"Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (I Kor. 10:13)
[ ... berdasarkan I Samuel 17:40-50 | LRJK | © MMIX AD ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H