Kita melakukan kegiatan kita. Tidak ada yang salah. Namun orang lain memikirkan dan menganggap kita melakukan kesalahan. Benar-benar lebih dari tuduhan. Keadaan ini sulit untuk diterima; bahkan sebenarnya kita tidak bisa menerima. Yang tersisa adalah hati yang hancur. Benar-benar remuk. Yang menyakitkan lagi adalah ketika mereka menganggap memiliki bukti-bukti yang mengarah pada kenyataan bahwa kita memang melakukan kesalahan. Rasanya ingin mati saja, kalau sudah begitu.
Lalu muncul pikiran untuk menyerahkan diri pada Tuhan. Serahkan saja masalah ini pada Tuhan. Bagi beberapa orang penyerahan diri itu langsung dilakukan segera. Beberapa lagi setelah menyerah pada keadaan. Namun tidak sedikit yang menganggap tidak ada gunanya. Alur pikirannya sama; biar bagaimanapun tuduhan itu harus dihilangkan.
Tapi apakah kita benar-benar punya kemauan menyerahkan pada Tuhan? Persoalan utamanya adalah ketika pemikiran yang salah dan, menurut saya, jahat itu telah menguasai setiap orang yang memandang kita bersalah. Mereka akan selalu berpikir kita salah dan salah dan salah.
Akhirnya, muncul pikiran, apa gunanya menjalani kehidupan dengan pikiran semua orang yang demikian kepada kita?
Ada beberapa alasan yang kemudian muncul, agar kita menepis pikiran tentang "tidak ada gunanya hidup" itu. Bisa jadi, alasannya adalah kita sungguh-sungguh sangat mengasihi dia yang telah menuduh kita. Jika demikian, nikmati saja rasa sakit hati itu. Nikmati saja setiap tetes air mata yang keluar dan turun ke pipi.
"The longer I live, the more beautiful life becomes."
(Frank Lloyd Wright)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H