Mohon tunggu...
Lita Istiyanti
Lita Istiyanti Mohon Tunggu... Administrasi - Aktifis air, sanitasi dan lingkungan

Love what you do, Do what you love

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Konsumsi Antibiotik? Pikirkan Dua Kali....

17 Oktober 2015   11:55 Diperbarui: 17 Oktober 2015   14:22 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - antibiotik (Shutterstock)

Informasi ini sayang untuk tidak dibagi, dan merupakan pengalaman berharga yang saya dapat ketika mengikuti Training tentang Kualitas Air dan Sanitasi di Beijing pada tahun 2014 lalu. Ketika itu saya diberi kesempatan untuk magang di sebuah lembaga riset teknologi yarng berkaitan dengan persoalan tanah, air, dan lingkungan yang bernama: Research Centre for Eco-Environmetal Science yang berlokasi di Haidian Distric, Beijing, Cina. Dan Selama dua setengah bulan saya magang untuk bidang pengelolaan air limbah dengan meneliti kandungan antibiotik pada sistem pengolahan air limbah terpusat yang mengolah seluruh air limbah yang ada di Kota Beijing.

Bagi negara-negara maju, persoalan ancaman antibiotik yang memberikan potensi bagi pencemaran lingkungan sudah menjadi perhatian sejak awal tahun 2000-an. Telah banyak penelitian dan penyebaran informasi dilakukan sebagai upaya mengatasi persoalan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak penggunaan antibiotik berlebihan untuk mengobati penyakit yang ada di masyarakat. Sehingga saya baru sadar, mengapa di hampir semua negara maju dokter sangat tidak merekomendasikan pemberian antibiotik dalam resep pengobatan pasiennya lantaran bahaya penggunaan antibiotik tersebut.

Mengapa hal tersebut dianggap sebagai hal serius? Apa yang terjadi di balik penggunaan antibiotik?

Hal ini terjadi karena penggunaan antibiotik dalam dekade terakhir (khususnya di negara-negara berkembang) sangat mudah sekali digunakan sebagai upaya penyembuhan pasien yang sakit. Sebut saja di Indonesia, terkadang pasien yang kerap kali meminta kepada dokter untuk memberikan resep antibiotik agar si pasien (atau anak si pasien) lekas sembuh. Ternyata antibiotik tersebut tidak dapat dengan mudah dicerna oleh tubuh manusia, bahan-bahan sisa yang tidak terserap tersebut terkadang masih dalam bentuk semula kemudian dikeluarkan kembali oleh pengonsumsi (baik manusia ataupun hewan) melalui urin dan kotoran.

Hal yang terjadi jika dikonsumsi oleh manusia adalah: pada negara berkembang seperti Indonesia yang belum memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai yang terkoneksi langsung dengan toilet-toilet yang ada di rumah penduduk, sangat memungkinkan menyebarkan urine dan kotoran tersebut melalui drainase, selokan, sungai bahkan tanah. Sedangkan antibiotik yang dikonsumsi oleh hewan akan berdampak langsung kepada manusia yang mengonsumsi daging ternak tersebut, selain itu juga pencemaran melalui kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk sehingga mencemari tanah dan badan air.

Dalam proses penyebarluasan antibiotik yang tidak tertangani tersebut di alam bebas memungkinkan untuk timbul mikroorganisme lain yang yang memiliki ketahanan (anti) terhadap antibiotik yang disebut sebagai antibiotik resistan. Apabila suatu saat manusia ataupun hewan terkena infeksi yang diakibatkan oleh mikroorganisme yang memiliki resistansi terhadap antibiotik, maka antibiotik yang biasa kita konsumsi tidak akan sanggup lagi mengobati pasien yang terkena infeksi. Sehingga akan menimbulkan banyak jenis penyakit baru yang belum ada obat penangkalnya, karena penemuan antibiotik baru juga sangat berjalan lambat.

Di negara-negara maju, penelitian dikedepankan dengan cara melengkapi teknologi pada sistem pengolahan air limbah. Sebut saja teknologi menggunakan Activated Sludge Process (pemanfaatan lumpur aktif sebagai upaya melumpuhkan aktivitas mikroorganisme pengganggu), penggunaan ozonation, ultra violet (UV) sistem, dan masih banyak lagi metode pelumpuhan yang terus dikembangkan.

Sangat disayangkan, masih sebagian besar wilayah di Indonesia belum memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai, sementara angka penggunaan antibiotik masih sangat tinggi sehingga ancaman ini bagai sebuah bom waktu mengancam kesehatan makhluk hidup.

Karena itu, hal yang mungkin sangat bisa kita lakukan adalah dengan tidak mengonsumsi antibiotik jika memang tidak mendesak diperlukan sebagai upaya mengatasi penyakit. Karena ancaman besar di balik antibiotik yang dianggap sangat "cespleng" meredakan penyakit justru akan mengancam kesehatan manusia itu sendiri.

Pilihan ada di tangan Anda...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun