Mohon tunggu...
Lita Istiyanti
Lita Istiyanti Mohon Tunggu... Administrasi - Aktifis air, sanitasi dan lingkungan

Love what you do, Do what you love

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Membangun Kesadaran Water Sensitif City pada Kabupaten/Kota di Indonesia

20 November 2022   09:29 Diperbarui: 20 November 2022   09:31 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Air merupakan hal penting bagi keberlanjutan hidup manusia. Bahkan dalam tubuh manusia sebanyak 60%-70% mengandung air. Keberadaan cairan dalam tubuh manusia yang dapat membuat manusia dapat bertahan hidup lebih lama daripada pada tubuh yang kekurangan makanan.

Membangun kesadaran masyarakat untuk mau menggunakan air searif mungkin tidaklah mudah, berbagai informasi dan metode ajakan wajib diupayakan dan disebarkan agar masyarakat semakin memahami bahwa ketersediaan air semakin terbatas dibandingkan dengan jumlah populasi dan gaya hidup manusia yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan air untuk pemenuhan gaya hidupnya tersebut.

Berdasarkan data dari Pusat Litbang Sumber Daya Air Kementerian PUPR, saat ini, satu orang di Jawa bisa mendapatkan 1.169 m3 air per tahun. Ketersedian tersebut akan terus menurun hingga mencapai 476 m3 per tahun pada tahun 2040. Angka tersebut dapat dikategorikan sebagai kelangkaan total. Ancaman krisis air tersebut hanya terjadi di Jawa, sedangkan, ketersedian di pulau lain tidak mengalami tekanan.

Menyikapi berbagai informasi tentang krisis air global dan khususnya yang terjadi di Indonesia, penulis sebagai seorang praktisi pemerhati lingkungan yang bekerja pada salah satu instansi pemerintah daerah merasa prihatin akan adanya gap pemahaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah/kota yang ada di Indonesia. Karena tidak semua pemerintah daerah melakukan upaya mempersiapkan daerahnya dalam menghadapi persoalan tersebut. Orientiasi pembangunan yang masih menitik beratkan pada pembangunan fisik semata tanpa mengintegrasikan konsep pembangunan yang sensitif terhadap kelestarian air membuat sebagian besar pendanaan pembangunan daerah di Indonesia dialokasikan pada infrastruktur yang tidak berwawasan lingkungan.

Secara garis besar pemerintah daerah dapat berkontribusi dengan membuat strategi penerapan Water Sensitive City yang antara lain dibagi dalam tiga kategori besar yaitu :

  • Program edukasi, penyadaran dan penyebaran informasi kepada masyarakat tentang membangun kesadaran pengelolaan air melalui konsep Water Sensitive City. Melalui edukasi ini masyarakat diajarkan untuk sadar bahwa tantangan ke depan adalah terjadi kelangkaan air sehingga dimulai sejak saat ini kita harus bijak menggunakan air, bersama saling peduli untuk melindungi sumber air bersih dari pencemaran dan bekerja sama dengan lembaga penelitian untuk bisa memanfaatkan air limbah agar dapat dimanfaatkan kembali bagi kebutuhan mahluk hidup.
  • Membuat strategi , rencana kerja dan blue print bagai mencapai penerapan Water Sensitive City mungkin dalam lima tahun kedepan kemudian nantinya diterapkan proses pemantauan dan evaluasi dan peninjauan kembali jika ada hal -- hal yang belum bisa diterapkan.
  • Yang ketiga adalah membangun kebijakan, perangkat hukum daerah serta pendirian dewan air tingkat kabupatan/kota seperti yang telah diterapkan oleh beberapa negara tetangga yang berfungsi untuk mengawasi dan memantau ketersedian, kualitas dan ketersediaan air yang selaras dengan konsep Water Sensitive City.

Kemudian berkaitan dengan tiga point di atas, dalam hal penyediaan infrastruktur yang selaras dengan konsep Water Sensitive City , apa saja yang bisa dilakukan kabupaten/kota dalam penyediaan infrastruktur dasar dalam rangka menjaga keseimbangan siklus air di bumi?

  • Pembangunan infrastruktur jalan yang dilengkapi dengan bangunan pelengkap jalan seperti drainase yang mampu mengatasi genangan air di permukaan jalan. Sistem drainase yang digunakan juga dilengkapi dengan sistem pengolahan air sederhana agar air hujan yang dialirkan ataupun air limbah yang berasal dari jaringan rumah penduduk dapat terperbaiki kualitasi sehingga pada bagian hilir effluent hasil pengolahan pada sistem drainase dapat dimanfaatkan kembali. Hal yang kedua adalah jaringan drainase yang mengalirkan air hujan / air limbah domestik yang terkoneksi dengan sistem lahan basah buatan (Constructed Wetland) yang merupakan rawa buatan namun memiliki kemampuan memperbaiki kualitas air dan air dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti kolam ikan atau sebagai media tanaman.
  • Pembangunan gedung yang ramah lingkungan dengan menerapkan green building, dilengkapi dengan vegetasi tanaman, melengkapi bangunan dengan sumur resapan di sekitar gedung, sistem biopori yang dapat mengatasi genangan disekitar taman gedung.
  • Menjaga wilayah hulu tangkapan hujan agar tidak beralih fungsi lahan sebagai upaya untuk menyerap sebanyak mungkin potensi masukan air bagi sumber air tanah.
  • Mempersiapkan wilayah pesisir dengan pemanfaatan hutan mangrove yang antara lain dapat bermanfaat untuk mengatasi potensi bencana gelombang tinggi yang memiliki potensi banjir rob, mencegah terjadinya potensi abrasi pantai dan intrusi air laut, menjaga ekosistem pantai karena ternyata mampu dimanfaatkan untuk digunakan sebagai tempat perkembang biakan kepiting , memperbaiki kualitas air di wilayah pantai dsb,
  • Mempersiapkan infrastruktur sanitasi seperti Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALDT) ataupun Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat dengan sistem komunal ataupun individual sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran sumber air dari air limbah domestik
  • Melengkapi daerah dengan infrastruktur pengelolaan sampah, membuat kebijakan pengurangan sampah sejak dari sumbernya, membuat kebijakan larangan peredaran kantong kresek dan tidak membuang sampah pada destinasi wisata air seperti pantai, danau dsb.

Dalam setiap pendekatan pengelolaan lingkungan, kata kuncinya adalah pelibatan berbagai pihak dan komitmen dari berbagai pihak. Karena tanpa itu semua perencanaan yang telah direncanakan dengan konsep yang baik tidak dapat terwujud tanpa dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak baik dari pelibatan masyarakat, peran cerdas pemerintah daerah, support dari pihak swasta, serta dukungan iptek dari para akademisi dan dunia riset.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembacanya, dan bentuk pengingat bagi kita semua bahwa terkadang konsep yang diberikan oleh pemerintah pusat sangat briliant namun tidak pernah dapat tersosialisasikan dan diimplementasikan di tingkat masyarakat karena pemerintah daerah kurang memahami langkah apa yang sebaiknya dilaksanakan dan diterapkan demi kemaslahatan bersama. Bahwa air adalah kebutuhan semua pihak dan sangat berharga dan akan menjadi barang langka di kelak kemudian hari. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun