Tahun 2012 lalu, saya turut hadir untuk mendengarkan kuliah singkat dari Gunter Pauli dalam sebuah acara di Bali. Ia diundang sebagai pembicara untuk mengenalkan sebuah bisnis model yang di Indonesia sendiri masih awam yaitu tentang konsep blue economy.Â
Kita lebih banyak mendengar istilah green economy dibanding yang satu ini. Gunter Pauli adalah orang yang menggagas konsep blue economy tersebut. Lewat ini pula ia mampu menciptakan 100 inovasi yang mampu menyerap begitu luas lapangan kerja.Â
Sebagaimana disampaikan dalam bukunya yang sangat menginspirasi negara negara di dunia yakni " The Blue Economy: 10 years, 100 innovations, and 100 million jobs (2010).
Sampai hari ini mungkin sebagian dari kita, masih memahami blue economy dari sebatas terminologi, yakni sebagai bagian upaya pemanfaatan nilai ekonomi dari sumber daya sektor kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan.
Jika saya maknai, blue economy seyogianya adalah pendekatan pemanfaatan sumber daya dengan berkaca pada siklus alamiah, bagaimana suatu ekosistem bekerja.Â
Input yang masuk berproses secara alamiah untuk menghasilkan materi yang bisa dirasakan oleh semua unsur yang ada dan terus berproses sebagai sebuah siklus yang berjalan secara efisien. Inilah landasan filosofi dari blue economy yang mesti sama-sama kita pahami, agar pemanfaatan sumber daya lebih bijaksana.
Berpijak pada landasan filosofi di atas, maka penerapan konsep blue economy setidaknya harus memegang prinsip-prinsip dasar, yakni:
Pertama. Jaminan terhadap fungsi lingkungan hidup.Â
Sebagai hasil pembelajaran dari siklus alamiah sebuah ekosistem, maka faktor lingkungan menjadi hal paling utama untuk jadi dasar dalam konsep blue economy.Â
Kegiatan ekonomi melalui proses produksi tidak hanya sebatas menghasilkan clean production semata, namun sedapat mungkin proses produksi tidak menghasilkan out put limbah (nir limbah), sehingga tidak memberikan efek eksternalitas terhadap lingkungan. Polusi dan emisi karbon adalah efek eksternalitas sebuah proses produksi.Â
Oleh karena itu, setiap kegiatan yang menggunakan energi yang tidak ramah lingkungan (fosil) sebenarnya belum dikatakan sepenuhnya menjalankan prinsip blue economy.
Kedua. Efisensi.Â
Siklus alam senantiasa menggunakan aliran energi yang efisien. Pun halnya, kegiatan proses produksi yang berbasis blue economy harus senantiasa memanfaatkan input yang efisien, namun mampu meningkatkan nilai tambah ekonomi yang tinggi tanpa memberikan efek eksternalitas terhadap lingkungan.Â
Prinsip eko-efisiensi melalui penerapan teknologi bersih menjadi hal yang bersifat wajib.
Ketiga. Social inclusiveness.Â
Siklus alam senantiasa memberikan materi pada seluruh unsur yang menyusun sebuah ekosistem secara seimbang.
Pun halnya pemanfaatan sumber daya dalan konsep blue economy harus memberikan efek besar terhadap perluasan lapangan kerja, pemerataan nilai ekonomi secara berkeadilan bagi masyarakat kecil, keterlibatan peran aktif, dan penghargaan terhadap kearifan lokal (local wisdom).
Keempat. Multiple cashflow.Â
Siklus alam mampu menciptakan beragam nilai manfaat bagi unsur penyusunnya untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan sumber daya yang memegang prinsip blue economy, maka suatu kegiatan produksi harus mampu menciptakan beragam kegiatan ekonomi turunan lainnya sebagai nilai tambah ekonomi.Â
Maka, kata kuncinya adalah inovasi, bagaimana menciptakan multiple business, termasuk out put limbah hasil proses produksi yang mampu disulap menjadi nilai tambah ekonomi dan menjadi input selanjutnya.Â
Guntur Pauli sebagai bapaknya blue economy, telah secara nyata mampu mengembangkan inovasi yang telah memberikan 100 juta lapangan kerja.
Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah gencar mengusung konsep ini dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, saya kira ini langkah strategis yang harus didukung dan menjadi konsep pembangunan nasional untuk segera diwujudkan.Â
Indonesia adalah salah satu bagian dari 157 negara yang berkomitmen mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), oleh karena itu pendekatan blue economy harus benar-benar diwujudkan.Â
Demikian halnya, dinamika persaingan pasar global sudah mulai ada pergeseran dari paradigma lama ke arah paradigma yang mengedepankan aspek sustainability salah satunya environmental integrity, dan bukan lagi hanya sebatas food safety.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H