Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kemacetan dan Aglomerasi Ekonomi Wilayah

23 Juni 2018   16:42 Diperbarui: 25 Juni 2018   14:09 3081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bisnis.com

Fakta di atas, mengerucut pada sebuah kesimpulan bahwa PR pemrintah adalah bagaimana mewujudkan pemererataan distribusi pusat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah di seluruh Kabupaten/Kota.

Dalam hal ini saya memberi catatan, bahwa pusat pertumbuhan ekonomi harus berbasis sumberdaya lokal (local economic resources) dan mendorong pemberdayaan tenaga kerja lokal. Pemerintah daerah haris berlomba bagaimana membangun ekonomi daerah melalui pemanfaatan potensi unggulan lokal berbasis industri maupun UMKM, sehingga memicu penciptaan peluang kerja baru.

Aksesibilitas masyarakat terhadap perkembangan teknologi informasi harus dipermudah dalam rangka  membangun networking rantai bisnis bagi masyarakat khususnya di perdesaan. Ini penting, karena mata rantai sistem produksi bagi unggulan lokal khususnya produk agrobisnis selalu terputus karena tak adanya jaminan akses pasar. Oleh karenanya, Pemerintah harus hadir untuk membangun mata rantai ini melalui fasilitasi kemudahan akses terhadap input produksi, teknologi, pembiayaan dan pasar. Jika ini terbangun, saya rasa takkan ada lagi petani yang milih jadi kuli bangunan di Jakarta.

Saya menemukan fakta bahwa begitu banyak petani yang justru merantau ke ibu kota, padahal mereka punya lahan garapan di desa. Jika saya tanya, kenapa memilih merantau? Jawabanya karena jadi petani tak prospektif lagi. Belum lagi banyak sarjana pertanian justru tak tertarik lagi dengan usaha tani, padahal mereka memiliki input informasi teknologi yang memadai dan menjadi aset bagai katalisator pembangunan pertanian di desa. Memang tak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya, karena faktanya Pemerintah masih belum hadir disini, yakni bagaimana menjadikan profesi bertani sebagai peluang yang menjanjikan. Jargon "mbalik ndeso, mbangun ndeso" nyatanya hanyalah ajakan semata tanpa ada upaya fasilitasi nyata.

Contoh lain, sebagai warga Jepara, mungkin masyarakat Indonesia mengenal Jepara sebagai kota ukir dan meubeul, dan telah menjadi brand image pada level nasional. Namun apa yang terjadi saat ini, justru jumlah pengukir mulai turun drastis dan regenerasinya kian terancam. Disisi lain, justru para tukang meubeul dan ukirpun lebih memilih merantau ke Jakarta. Ini ironis, dan terjadi karena Pemda tak maksimal untuk hadir dalam memproteksi usaha ini agar berkesinambungan.

Perhelatan Pilkada serentak tanggal 27 Juni mendatang, hendaknya jadi momen penting bagi masyarakat untuk memilih dan menagih janji politik mereka dalam membangun ekonomi daerah. Indikator yang mudah, silahkan anda bisa cek pada lebaran mendatang apakah urbanisasi  dan kemacetan parah itu masih. Jika masih terjadi, maka janji politik untuk menciptakan jutaan peluang kerja baru didaerah hanyalah candu semata.

Saya salah satu yang tak setuju dengan wacana pemindahan ibu kota negara ke luar Jawa. Selain karena alasan historis, juga saya kurang sependapat jika pemindahan ibu kota ke Kalimantan misalnya, akan memicu pertumbuhan ekonomi baru. Jika demikian apa bedanya dengan saat ini?

Saya akan lebih setuju jika ada pengalihan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis ke Kalimantan dan daerah lainnya. Ini justru yang akan memicu pusat pertumbuhan ekonomi baru. Biaya pemindahan ibu kota, lebih baik dialokasikan untuk memfasilitasi pembangunan infrastruktur dasar bagi pembangunan kegiatan ekonomi. Misalnya dengan membangun infrastrukur pelabuhan ekspor, jalan dan lainnya di kawasan-kawasan strategis di luar Jawa.

Jakarta mestinya menjadi ibu kota seutuhnya sebagai pusat pemerintah dan pendidikan, tanpa harus teracuni oleh berbagai permasalahan sosial, ekonomi, tata ruang dan lingkungan akibat arus urbanisasi yang tak terkendali.

Kesimpulannya masalah kemacetan di tol lintas jawa, bahkan kemacetan Jakarta bukanlah semata-mata masalah minimnya infrastruktur jalan, namun bagi saya kemacetan tersebut disebabkan karena aglomerasi ekonomi yang masih dominan terpusat di Jabodetabek dan tak terdistribusi merata di daera-daerah lain, sehingga memicu urbanisasi besar besaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun