Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pulau Morotai, di antara Jejak Heroik Jendral Mc Arthur dan Geopolitik yang Terabaikan

8 Juni 2018   22:28 Diperbarui: 9 Juni 2018   10:36 2523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Morotai (KOMPAS/PRASETYO EKO PRIHANANTO)

Tak terbesit sebelumnya dalam benakku untuk bisa berkesempatan menjelajahi salah satu pulau nan eksotis di ujung utara negeri ini, bahkan namanyapun aku baru dengar. Terkadang aku malu, ternyata aku justru buta karena tidak mampu mengenal ibu pertiwi ini dengan seutuhnya.

Jikalau orang-orang kaya di kota itu lebih bangga karena mampu menjelajahi negeri-negeri orang asing itu, bagiku nasionalismenya patut dipertanyakan! Betapa tidak, bahkan wajah ibu pertiwi ini seolah enggan mengenalnya.

Kesempatan ini bagiku, ku anggap bagian dari rencana Tuhan terkasih agar aku mampu membuka mata hati, mengungkap rahasia bumi pertiwi yang mungkin tidak banyak elemen bangsa ini yang tahu. Ya, Pulau mungil nan eksotis itu bernama Morotai tepat di bibir Samudera Pasifik. Sebuah nama yang asing!

Ada dua alternatif untuk menjangkau pulau terisolir ini, pertama melalui alternatif perjalanan laut, dengan menjelajahi lautan menyusuri perairan Halmahera yang cukup ganas. Dengan alternatif ini kalian harus meghabiskan perjalanan sehari semalam, karena terpaksa harus menginap terlebih dahulu di Tobelo Halmahera Utara sampai menunggu pagi, karena keterbatasan sarana angkutan laut menuju pelabuhan Daruba, Morotai.

Alternatif kedua melalui udara dengan pesawat kecil menjelajahi angkasa pulau Halmahera yang terhampar hijau laksana lukisan alam hasil karya Tuhan terkasih.

Sumber : okezone.com
Sumber : okezone.com
Kali ini ku jelajahi Morotai dengan alternatif kedua, menaiki pesawat kecil seadanya Casa 212 buatan tahun 1976 mungkin hanya itu fasilitas yang bisa diberikan negara ini. Pesawat dengan kapasitas 12 orang ini, bahkan aku harus memesannya jauh-jauh hari, jika tidak, mustahil kalian dapat bagian, apalagi seringkali kursi itu menjadi prioritas bagi para pejabat daerah. Aku mendapatkan kursi karena mendapat prioritas atas nama sebuah kementerian.

Memang waktu itu belum ada perusahaan penerbangan yang melayani rute Ternate -- Morotai selain Merpati Nusantara Airlines, entah kenapa? Tapi isunya karena itungan ekonomi yang gak masuk. Ehmm.. ternyata nasionalisme juga harus tergadaikan dengan itungan ekonomi!? lagi-lagi aku harus mengelus dada.

Sayang saat ini perusahaan plat merah itupun sedang dilanda krisis dan terancam bangkrut! yang khabarnya utangnya membumbung tinggi!, tapi syukur, khabar terakhir nampaknya sudah ada penerbangan komersil dengan exspressairlines.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dari udara ku lihat hamparan pulau cukup besar dengan pulau-pulau kecil mengelilinginya, dimana sepanjang pesisirnya tumbuh subur deretan pohon kelapa, nyiurnya melambai tertiup angin kencang samudera pasifik, seolah-olah ingin mengatakan "selamat datang" kepadaku. Aku menghela nafas dalam-dalam, merasakan kebanggaanku pada ibu pertiwi.

Tepat tiga puluh menit sejak take off dari Bandara Sultan Babullah kota Ternate, pesawat yang ku tumpangi mendarat mulus di landasan pacu yang ternyata aku baru tahu bahwa landasan tersebut merupakan peninggalan tentara sekutu Amerika Serikat sejak tujuh dekade yang lalu tepatnya bernama bandara "Pitu", khabarnya karena mempunyai tujuh landasan sehingga diberi nama tersebut. Sayang dari tujuh landasan, hanya satu yang operasional sedangkan lainnya terbengkalai, dibiarkan begitu saja ditumbuhi padang ilalang.

Saudaraku, mungkin secara umum kita bangsa ini masih merasa asing dengan nama Morotai tersebut, padahal jauh sejak hampir tujuh dekade yang lalu lalu tepatnya sejak Tahun 1944, Morotai telah mempunyai arti sangat penting dan strategis ketika Panglima Divisi VII Amerika Serikat (AS) Jenderal Douglas MacArthur dengan 63 batalion tentara sekutu mendarat di Tanjung Dehegila Morotai sebagai tempat konsolidasi ratusan ribu pasukannya dan menjadi basis pertahanan hingga mengantarkan tentara sekutu memetik kemenangan atas Jepang pada Perang Dunia  II.

Jejak dan Kisah heroik seorang Jenderal bernama Douglas MacArthur  tersebut masih membekas sebagai saksi bisu betapa pulau kecil di bibir Pasifik tersebut mempunyai arti penting di mata sang Jenderal. Jika MacArthur saja pada tahun 1944 telah memilih Morotai sebagai basis strategis tentara sekutu, tentu ada potensi luar biasa di daerah ini yang perlu digali dan dicari jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun