Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengukur Potensi Ekonomi Sumber Daya Akuakultur

14 Mei 2018   18:32 Diperbarui: 15 Mei 2018   07:32 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: djpb.kkp.go.id)

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa subsektor perikanan budidaya berpeluang besar memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada 2015 misalnya, subsektor perikanan budidaya baru memberikan kontribusi sebesar 1,41% terhadap PDB nasional dengan laju pertumbuhan PDB pada tahun yang sama mencapai 15,79%.

Dalam konteks sumberdaya akuakultur, Indonesia justru memiliki keunggulan komparatif dibanding negara-negara lain di dunia. Posisi Indonesia diuntungkan karena memiliki potensi sumberdaya yang melimpah serta dukungan pola iklim yang baik, sehingga sangat potensial untuk pengembangan berbagai varian jenis komoditas sesuai kebutuhan.

Uniknya, varian komoditas tersebut dapat dikembangkan sesuai spesifikasi lokasi diberbagai daerah. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat total potensi lahan indikatif perikanan budidaya diperkirakan mencapai 17,8 juta hektar. Masing-masing untuk budidaya laut mencapai 12 juta ha, budidaya payau 2,88 juta ha, dan budidaya air tawar mencapai 2,83 juta ha .

Dari total tersebut dengan mempertimbangkan daya dukung lahan yang ada, penulis memperkirakan bahwa luas lahan efektif yang bisa dioptimalkan untuk kegiatan budidaya mencapai sekitar 6,42 juta hektar, yaitu masing-masing untuk budidaya air laut sekitar 2,4 juta hektar (20 persen dari total potensi indiktif), budidaya air payau ekitar 2 juta hektar (70 persen dari total potensi indikatif) dan budidaya air tawar sekitar 566 ribu hektar (20 persen dari total potensi indikatif). Angka-angka ini penulis olah berdasarkan asumsi teknis.

Dengan total lahan efektif tersebut setidaknya potensi kapasitas produksi akuakultur (ikan, udang, rumput laut dan komoditas lainnya) yang dapat dioptimalkan diperkirakan bisa mencapai 230 juta ton per tahun, dengan nilai ekonomi sumberdaya langsung (direct use value) diperkirakan mencapai 254 milyar USD per tahun  (kurs Rp.10.000) atau setara dengan APBN tahun 2017 (angka diolah berdasarkan asumsi teknis).

Berdasarkan asumsi teknis dengan merujuk luas lahan efektif tersebut dapat di petakan potensi volume dan nilai produksi untuk masing-masing jenis budidaya, sebagai berikut.

  1. Untuk budidaya laut, total kapasitas produksi optimal yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai 176,75 juta ton per tahun dengan nilai ekonomi mencapai Rp. 1.937 trilyun. Masing-masing untuk ikan laut (finfish) dengan potensi produksi mencapai 45,82 juta ton dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai Rp. 1.833 trilyun; potensi produksi rumput laut mencapai 130,93 juta ton dengan nilai ekonomi diperkirakan Rp. 104,74 trilyun.
  2. Untuk budidaya payau, total kapasitas produksi optimal yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai 36,33 juta ton per tahun dengan nilai ekonomi mencapai Rp. 439,62 trilyun. Masing-masing untuk ikan dengan potensi produksi mencapai 19,37 juta ton dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai Rp. 193,77 trilyun; potensi produksi udang mencapai 4,84 juta ton dengan nilai ekonomi diperkirakan Rp. 242,21 trilyun; potensi rumput laut Gracillaria sp mencapai 12,11 juta ton dengan nilai ekonomi Rp. 3,63 trilyun.
  3. Untuk budidaya tawar, total kapasitas produksi optimal yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai 16,98 juta ton per tahun dengan nilai ekonomi mencapai Rp. 169,83 trilyun.

Angka ini tentunya sangat fantastis dan jika mampu dioptimalkan, sudah barang tentu akan mampu menjadi "prime mover" perekonomian nasional. Pekerjaan rumah kita adalah bagaimana menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis akuakultur di kawasan-kawasan potensial dan strategis.

Dari sisi ekonomi mikro, subsektor ini juga memiliki posisi strategis dalam mewujudkan pergerakan ekonomi masyarakat melalui penciptaan peluang usaha bagi masyarakat bawah. Jika melihat data BPS, Angka gini ratio (rasio ketimpangan) memang ada penurunan sebesar 0,001 poin yakni dari 0,394 di tahun 2016 menjadi 0,393 di tahun 2017, namun angka gini yang masih pada level 0,3 adalah menandakan ketimpangan yang masih besar. 

Ketimpangan ekonomi ini lebih disebabkan karena distribusi pendapatan yang tidak merata pada level masyarakat, terutama jika kita bandingkan antara masyarakat perkotaan dengan perdesaan.

Lantas apa solusinya? Tentunya dengan menghadirkan peluang usaha berbasis sumberdaya termasuk perikanan budidaya di kawasan-kawasan perdesaan. Bisa dibayangkan dengan pemanfaatan total lahan efektif di atas, maka kesempatan kerja yang bisa terserap setidaknya bias mencapai lebih dari 25 juta orang.

Seharusnya, subsektor ini menjadi senjata ampuh dalam mendorong pergerakan ekonomi lokal karena lebih banyak bersentuhan pada peran pemberdayaan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun