Menjaga reputasi media adalah keniscayaan. Sebagai pilar keempat demokrasi, media baik cetak maupun elektronik memegang peran penting dalam upaya pencerdasan publik. Akurasi dan kejujuran adalah nilai utama untuk menjaga reputasi media sehingga amat fatal jika media melakukan kesalahan prinsipil dalam menyampaikan informasi kepada publik terkait isi berita yang dimuatnya.
Syahdan, pada hari Kamis, 30 September 2010 lalu, saya dikagetkan oleh respon rekan se-fraksi di DPRD Jawa Timur terkait berita berjudul "DPR Tuntut Fasilitas Setara Menteri" di salah satu media terbesar di Jawa Timur yang memiliki jaringan berita luas baik koran lokal maupun online. Dalam berita tersebut, nama saya jelas tertulis sebagai narasumber yang diwawancarai. Lebih jelasnya inilah petikan berita di koran tersebut :
-Meski telah mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan kelas VVIP, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap menuntut pemerintah memberikan pelayanan kesehatannya setara dengan menteri dan pejabat tertentu. "Kelas VVIP kami tidak sama dengan VVIP menteri dan pejabat tertentu, padahal kerja kami lebih berat," ujar Anggota komisi IX DPR Ledia Hanifa Amaliah di Jakarta, kemarin (29/9).
Ledia mengatakan, fasilitas kesehatan yang diberikan kepada DPR selama ini hanya dilayani oleh anak perusahaan PT Askes, yakni PT Indonesia Health Insurance. Sehingga tidak langsung ditangani oleh PT Askes sendiri layaknya Jaminan Kesehatan Menteri dan Pejabat tertentu (Jamkesmen). "Mengapa kami dibedakan?," tanyanya.
Menurut Ledia, beberapa fasilitas kesehatan yang didapatkan oleh pejabat tinggi seperti menteri tidak didapatkan oleh anggota DPR. Antara lain terjadi pada pelayanan general chek up dan pelayanan kesehatan di luar negeri. "Pelayanan luar negeri yang diberikan untuk DPR hanya terbatas di Malaysia dan Singapura saja, sementara untuk menteri dan pejabat lainnya bisa bebas kemana saja," terangnya.
Ledia menuntut agar PT Askes memberikan vitamin kepada seluruh anggota DPR. Politisi asal PKS itu mengungkapkan, kinerja lembaga eksekutif menjadi prioritas utama karena suara mereka tak bisa diwakilkan. "Beda kalau pejabat tinggi atau menteri kan punya wakil, wakil dari setiap anggota DPR itu tidak ada. Kalau sakit ya sudah tidak masuk kerja," paparnya.
Direktur utama PT Askes I Gede Subawa mengatakan, tidak mengetahui adanya perbedaan pelayanan tersebut. Kata dia, PT Askes selama ini memberikan pejabat negara eksekutif dan legislatif pada kelas VVIP. "Saya tidak tahu apakah VVIP dari Jamkesmen dengan VVIP anak perusahaannya berbeda," jelasnya.
Terkait kebutuhan vitamin untuk anggota DPR, Gede mengatakan, berupaya untuk mengusulkan kepada PT Askes untuk memberikan vitamin rutin tiap bulannya. "Nanti akan kami bicarakan lagi soal itu," tegasnya.
Sementara untuk berobat ke luar negeri, kata Gede, pemerintah tidak membedakan batas wilayah pengobatan. Hanya saja jika DPR ingin berobat keluar negeri, harus mengantongi rekomendasi dari RS di Indonesia. Tujuannya, lanjut Gede, agar dapat memaksimalkan RS di dalam negeri. "Kecuali jika pelayanan di Indonesia tidak ada dan terpaksa harus ke luarnegeri, itu bisa dilakukan," ungkap Gede. (nuq/iro) (Sumber: JP, 30 September 2010, Halaman 15)
***
Wajar saja jika rekan saya itu heran atas berita tersebut. Saya sendiri pun kaget dengan pemberitaan ini, sebab: Pertama, Saya TIDAK PERNAH diwawancarai oleh wartawan koran tersebut; Kedua, Saya TIDAK PERNAH memberi pernyataan sebagaimana tertulis di koran tersebut. Ketiga, Lebih parah lagi, pada saat RDP dengan Dirut PT ASKES berlangsung saya -untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan bertugas sebagai Aleg- saya tidak hadir rapat karena izin sakit. Keempat, berita bermakna sama juga termuat di harian nasional di Ibukota tapi dengan narasumber berbeda alias bukan saya tapi anggota DPR dari partai lain. Intinya, dalam berita itu bukan saya yang diwawancarai tapi orang lain.