Tujuh belas pria Delapan wanita Empat puluh lima anak-anak Itu Indonesia Merah meriah Putih lagak kita Bersiap menyongsong viktori Gemilang, gemuruh Gejolak semusim seperti agenda tahunan Namun disudut lapangan Kakek nenek renta murung menatap tiang Dipuncaknya ada kain Apa itu masih merah putih yang dulu? Batin mereka... Rumusan itu kami yang buat Kalian tinggal melanjutkan saja Sistem itu juga kami  susun Kalian hanya sisa mebenahi Nasionalisme itu kami yang tanam Semoga kalian masih ingat soal itu Lalu integrasi? Jangan lupa, kami wafat untuk itu Dengan raungan Dan bukan rengekan Singkat saja, kami beri kalian warisan Tanpa manipulasi, egoistis atau kekuatan liar Berharap kalian punya identitas identik pancasila Bukan membebek saja pada sabda teknokrat Itu wajah kami, Bagaimana wajah kalian sekarang? Kami lihat kalian resah bila tak bermodal Orientasi beralih menuju penumpukan kekuasaan Semakin keadilan dicanangkan jadi asas pembangunan Semakin pula keadilan jadi ideal tak kesampaian Menghukum yang kecil Membesarkan yang besar Hukum dikomoditikan dengan nilai tukar Lalu jadi momok tua di era sejuta harapan Ampun Gusti, kami yang salah Lupa mewariskan akal budi jua Sehingga kami saja yang mampu lihat Merah Putih yang kalian samarkan Sekarang jadi hitam. Lecon Alfa Privatinum_13'08'11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!