Mohon tunggu...
Ghiffari DA
Ghiffari DA Mohon Tunggu... Freelancer - Kang Ngopi

KONGRES

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Aku Narsis Maka Aku Ada

22 April 2024   21:50 Diperbarui: 22 April 2024   22:02 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

   Jika dulu Descartes mengatakan “Cogito ergo sum” (aku berpikir maka aku ada) suatu kalimat sakti pada zamannya tentang eksistensi keberadaan seseorang itu terletak ketika ia mampu berpikir. Namun di zaman now tolak ukur keberadaan seseorang dilihat dari seberapa eksis ia tampil dilayar gadget, dumay, serta menjadi trending FYP. Bisa dikatakan hal itu pulalah yang namanya narsis

Yang asal katanya dari "Natcissus", seorang pemuda dalam mitologi Yunani yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri. Dalam pandangan islam narsis ini sama seperti ujub yang berasal dari kata ́ajaba artinya kagum, terheran-heran. Takjub Al-I ́jabu bi al-Nafs berarti kagum pada diri sendiri, yang pengertiannya secara umum adalah membanggakan diri sendiri merasa heran terhadap diri sendiri sebab adanya satu dan lain hal. Al-Muhasibi menerangkan bahwa ujub adalah sikap memuji diri sendiri atas perbuatan yang telah dilakukannya, kemudian dia melupakan bahwa hal tersebut adalah karunia Allah SWT.

   Dilihat dari tinjauan klikdokter, Narsistik merupakan jenis kepribadian yang ditandai dengan merasa diri lebih penting dari orang lain, kurang peduli terhadap lingkungan sekitar, dan mudah cemburu terhadap keberhasilan orang lain. Dengan kata lain, narsis ialah keinginan untuk selalu tampil menonjol hingga dipuji orang. Budaya narsis dikuatkan oleh media sosial.

   Overdosis media sosial telah merambah kemana-mana. Masyarakat sudah tidak asing lagi dengan tiktok, instagram, facebook, atau aplikasi lainnya yang bisa membuat segala aktivitas yang dilakukan terlihat.

   Kini kita bisa melihat tayangan-tayangan story orang lain dimanapun, kapanpun asal ada gadget & koneksi internet. Orang akan lebih bisa berekspresi dilayar kaca gadgetnya melihat tren terkini di media sosial lalu melakukan apa yang mereka inginkan. Tujuan utamanya tidak lain ialah ingin dilihat oleh orang lain. Validasi atau penilaian orang kini menjadi suatu yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Centang biru pada akun sosmedlah bukti nyatanya.

  Melirik dari laman Cleveland Clinic menyebutkan bahwa sembilan kondisi berikut erat kaitannya dengan gangguan kepribadian narsistik.

  • Rasa mementingkan diri sendiri yang berlebihan.
  • Sering berfantasi tentang kesuksesan, kekuatan, kecantikan, dan lain sebagainya.
  • Yakin bahwa diri mereka lebih unggul dari orang lain dan hanya mau berteman dengan orang-orang yang dinilai sepadan.
  • Haus pujian untuk menutupi kerapuhan diri.
  • Mudah marah saat keinginannya tidak terpenuhi.
  • Tidak takut untuk memanfaatkan orang lain demi memuaskan egonya.
  • Rendah akan rasa empati.
  • Iri dan suka meremehkan pencapaian orang lain.
  • Sombong.

   Selain itu, seseorang dengan narsis dikenal cukup sensitif terhadap segala bentuk kritikan, penolakan, dan kegagalan. Mereka juga cenderung menghindari kondisi yang bisa membuatnya terlihat lebih rendah dari orang lain.

   Lantas bagaimana agar kita terhindar dari perilaku narsistik atau ujub ini?

  • Selalu mengingat akan hakikat diri, nyawa yang ada dalam tubuhnya semata-mata anugerah dari Allah. Andai kata Allah tiba-tiba mengambilnya, maka diri ini tidak ada harganya sama sekali. Tetaplah merasa paling kecil (ilmu padi) dalam hal apapun pasti ada yang lebih dari diri ini.
  • Sadar akan hakikat dunia dan akhirat. Dunia adalah tempat menanam amal shaleh untuk kebahagiaan di akhirat.
  • Menyadari bahwa sesungguhnya nikmat itu pemberian dari Allah, bukan sematamata hasil usahanya. Ilmu, harta, kesehatan semua itu hanyalah titipan dari Allah.
  • Selalu ingat akan kematian dan kehidupan setelah mati. (kita hanya sementara).
  • Berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari sifat ujub, narsis, (bangga pada diri sendiri).
  • Jauhi orang-orang toxic yang sombong dan berbangga diri pada apa yang ia punya.
  •  Berusaha mau bekerja sama berkumpul dengan orang sholeh nan positif dan hidup saling menghargai.

   Percaya diri itu penting tapi over percaya diri itu narsis Namanya. Semoga kita dijauhkan dari sifat ujub, narsis, sombong dan berbangga diri yang berlebih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun