Mohon tunggu...
Lia Yunikawati
Lia Yunikawati Mohon Tunggu... Guru - Guru Sosiologi

Saya merupakan orang yang selalu semangat dalam berkarya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Coaching Clinic of Sociology: Strategi Tepat menjadi Dekat

7 Juni 2023   09:55 Diperbarui: 7 Juni 2023   10:00 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi: catatan siswa

Coaching clinic merupakan upaya yang tepat untuk menjadikan proses pembelajaran semakin dekat dan bermakna. Inilah saat yang tepat untuk belajar kepada negara seperti Finlandia yang meletakan dimensi humanisme dalam proses pendidikan. Sudah menjadi tanggung jawab guru untuk memanusiakan manusia melalui sistem pembelajaran yang humanistik. 

Konsep pendidikan humanistik meliputi:(a) Pendidikan manusia secara fisik dan biologis (b) pendidikan manusia secara batin dan psikologi (c) pendidikan manusia secara sosial dan (d) pendidikan manusia secara spiritual. Namun sistem ini juga bukan segalanya tetap memiliki sisi lemah. 

Salah satu kelemahan teori humanistik terlihat ketika kreatifitas disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan arah pendidikan. Misalnya, ketika ada individu yang tidak bertanggung jawab ditengah tengah kelompok dengan  alibi hak asasi manunisa.

Keadaan ini terjadi ketika proses pengerjaan tugas secara berkelompok. Anak-anak yang  rajin, nilainya semakin baik sedangkan anak menengah kebawah akan semakin hilang. Pernah suatu ketika aktifitas dikelas dibuat tugas berbasis kelompok. 

Pada dasarnya tujuannya adalah untuk meningkatkan solidaritas kelas. Namun beberapa anak mengeluh "ahh kelompok lagi". Guru bertanya "Kenapa?". "Gak asyik bu, mereka penghambat kerja dan hanya nunut jeneng (numpang nama)". Akhirnya egoime tumbuh.

Menurut Garrison (1940), remaja memiliki kebutuhan khas yaitu kebutuhan untuk diikutsertakan dan diterima oleh kelompoknya sebagai wujud eksistensi diri. Namun karena pandemi yang mengharuskan mereka menjaga jarak dan menciptakan dunia baru melalui media maya akhirnya jiwa sosialpun ikut bergeser. 

Kerja kelompok berbasis maya banyak mengalamai kendala karena kesenjangan sarana, seperti jaringan internet yang tidak semua anak punya. Pada akhirnya mereka cenderung lebih nyaman untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri. Inilah yang menyebabkan egoism tumbuh.

Selain kebutuhan khas tersebut, remaja juga punya sifat memberontak jika diperintah oleh otoritas yang lebih tinggi. Maka tak heran jika pada jenjang SMA ini banyak peserta didik yang tidak mengerjakan tugas dan segala tuntutan mata pelajaran karena dianggap sebagai bentuk otoritas guru. Tugas adalah bentuk perintah guru, bukan kewajiban yang harus dilaksanakan. Maka tugas kita bersama untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa.

Kisah nyata terjadi ketika peserta didik berdiskusi disebuah ruang. Seorang guru masuk mengucapkan salam. Salam dijawab, namun tanpa menoleh. Tentu sebagai seorang guru merasa cemas dan menerka-nerka. 

Apa yang terjadi? Padahal sebelum pandemi ketika seorang pesera didik bertemu dengan guru, mereka selalu menerapkan budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun) dan sekarang tidak ada. Hal yang lebih megejutkan, dibelakang guru tersebut ada kakak tingkat yang juga menyapa mereka. Dan anehnya mereka serentak langsung berdiri dan mengepalkan tangan, pengganti jabat tangan era pandemi. Dan itu tidak dilakukan kepada guru. Mengapa? Siapa yang salah?

Fenomena lain seperti asyik dengan hp ketika pembelajaran, masuk begitu saja ketika ada guru dikelas, bergetar dan keluar keringat berlebih ketika UH lisan, lebih banyak diam dan menundukkan kepala, lebih memilih bermain game dan sosmed dari pada ngobrol bersama teman dan masih banyak lagi. Dan ini adalah PR kita bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun