Mohon tunggu...
Leanika Tanjung
Leanika Tanjung Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

The Lord is my sepherd

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayu Utami: "Kenapa Agama Tak Membuat Orang Lebih Baik."

20 Maret 2019   08:30 Diperbarui: 20 Maret 2019   08:43 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


"Perempuan ini melihat moralitas berlebihan, bahkan sampai ke soal bahasa. Karena itu, novelnya ingin mendobrak tiga hal: seks, kegilaan, dan agama."

Ayu Utami, novelis yang sudah menelurkan tiga novel tersebut menemukan benang merah itu pada tiga novelnya. "Ternyata, tulisanku selalu bicara tentang tiga hal itu. Seks, kegilaan, dan agama." Ayu, Rabu (5/8) siang, ada di SCTV. Dia datang atas undangan Klub Buku dan Film SCTV, yang ingin mendengar dari Ayu sendiri, soal pikiran, renungan, dan proses kreatif ketiga novelnya.

Saman, yang diluncurkan tahun 1998 sempat membuat heboh dunia sastra Indonesia. Di novel itu, Ayu dianggap terlalu berani. Dia mendobrak norma dan bicara hal yang masih tabu bagi sebagian besar orang Indonesia. Di novel itu, Ayu Utami bicara amat terbuka soal seks. Tak hanya berhenti di situ. Ayu masih terus menggebrak kemapanan di novel berikutnya, Larung dan Bilangan Fu.

Di Bilangan Fu, ada persoalan yang dengan masif ingin didobrak perempuan kelahiran Kota Hujan ini. Di antaranya, Ayu menggugat monotheisme dan militerisme. Apakah ini gambaran seorang Ayu Utami? Atau, dia hanya seorang pencerita yang sedang berkisah tentang orang lain sebagai sebuah fakta kehidupan?

"Apakah kau seorang pencari, pemberontak kemapanan yang sedang membongkar patriarki lelaki?"

"Apakah itu bagian inheren pemberontakanmu, mewakili kaum feminis?" tanya Samsul Arifin, anggota Klub Buku dan Film SCTV, kepada Ayu yang hari itu datang dengan "uniform"-nya, kaos tank top, celana panjang, dan syal tipis menutup lehernya.

Ayu menjawab serius tapi santai. "Orang bilang saya pendobrak. Tapi, saya bukan anti kemapanan," kata Ayu. Sesekali pula ia mengeluarkan kata-kata lucu dan menggelitik, terutama bagi kaum lelaki, membuat diskusi yang diikuti sekitar 20 orang itu penuh tawa dan menyenangkan. "Kalau ada yang tidak adil, maka perlu dibicarakan. 

Dan, pemberontakan bukan tujuan utama saya." katanya. Sosok berambut sebahu ini mengaku tak sedang melompat "pagar", karena sebenarnya dia tidak melihat adanya "pagar" di depannya.

Dari kecil, Ayu yang dididik dengan latar agama dan budaya yang kental melihat ada banyak ketidakadilan. Misalnya, untuk urusan bahasa. Saman, novel pertamanya yang mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta pada 1998 sebagai novel Roman Terbaik dan penghargaan dari Prince Claus Award 2000 dianggap mendobrak tabu karena menggunakan kata-kata kotor. "Latar belakangnya adalah adanya ketidakdilan pada perempuan. Di level bahasa salah satunya. Sebagai bangsa kita ingin tampak bermoral tapi melampaui batas, dan justru malah tak adil," katanya.

Ia mencontohkan moralitas berlebihan itu salah satunya ada di kamus bahasa Indonesia karangan Purwadarminto terbitan era '70-an. Di itu, orgasme diterjemahkan menjadi kemarahan. Orgi dipaparkan sebagai sebuah pesta keagamaan. "Ini sopan santun yang membuat kita tersesat," katanya. 

Ketidakadilan lainnya adalah penggunaan kata pelacur---yang supaya terdengar sopan---diganti dengan kata WTS atau wanita tuna susila. Padahal, menurut Ayu, justru sangat kasar terhadap kaum perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun