Segala hal di muka bumi ini pasti mengalami ‘kejadian pertama kali’. Pertama kali makan, pertama kali bersekolah, pertama kali berkenalan dengan teknologi. Bagi teknologi pun, pasti ada yang pertama kali. Teknologi canggih yang kita kenal saat ini tidak serta merta muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses yang sangat panjang. Kamera, televisi, komputer, telepon genggam, serta teknologi-teknologi modern yang ada kini, ditemukan pertama kali tahun 1800 sampai 1900-an, dan penemu alat-alat ini berjasa besar karena telah mempermudah hidup manusia saat ini.
Berbanding lurus dengan perkembangan teknologi yang berkembang dan berjalan dengan cepat, kebutuhan manusia juga semakin bertambah. Kehadiran teknologi yang semakin pintar dan membuat segala sesuatu menjadi cepat dan efisien, menjadikan smanusia dapat menjalani kehidupannya dengan lebih praktis. Penemuan dan pengembangan metode baru ini sekaligus juga menunjang kehidupan manusia dan membawanya ke arah yang lebih baik.
Idealnya, kehadiran teknologi yang berkembang dari luar negeri akan menjadi pemicu perkembangan teknologi dalam negeri juga. Hal ini telah berlangsung sangat baik di beberapa sektor, contohnya adalah penemuan Go-Jek, GrabBike, dan GrabTaxi. Namun disisi lain, teknologi juga seakan menghambat kemandirian masyarakat dalam negeri untuk mengembangkan teknologi karena sudah dimanjakan oleh teknologi dari negara luar. Masyarakat Indonesia masih bergantung dengan adanya teknologi negara luar yang tampaknya lebih mudah dimengerti. Masalahnya terletak pada mental sebagian besar masyarakan di negara ini.
Bicara tentang teknologi, satu hal yang tak lepas dari perhatian kita adalah telepon pintar dengan sistem operasi iOs. Perusahaan Apple Inc. adalah perusahaan multinasional yang memproduksi barang-barang elektronik dengan sistem operasi ini. Dari tahun ke tahun, Apple sukses menarik perhatian masyarakat seluruh dunia dengan peluncuran smartphone andalannya; iPhone. Mulai dari iPhone 3G, 4s, 5, 5s, 6, dan pekan lalu, Apple merilis 'senjata' barunya yaitu iPhone 6s.
Harus diakui, fitur canggih iPhone 6 seperti iPhone 6s fitur yang sederhana ketajaman kameranya membuat masyarakat khususnya di Indonesia berbondong-bondong ingin membeli iPhone 6s ini. Selain karena alasan fitur dan spek, masyarakat membeli iPhone demi menaikkan gengsi mereka. Sebagian orang menganggap memakai barang elektronik yang canggih dan terbaru penting karena,bagi mereka, gaya itu adalah hal nomor satu sehingga seringkali, kebutuhan utama seperti sandang dan pangan malah dikesampingkan dan dianggap tidak lebih penting dari iPhone. Masyarakat melihat iPhone bukan menjadi kebutuhan tersier lagi, melainkan kebutuhan primer yang harus dipenuhi.
Contoh kasus yang ada antara masyarakat dengan iPhone cukup banyak. Dalam website rimanews.com penulis menemukan kasus berkaitan dengan isu ini, dimana pada tahun 2012 seorang anak rela menjual ginjalnya demi membeli iPad 2 dan iPhone. Di tahun 2014, seorang remaja terjebak di got saat mencoba mengambil iPhone-nya. Petugas pemadam kebakaran akhirnya dipanggil untuk menolong pria itu.
Disamping kebutuhan pemenuhan gengsi, perlu disadari bahwa dengan harga Dollar yang mulai meninggi, Iphone 6s dapat dikatakan merogoh dana yang sangat banyak. Apalagi, smartphone terbaru dari Apple ini memang dibanderol dengan harga yang cukup tinggi. Satu unit iPhone 6s 16 GB dihargai 649 Dollar AS yang jika dirupiahkan menjadi sekitar 9,2 juta Rupiah. Ironisnya, harga dollar yang telah berhasil menembus Rp14.200 tidak menjadi penghalang bagi para pecinta teknologi berbasis smartphone keluaran Apple ini. Banyak dari mereka lebih menyukai alat elektronik mewah ketimbang pemenuhan kebutuhan lainnya.
Abraham Maslow (1937-1951), dengan teori kebutuhannya, melihat kebutuhan manusia menjadi empat bagian seperti piramida. Lapisan paling bawah dan yang paling pertama adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini adalah kebutuhan penting manusia seperti pemenuhan kebutuhan oksigen, minum, energi, makan, tidur, dan lain-lain. Pada lapisan kedua ada kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan. Di sini, manusia membutuhkan rasa aman dari sakit, kecelakaan, atau peristiwa alam, serta perlindungan psikologis seperti ancaman dari orang asing. Kebutuhan ketiga adalah kebutuhan akan rasa cinta. Manusia butuh rasa untuk dicintai dan mencintai, menerima kasih sayang dari keluarga, sahabat, dan pasangan. Pada lapisan paling atas, terdapat kebutuhan aktualisasi diri. Ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri yang penuh.
Kebutuhan aktulisasi diri ini masuk dalam diri manusia ketika melihat dan mendengar tentang teknologi yang canggih. Mereka tidak dapat menahan diri untuk tidak memiliki barang-barang mewah tersebut. Takut ketinggalan zaman juga seringkali menjadi alasan mengapa mereka harus cepat-cepat mempunyai barang serba baru. Ketika mereka tidak mendapatkannya, mereka gelisah sehingga memunculkan ide-ide diluar pemikiran mereka. Seringkali, ide-ide ini dapat bersifat negatif seperti melakukan pencurian, perampokan, bahkan korupsi.
McLuhan juga melihat bahwa teknologilah yang membentuk perilaku manusia itu sendiri. McLuhan melihat bahwa perubahan komunikasi manusia membentuk eksistensi kehidupan manusia. Teknologi sering digambarkan sebagai sebuah instrumen yang menjadi “pemberontakan yang melawan masyarakat manusia”( Winner dalam Gerald Sussman 1997: 25).
Namun, kita tidak dapat menimpakan semua kesalahan pada teknologi. Barang-barang tersebut akan menjadi sarat guna apabila digunakan seperlunya, tanpa harus memaksakan sesuatu yang sebenarnya tidak bisa kita lakukan, contohnya dalam hal pembelian iPhone. Jadilah bijak, kontrol teknologi, jangan sampai teknologi mengontrol kita.