Hari ini saya terkejut dengan sikap anak didik saya. Sejak do'a pembuka kegiatan sampai mengerjakan tugas-tugas dan do'a pulang, mainan pistol-pistolan anak tidak mau lepas dari tangannya. Ketika saya ajak bicara, ia hanya memandang saya sambil memainkan pistol mainan yang ia pegang. Saya maklum dengan kejadian ini. Ya, pasti gara-gara televisi lagi.
Tidak hanya kali ini saya menemukan gejala-gejala seperti ini. Saat berbagai televisi menayangkan berita-berita tentang kematian Alda Risma dan berbagai lika-liku permasalahannya. Ada wali murid yang meminta saya membantu menenangkan murid saya karena selalu merasa ketakutan berlebihan di rumahnya. Wali murid saya itu seorang dokter. Beliau mengeluh bahwa anaknya harus selalu didampingi di rumah dari aktivitas mandi, belajar, tidur, dan bahkan saat melintas ruang keluarga tempat orang-orang dewasa menonton acara televisi bersama-sama ia bergidik dan selalu berusaha untuk meninggalkan ruangan itu. Anehnya, saat orang-orang dewasa menonton perkembangan kasus Alda Risma tersebut ia selalu ingin ikut menonton.
Pernah juga saat para anggota dewan kita yang terhormat melakukan aksi angkat kursi dan main labrak, hal serupa juga dilakukan oleh murid-murid saya. Saya melihat bagaimana mudahnya pembelajaran budi pekerti yang selalu kita tanamkan pada diri murid-murid saya hilang begitu saja dengan adanya tayangan yang tidak mendidik tersebut.
Hari ini, lihatlah gambar ini !
(Foto:dokumen pribadi)
Sejak do'a pembuka pistol mainan ini harus selalu ada di depannya. Biasanya ia kalau membawa mainan dari rumah, selalu membolehkan Ibu guru untuk menyimpannya dulu saat kegiatan belajar mengajar. Baru pada saat waktu bermain atau setelah do'a pulang sekolah, mainan tersebut dikembalikan lagi kepada anak.
Lalu lihat juga yang ini !
(Foto:dokumen pribadi)
Ia hanya mau mengerjakan tugas-tugas dari guru hanya dengan cara ini, yaitu pensil tulis ia masukkan ke dalam pistol mainan tersebut lalu digunakan untuk memberi tanda check atau contreng. Pada saat mewarnai ia keluarkan pensil tulis tersebut dan diganti dengan pensil warna. Mungkin kesulitan juga ketika mewarnai yang membutuhkan tekanan pada pensil, ia hanya sebentar mewarnai gambar dengan menggunakan pistol-pensil hasil kreasinya tersebut.
Ya, anak memang lucu dan saya pun terus terang tersenyum dan tidak dapat menahan geli dengan sikap dan tingkah laku murid saya tersebut. Namun hati saya juga merasakan miris luar biasa. Saya tidak mau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada murid-murid kami kelak. Murid-murid yang selalu kami bimbing dan pada diri mereka kami tanamkan berbagai aspek pengembangan mereka agar dapat menjadi anak yang berguna, akhirnya mencontoh berbagai hal tidak patut dari kotak persegi panjang yang disebut televisi.
Memang berita dan perkembangan informasi sangat dibutuhkan, saya mengakui itu. Saya tidak dapat membayangkan berada di tempat yang dimana saya tidak mengetahui dan tidak dapat mengakses berita-berita yang saya butuhkan. Hanya saja, tidak semua tayangan baik untuk segala umur. Saya sendiri lebih merasa "serius" jika menonton berita-berita dan hal-hal "serius" pada saat tengah malam dibanding berita-berita dan hal-hal "serius" yang ditayangkan pada siang atau sore hari. Apalagi kalau berita "serius" itu ditayangkan dalam format infotainment, saya lebih merasa itu sebagai sebuah dagelan (he hee).