Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ocean of Love – Carmenta

15 Mei 2010   18:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:11 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

[caption id="attachment_141844" align="alignleft" width="231" caption="Sumber:google.com"][/caption]

Tahun baru Islam merupakan moment istimewa di sekolah tempat Mustapha Alchemy mengajar. Ayahnya, Alchemy Yusuf Mobareq biasa mengadakan acara up-grade guru dan tahun ini akan diadakan di sebuah wisma tidak jauh dari villa keluarga Alchemy yang terletak di tengah kebun teh. Oh ya, aku belum menceritakan masalah ini. Memang sering Mustapha menanyakan apa pendapatku tentang nepotisme. Ternyata Ia adalah anak dari direktur utama sekaligus owner sekolah tempat Mustapha mengajar. Sekolah ini berpusat di Yogyakarta dan telah memiliki cabang di berbagai daerah. Acara up-grade ini diikuti oleh guru-guru utusan dari sekolah di daerah-daerah tersebut.

Nepotisme menurutku bukanlah sebuah masalah serius asalkan orang tersebut dapat bertanggung jawab dengan tugas dan kewajibannya. Bahkan lebih bagus lagi kalau orang tersebut memiliki kinerja yang labih bagus dari pada yang lain. Mustapha aku nilai mampu melakukan itu. Mustapha akan mengajarkan lagu apa, pada 3 bulan yang akan datang Ia pasti tahu dan telah mempersiapkannya. Ia juga membuat lagu yang liriknya Ia buat bersama dengan anak-anak di kelas musik. Musik tidak hanya untuk musik. Mustapha mengintegralkan dengan materi bahasa, kognitif, fisik motorik, dan materi lain.

Pada acara up-grade guru Mustapha diminta untuk melatih kemampuan bermusik para peserta utusan daerah dan yang lebih menyenangkan aku akan diajak serta di acara tersebut. Tidak sabar aku menunggu saat-saat itu. Tahun baru Islam tidak ada jadwal kuliah. Phoebe dan Jeremy di undang oleh Cathy di acara tunangannya dengan Anthony. Aku dan Mustapha hanya bisa memberikan sebuah kado spesial dan ucapan selamat untuk mereka berdua.

Saatnya tiba. Kami harus sampai disana jam 04.00 AM. Dari Yogyakarta kami berangkat jam 09.00 PM. Agak melelahkan namun waktu aku manfaatkan sebaik-baiknya untuk beristirahat. Di villa keluarga Alchemy menurut Mustapha ada perpustakaan yang buku-bukunya bagus, setidaknya buatku. Mustapha tahu mana buku yang sesuai dengan seleraku dan pasti perpustakaan itu akan mampu menenggelamkan perhatianku selama disana.

Aku satu mobil dengan Zachija Simic dan Anisa Alchemy. Zachija Simic adalah koordinator kontingen Yogyakarta. Dia kepala sekolah tempat Mustapha mengajar. SementaraAnisa Alchemy adalah kakak Mustapha. Mereka perempuan-perempuan hebat dan cekatan. Entah suplemen apa yang mereka minum, semalam suntuk mereka tidak tidur semenitpun dan pagi hari kami sampai di villa fisik mereka tetap bugar meski kesibukan telah menanti mereka.

Up-grade dilaksanakan selama 2 hari 3 malam. Semua peserta perempuan single berada di kamar-kamar utama villa bagian depan. Peserta yang telah berkeluarga masing-masing mendapat kamar di villa bagian belakang. Guru pria single tidak ada masalah karena hanya Mustapha, Ia akan tidur satu kamar dengan Ayahnya. Aku berada satu kamar dengan Syareeva, Ibunda Mustapha dan Sameera, adik perempuan Mustapha. Ibunda Mustapha jauh lebih menarik kalau mengenalnya secara pribadi. Sameera juga lebih bisa diajak berbincang seru denganku kalau kami berada di dalam kamar.

Aku baru saja selesai mandi. Para guru telah berada di dalam wisma. Aku akan menuju ruang perpustakaan yang berada di dekat aula, tapi gambar siapakah itu ? Aku menuju ke sebuah gambar besar di dinding aula, Nicostrata (Carmenta). Manusia ataukah dewi mitos perempuan itu ? Sudahlah, yang pasti Ia adalah metafora perempuan yang hebat.

Di dalam ruang perpustakaan gairah membacaku meluap-luap. Ahaa….koleksi buku-buku bagus yang banyak sekali.

“ Are you feeling in?” Wajah Anisa muncul dari pintu masuk perpustakaan. Aku hanya mampu tersenyum lebar. Tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulutku.

“ Ann, buku politik di sudut sana…” Kata Anisa sambil tersenyum.

“ Aku membaca semua buku yang aku anggap bagus “. Jawabku singkat.

“ Aku percaya, kamu pernah diam-diam masuk kuliah di kelas filsafat pendidikan juga, kan ? “ Tanya Anisa.

‘ Hahahaa, kamu mengetahuinya….? “ Aku tertawa mengingat kejadian itu.

“ Mustapha yang cerita. Saat itu kamu memilih kursi di dekat pintu agar mudah kabur kalau di usir, kan ?” Kami tertawa bersama.

“ Hal gila apalagi yang ingin kamu lakukan, Ann ?”

“ Aku ingin masuk kuliah di kelas penyutradaraan ”.

“ Ada jalan kesana ?” Tanya Anisa sambil mengernyitkan keningnya.

“ Kemarin waktu di ajak Mustapha ke kampus seni. Aku ada kenal dengan mahasiswa jurusan teater”.

“ Kamu serius mau belajar itu ?” Tanya Anisa, serius.

“ Nggak serius, sih…Ingin tahu saja.” Jawabku ringan.

“ Nggak ‘gitu. Kalau kamu mau disini juga ada guru yang dari jurusan teater. Cuma dia model orang yang tidak mau setengah-setengah. Ssst.. Ann, disentuh dia kamu bisa jadi artis lho..” Suara Anisa terdengar lebih pelan dari sebelumnya.

“ Anisa, aku sekedar ingin tahu. Aku tidak ada bakat. Seperti kegiatan seni yang lain. Kalau orang berbakat bisa melakukan dengan sempurna cuma butuh waktu 3 hari aku harus mempelajarinya selama 3 bulan “.

“ Kalau begitu, kamu jadi guru TK saja. Bagaimana ?”

“ Aku?” Aku masih tidak percaya dengan tawaran Anisa.

“ Iya, Ibu kamu guru TK juga ,kan ?” Bibir Anisa tersenyum. Senyum persuasif.

“ Iya, sih…” Aku menarik nafas yang tiba-tiba terasa berat.

“ Bagaimana ? Oh, ya..aku mengganggu acara membacamu ya. Aku ke wisma dulu. Pikirkan tawaranku tadi, adik manis. OK ?” Aku mengangguk.

Beberapa detik Anisa meninggalkan ruang perpustakaan, aku masih termenung. Aku menjadi guru TK ? Guru TK harus menguasai banyak lagu, dapat membedakan nada murni dan menghubungkan nada-nada lepas. Aku tidak mau tergantung pada Mustapha untuk hal-hal itu. Namun kalau aku ada bakat musikalitas bukankah aku dapat melakukan itu semua dengan cepat dan sempurna ? Apakah aku memiliki bakat musikalitas itu ? Aku harus mendapatkan buku tentang ini…..

Jari-jariku mulai memilih buku yang aku anggap sakti untuk membantu menyelesaikan masalahku. Nah, ini dia ! Wouter Paap, saduran J.A. Dungga “ Ke ArahPengertian dan Penikmatan Musik”.

“ Orang yang dengan mudah dapat menerima sebuah melodi, dan dapat menghafalnya dalam waktu yang singkat, atau bisa menyanyikannya, itu menunjukkan bukti yang lebih berharga tentang musikalitas seseorang dari pada orang yang hanya dapat menyebutkannada-nada dengan lancar tapi kurang perasaan terhadap hubungan antara nada-nada itu.”

Aku menjadi agak tenang, aku lumayan bisa untuk yang ini. Tapi…. Kalau melodi itu masih di atas kertas sedangkan aku tidak bisa membedakan nada murni dan tidak ada alat musik yang aku kuasai ? Aku cari jawaban di halaman berikutnya….

“ …perasaan terhadap kemurnian nada, walaupun itu merupakan karunia yang indah, namun aneh sekali. Orang yang dalam hal ini lekas tersinggung seharusnya berkeberatan sekali terhadap piano, sebab piano menurut aturan talaan-melayang-sama dengan sengaja ditala seluruhnya, sedikit kurang murni…”

Disebutkan juga disitu alat musik klavikor dan suling lurus yang tidak gemilang kemurnian nadanya. Aku masih belum tenang. Aku harus mencari buku yang lebih sakti dan tentunya lebih tebal dari buku ini. Tiba-tiba…

“ Ann….” Mustapha sudah berada di dalam ruang perpustakaan ini.

“….Baca buku apa ?” Mustapha mendekat.

“ Musik, he ‘eh…” Aku agak gugup.

“ Mengapa memangnya ?” Mustapha menatapku tajam. Lalu Ia berkata…

“ Aku tahu kamu tidak menguasai alat musik, satupun….” Aku menunduk. Aku seperti sedang didakwa dengan tuntutan lebih lama dari umurku.

“ Musik apa yang sering kau dengarkan dan selalu indah kau nikmati meski itu berulang-ulang kau putar ?”

Serenade milik Schubert dan Minuet milik Bach..” Jawabku pelan.

“Kalau karya Mozart ?” Jawabanku ternyata belum cukup.

‘ Tidak ada yang khusus. Kalau sedang ingin mendengarkan ya aku putar satu CD penuh…” Huh, mengapa karya terbaik justru tidak aku beri tempat yang spesial…

“ Itu sudah lebih dari cukup, Ann. Debussy mengatakan bahwa penggemar musik yang sebenarnya selalu percaya terhadap kemampuan keindahan untuk memperbaharui diri. Brahms juga pernah mengatakanbahwa dari musik terbaik lah kita dapat mereguk sebanyak-banyaknya, tidak hanya mendapatkan tetesan-tetesan belaka. Karya-karya Schubert dan Bach adalah termasuk diantara karya terbaik itu. Ann, tantangan pendidikan setiap tahun berbeda…”

“ Aku tidak sepandai Mom dalam membedakan nada murni..” Aku memotong penjelasan Mustapha, terpaksa.

“ Bisa jadi senjata yang kau gunakan lebih efektif untuk menyelamatkan anak didik pada masa sekarang ini” Mustapha tetap sabar melanjutkan kata-katanya. Ponsel Mustapha berbunyi.

“ Ya…..” Jawab Mustapha. Ia berbicara dengan orang yang menelponnya. Lalu…

“ Ayah meminta aku ke wisma. Makan siangmu sudah ada dikamar, Ann. Emmm, menurutku kamu terlalu pintar untuk berperang hanya dengan menggunakan bambu runcing “.

“ Tapi kalau berperang, aku pasti masih menggunakan bambu runcing”. Aku tegas mengucapkan kata-kata itu. Memang demikian kenyataannya.

“ Tapi tidak hanya menggunakan bambu runcing, kan ?” Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata Mustapha.Ya, memang demikian pula kenyataannya. Mustapha sudah tahu rahasiaku.

“ Yang penting siap membekali anak didik, itu saja !” Telunjuk Mustapha ikut memberi penekanan pada ucapannya.

Hari kedua di kebun teh ini aku diajak Anisa Alchemy untuk mengikuti semua kegiatan peserta up-grade. Materi hari itu adalah Pengembangan Kurikulum dan Pengelolaan Kelas. Pada malam hari kami berdiskusi tentang psikologi anak usia dini yang dikaitkan dengan ayat-ayat di dalam kitab suci.

Hari ketiga. Pada jam 09.00 AM sudah ada beberapa peserta guru yang kembali ke daerah asalnya mengajar. Aku menuju ke aula. Aku pandangi lagi gambar Nicostrata (Carmenta). Aku tidak menyadarikalau Ayah Mustapha, Alchemy Yusuf Mobareq telah berada di sampingku.

“ Bagaimana, Ann….Siap menjadi guru Taman Kanak-Kanak ? “ Tanya Beliau tiba-tiba. Aku terkejut juga mendengarnya tapi aku harus segera memberi jawaban. Beliau tidak suka dengan orang yang ragu-ragu.

“ Siap, saya siap menjadi guru TK. Bismillah….” Jawabku tenang dan tegas. Mungkin karena tatapan Beliau yang teduh jadi aku tidak perlu panik mempersiapkan jawabanku. Tiba-tiba dari dalam kamarMustapha berlari menghambur ke arahku.

“ Mustapha !” Ayah Mustapha masih melarang Mustapha memelukku. Aku tertawa melihat Mustapha yang salah tingkah. Ya, memang belum ada ikatan resmi diantara kami. Aku menarik nafas pelan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun