Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Cabang Olah Raga Resmi dan Tidak Resmi?

3 November 2014   04:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414940569257986362

[caption id="attachment_371482" align="alignleft" width="300" caption="gambar: www.shutterstock.com"][/caption]

Sangat menarik ide untuk membuat 40 lapangan bulu tangkis di 13 kota lalu perlukah sepak bola juga mendapatkan kebijakan serupa padahal prestasi sepak bola kita masih belum begitu stabil.Bulu tangkis Indonesia sudah terbukti mampu berbicara di dunia internasional bahkan belum lama di salah satu turnamen sudah mulai ada pula atlet bulu tangkis putera yang berasal dari tanah Papua. Ini membuktikan bahwa memang ada keseriusan untuk bagaimana caranya bulu tangkis kembali bangkit bahkan telah menjangkau daerah yang sebelumnya belum tersentuh mengingat lumbung bulu tangkis memang selama ini berada di  Pulau Jawa.

Sepak bola kita atau bisa jadi juga beberapa cabang olah raga kita masih sangat membutuhkan tangan-tangan yang serius mau mengembangkannya. Saya masih ingat saat belajar di sekolah kita hanya beberapa kali praktek lempar lembing. Betapa saya ingin cabang olah raga tersebut juga diperlombakan apalagi di event-event besar itu juga diperlombakan. Anak sekolah di daerah tidak hanya diperkenalkan dengan kasti, bola volley, atau gerak jalan. Maaf, bukankah tidak ada cabang olah raga kasti di olimpiade . Bahkan sampai saat menonton Steffi Graff di televisi, saya pun masih rancu mengenai bola yang digunakan. Kita yang salah menggunakan bola tenis untuk digunakan saat kasti di kelas rendah atau Steffi Graff yang salah karena bermain tenis menggunakan bola kasti. Untuk lomba gerak jalan menurut saya itu bisa dimasukkan pada jalan cepat. Namun sekali lagi, saya merasa sayang mengapa lempar lembing atau tolak peluru yang notabene olah raga "resmi" justru kurang mendapatkan perhatian. Bisa jadi ini hanya terjadi di daerah saya namun demi melihat bagaimana prestasi cabang-cabang olah raga resmi yang membawa nama negara kita sepertinya memang ketidakseriusan itu memang ada di seluruh Indonesia. Sekali lagi, maaf.

Olah raga sepak bola memiliki catatan tersendiri. Dari pengalaman saya pribadi ketika diminta untuk melatih sepak bola anak usia 5-6 tahun, masih banyak anggapan bahkan di kepala para guru bahwa setiap anak laki-laki pasti bisa bermain sepak bola. "Dipilih saja yang badannya besar dan kuat atau kecil tapi lincah lalu dibagi menjadi dua tim, langsung latihan ditandingkan". Kata mereka. Saya tanya,"Pelatihnya siapa?". Dijawab,"Anda". Lalu saya katakan," Saya punya proses sendiri untuk memilih maupun melatih mereka kalau memang ingin menjadi juara di saat lomba". Anak berpostur tinggi langsung saya tunjuk sebagai penjaga gawang meski iapun juga berlatih menendang bola lurus kedepan. Anak-anak lain saya seleksi dengan melihat tendangan bola mereka. Tegas bahkan saya mengatakan pada mereka jika tidak serius maka saya akan menyiapkan kartu kuning dan kartu merah saat pelanggaran terjadi. Sanksi terberat adalah akan saya ambil kembali nomor punggung mereka dan tidak saya ikut sertakan dalam lomba. Akhirnya tim kami meraih juara satu dan beberapa gol terjadi dengan operan yang cantik namun bukan cuma itu yang menjadi satu-satunya tujuan saya. Piala bisa jadi hanya akan mendapatkan debu namun membuka pandangan bahwa sepak bola membutuhkan skill yang harus melewati masa pembinaan dan latihan, itu jauh lebih penting. Jika sepak bola hanya dipandang bahwa semua laki-laki pasti bisa melakukannya, jangan salah...saya perempuan dan bisa jadi saya lebih paham tentang sepak bola. Jadi bisa dikatakan bahwa urusan sepak bola jika mau berprestasi maka pemahaman tentang apa dan bagaimana sepak bola itu yang patut diubah.

Saya kurang begitu paham memang mengenai olah raga yang merupakan hiburan atau rekreasi dan olah raga untuk meraih prestasi namun Indonesia bukanlah bangsa kecil. Sudah sepatutnya prestasi kita terlihat oleh negara lain. Kita pun pasti bangga ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan mengiringi bendera merah putih yang dinaikkan saat atlet kita meraih medali emas. Namun jika yang lebih menjadi perhatian kita adalah olah raga yang bukan termasuk cabang resmi dalam arti cabang olah raga yang bisa dipastikan diperlombakan di event-event internasional maka bagaimana mungkin generasi muda Indonesia dapat meraih prestasi. Tahu dan kenal olah raga tersebut juga belum tentu.

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita bersama dan sedikit banyak bisa membuka mata kita bahwa apapun yang direncanakan dan terprogram dengan baik pasti akan mendapatkan hasil yang lebih baik. Selain itu merubah pola pikir kita tentang olah raga itu sendiri akan memudahkan kita untuk tahu bagaimana pola terstruktur yang harus dijalani untuk mendapat hasil yang lebih baik tersebut. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun