"Aku harus melihat langsung bagaimana gajah itu. Saat malam purnama aku harus mengintipnya." Kata Prana dalam hati.
*****
Malam purnama sungguh sangat di tunggu oleh Prana. Pada malam purnama pertama ia berhasil keluar rumah melalui jendela kamarnya saat ibu dan ayahnya telah terlelap tidur. Mulut Prana ternganga melihat gajah ajaib itu turun dari atas langit sana. Bermula hanya sebuah titik yang terbang menuju taman istana dan semakin mendekat mulai terlihat bentuk gajah itu seutuhnya. Hal yang mencengangkan adalah gajah itu tidak memakai kaca penutup kepala. Mata Prana tidak berkedip menyaksikan gajah itu berpindah dari pucuk daun satu ke pucuk daun lainnya, dari pohon satu ke pohon lainnya di taman istana itu dengan nyaris tanpa suara.
Dua malam purnama berikutnya Prana hanya bisa menggigit jari. Ia benar-benar tidak bisa keluar rumah. Prana tidak tahu apakah ayah dan ibunya telah mengetahui bahwa ia telah menyelinap keluar saat purnama pertama atau tidak. Kedua orang tua Prana sekarang lebih ketat menjaga Prana agar tidak sampai keluar rumah saat malam purnama meski Prana sebenarnya memiliki keinginan lebih besar dari pada sekedar mengintip gajah dari bulan itu. Prana ingin ikut gajah itu ke bulan! Kecepatan terbang gajah itu luar biasa. Lebih dari 11 km per detik. Prana akan ikut gajah itu ke bulan lalu akan ikut kembali ke bumi saat gajah itu akan kembali untuk makan pucuk daun di taman istana. Untuk ke bulan Prana akan meminjam kaca penutup kepala pada guru IPA. Prana pernah melihatnya di laboratorium sekolah istana. Prana lupa bahwa jika gajah itu mengetahui bahwa ada manusia yang melihatnya maka ia akan langsung kembali ke bulan dan tidak akan pernah kembali lagi.
*****
Malam purnama pada bulan berikutnya adalah malam yang sangat ditunggu-tunggu oleh Prana. Dua malam purnama pertama Prana bersikap sangat penurut di rumahnya. Ia bahkan minta untuk tidur bersama ayah dan ibunya. Tidak ada kecurigaan dari ayah dan ibu Prana bahwa anaknya ingin mengintip gajah ajaib di taman istana. Pada malam ketiga purnama Prana meminta izin kepada ayah dan ibunya untuk belajar kelompok bersama teman-temannya di rumah salah seorang teman. Ia telah belajar tentang kaca penutup kepala dan itu akan dijelaskan di hadapan teman-temannya. Rumah temannya itu berlawanan dari arah jalan menuju taman istana sehingga ayah ibu Prana tidak terlalu khawatir. Ayah dan Ibu Prana benar-benar bangga pada Prana. Prana mencium tangan ayah ibunya karena mengizinkan ia keluar rumah malam itu. Sambil membawa kaca penutup kepala, Prana melangkahkan kaki keluar rumah. Awalnya terlihat berat namun kemudian ia bergegas meninggalkan rumahnya.
Dengan berjalan memutar dan mengendap, Prana sampai di taman istana. Gajah itu telah mulai memakan pucuk-pucuk daun. Berdebar-debar hati Prana ketika memasangkan kaca penutup kepala yang ia pinjam dari laboratorium sekolahnya melalui perantara guru IPA ke kepalanya. Ia betulkan sekali lagi posisi tas di punggungnya. Tas yang berisi buku-buku kesukaannya, mainan, dan jajanan. Ketika gajah itu telah bersiap terbang, Prana segera keluar dari persembunyiannya. Gajah itu sangat terkejut dan mengeluarkan suara keras. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Prana melompat dan tangannya hanya dapat meraih ekor gajah ajaib tersebut. Ada suara teriakan yang melarangnya. Keluarlah sosok guru IPA yang mengajar Prana.
"Prana, itu berbahaya! Lepaskan pegangan tanganmu!" Namun Prana tidak peduli. Prana tetap memegang erat ekor gajah. Ikut terbang bersama gajah ajaib ke bulan. Saat terbang itu Prana melihat betapa ramai para ilmuwan istana di atas atap laboratorium istana. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang sama besar dengan yang dimiliki oleh Prana. Hanya saja mereka menyaksikan gajah ajaib dari bulan dengan menggunakan teropong di atas atap laboratorium istana. Tidak mengintip dari balik benteng taman istana seperti yang dilakukan oleh Prana.
Lalu bagaimana keadaan gajah dan Prana di bulan? Kasihan sekali, gajah ajaib itu telah mati kelaparan. Prana merasa menyesal sekali. Prana sudah bosan dengan mainan yang ia bawa. Ia juga memakan jajanan yang ia bawa sedikit demi sedikit agar tidak cepat habis dan melewatkan waktu dengan membaca buku di bawah sebuah pohon berukuran besar namun kering. Saat malam purnama mudah-mudahan kalian bisa melihat pohon besar yang kering itu. Dibawahnya itulah Prana sedang membaca buku sambil sesekali menyaksikan kita yang berada di bumi. Prana benar-benar rindu dengan kedua orang tuanya. Ia akan meminta maaf kepada ayah dan ibunya namun ia berharap ada manusia dari bumi yang bisa menjemputnya untuk kembali ke bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H