[caption id="attachment_185879" align="alignleft" width="236" caption="Kakap Merah (Sumber:google.com)"][/caption] Seperti saat menyanyikan lagu kebangsaan yang selalu dimulai dari bait terakhir. Kehidupan rumahku tidak jauh berbeda dengan itu. Semua seakan-akan bermula dari adik bungsuku, Jonas. Sudah banyak yang terjadi dan ini yang terakhir saat Ibuku mengeluhkan kondisi tubuh beliau yang terasa pegal,penat, dan sangat lelah. " Mom seperti saat aku ambruk dulu," sahut Jonas dari ujung telepon. Jonas telah menjalani diet golongan darah bersama istrinya, Hannah. Jonas sendiri sekarang mengajar di Univ. of Temple sementara Hannah sebagai kepala perpustakaan Temple kota. Tempat bekerja yang sangat memungkinkan untuk mengakses berbagai jenis buku. Aku yakin Hannah pasti setiap hari menyempatkan waktu untuk melihat daftar buku-buku kesehatan terbitan terbaru. " Tunggu next weekend, aku akan kesitu. Akan aku bawakan bahan makanan yang dibutuhkan sesuai golongan darah Mom dan buku-buku tentang menu-menu untuk panduan yang dirumah," sambung Jonas. Ugh ! Sampai aku sudah pegang setir colt-ku, Jonas masih saja mengoceh tentang menu, arti penting, netral, dihindari, non sekretor...... " Jonas,iya ya...ini aku akan berangkat kerja dulu. Simpan ceritamu untuk weekend saja. OK,bye..." Terpaksa aku tutup pembicaraan. Mudah-mudahan dia bisa mengerem mulutnya dan tidak meneruskan ocehannya tentang golongan darah pada rekan sekantornya. Sambil menyetir aku perhatikan colt-ku yang aku percayakan pada laki-laki paruh baya tetanggaku, Larry. Dia orang kepercayaan Ibuku dan ternyata juga bisa aku percaya. Dia merawat colt ini dengan baik meski colt ini biasa dipakai untuk membawa penumpang ke pasar desa dua kali dalam satu minggu, mengangkut pupuk ke ladang, dan bahkan mengangkut ternak, colt ini tetap bersih dan segar.Sabtu kemarin saat aku menyetir pulang kerja juga ada 3 ekor kambing yang dipaksa meringkuk dibawah jok belakang. Beruntung sekali aku mempunyai tetangga sebaik Larry. Aku sudah hampir sampai di halte depan kantor pos tempat aku biasa berpindah dari colt ini ke bus yang akan membawaku ke Shinevalley. Larry sudah menunggu disitu dengan beberapa calon penumpang. Rajin sekali dia, Tuhan memberkati.. Kontak mobil aku lempar ke arah Larry dan dia tangkap dengan cekatan. Aku tutup sebagian mulutku sambil menggumam dan mataku ku kedip-kedipkan penuh arti ke arahnya. Larry mengangguk-angguk sopan. Dia paham maksudku," Sabtu depan kalau bisa uang setoran ditambah ya.." Selama 5 hari aku kembali sibuk dengan tugas-tugas sekolah sebagai guru taman kanak-kanak. Sore dan pagi biasanya aku telepon ke rumah untuk menanyakan kondisi Ibuku yang tidak kunjung membaik. Beruntung ada kerabat di Palang Merah yang mengecek golongan darah Ibuku yang ternyata A sama dengan kakak perempuanku, Sarah. Namun aku tidak habis pikir diet sudah dijalani juga sudah diberi obat pendamping, Glucophe, gula darah Ibuku masih naik dari 249 menjadi 277. " Kakap merah !" jawab Jonas. Aku langsung telepon Sarah dan ternyata Jonas sendiri sudah langsung memberi instruksi padanya. Josh, kakak laki-lakiku yang masih dalam perjalanan pulang dari kuliah dipaksa putar balik ke arah pantai. Jam 3 sore kapal-kapal besar banyak yang datang membawa ikan-ikan dari laut dalam. Pasti banyak juga ikan kakapnya. Paling bagus kakap merah kata adikku, dibanding kakap putih atau kakap hitam. Di Shinevalley ini aku juga mencari informasi obat-obat yang aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Maria yang menyewa kamar di sebelah kamar yang aku sewa sering aku jadikan korban dari pertanyaan-pertanyaanku. Bertahun-bertahun dia belajar obat-obatan, kuliah di Farmasi sebagai pertanggungjawaban akademik dia harus bisa menerangkan jenis-jenis obat dan indikasi-indikasinya. Sambil membuka kitab-kitabnya yang tebal Maria detail menjawab pertanyaan-pertanyaan awam dari mulitku. Kulit Maria putih bersih, rambut panjang, dan cara bicara yang lembut, ah...beruntung sekali Paul yang akan memperistri sahabatku ini Agustus yang akan datang. "Annemarie, aku boleh ke kamarmu ?" teriak Carol, tetanggga lain kamarku. "Yeaa, thanks Maria. Aku ke kamar dulu. Apa tadi Glucove kan? Glicove pakai 'v' bukan 'ph'....." aku mengulang-ulang nama obat yang Maria sarankan sementara Maria manggut-manggut melihatku sontak berdiri karena teriakan Carol. Aku suka hidup ala Carol, selalu gembira, happy namun segala permasalahan bisa terselesaikan secara tuntas,sistematis, dan dia selalu punya strategi jitu. Sambil kedua tangan menyangga laptop yang ia bawa, kaki Carol menendang-nendang pintu kamarku yang tertutup sementara mulutnya menyanyi asal-asalan. Sebenarnya pintu kamarku tidak aku kunci namun tangannya tidak bisa membuka kaitan pintu. Begitu pintu aku buka langsung ia menyelonong masuk. Aku dan Carol biasa mengerjakan tugas bersama kadang di kamarku,kadang di kamarnya. Ngobrol dengan Carol juga enak mungkin karena kami sama-sama jomblo, single. Maria sekarang sibuk berkomunikasi dengan Paul melalui ponsel untuk persiapan wedding party sementara tetangga kamarku yang lain Aisha sedang hamil muda dan penyakit manjanya sering kambuh jadi sering ditunggui oleh suaminya. JC, Juliet Castro yang foto model sering syuting video clip dan pemotretan. Kata Maria dia belum lama juga mendapat tawaran peran utama di film layar lebar. Sangat jarang ia di rumah sore seperti ini. "...viva forever,i'll be waiting,ever lasting..." Mulut kami tak henti mengikuti lagu Spice Girls dari radio di kamarku. Tangan Carol sibuk diatas keyboard laptopnya. Mataku masih menelusuri kalimat-kalimat dari buku " DIABETES" karya D'Adamo. " Buku apa itu, Ann..?" tanya Carol. " Ini...," kataku sambil aku sorongkan sampul buku yang ku baca ke arahnya. " Kakakku juga membelikan aku buku karya D'Adamo, segelnya belum aku buka sampai sekarang. Hidup yang penting kan polanya. Pola hidup, pola makan, pola pergaulan, pola kerja, dan pastinya pola pikir calon suami, hahaahaaa....," tawa kami memenuhi kamar terutama pada ujung kalimat Carol. Yeeaah ! Sabtu pagi aku sudah berjalan di trotoar ini. Mau mampir sebentar ke apotik untuk membeli obat diabetes, Glocove. Wah, ternyata lumayan mahal. Tidak apa-apa lah, yang penting Mom sembuh. Bus yang aku naiki lumayan penuh. Masih kurang 10 menit bus berangkat. Suara penyanyi Agnes Monica melolong-lolong dari penjual VCD/DVD di serambi toko. Tiba-tiba suara Agnes berganti suara ceramah seorang ustadz.Mungkin ada yang akan membeli VCD/DVD itu dan sedang di coba suaranya. " Berbaktilah pada orang tua......," Bla bla bla...entah bagaimana rangkaian kalimat sebelumnya sampailah ustadz itu pada cerita... "...Imam Ghazali saat akan menulis buku, banyak lalat yang merubung karena menggunakan tinta dari tinta cumi-cumi. Akhirnya Sang Imam merelakan tinta tersebut dimakan lalat-lalat itu baru kemudian sisanya untuk menulis..." Tepat saat itu di kerudung putih seorang Ibu yang duduk di depanku ada kutu busuk yang berjalan mondar-mandir. Kalau sampai di kulit Ibu itu pasti gatal sekali. Aku pencet kutu busuk itu, darah segar lansung mengalir dan menodai kerudung itu. Aku panik sambil menoleh ke sekeliling.Oh, tidak ada yang memperhatikan aku.... Aku melihat lagi ke kerudung itu, ada lalat yang sedang menghisap darah kutu busuk tadi sampai yang tertinggal hanya warna kuning lemon. Bus mulai berjalan, pikiranku kembali pada ceramah ustadz tadi.Hhmm, mungkin karena dihisap oleh banyak lalat tulisan Imam Ghazali menjadi kabur seperti bekas darah kutu busuk tadi. Ah, sudahlah.... Agak mengantuk juga 20 menit duduk di dalam bus. Sampai di halte depan kantor pos, Larry belum muncul katanya baru mengantar anak taman kanak-kanak renang bersama. Tidak lama, baru 5 menit duduk, colt warna hijau muda itu sudah berhenti di depanku. Larry pindah ke belakang sementara setir ganti aku yang memegang. Colt aku jalankan agak pelan. Hanya 7 km sebenarnya sampai di rumahku namun aku seperti masih mencari kemungkinan jawaban selain Glucove dan pola. Di jalan aku hanya mendapat 3 orang penumpang, tepatnya 3 orang anak perempuan. Larry sendiri tadi sudah membawa 2 orang penumpang sebelum setir berpindah ke tanganku. Ketiga anak itu pasti kakak beradik. Seperti materi meronce untuk anak usia 4-5 tahun yakni hanya 2 pola,merah-putih-merah-putih....anak yang paling besar berambut coklat mata berwarna hijau. Adiknya berambur blonde dengan mata berwarna biru. Si bungsu seperti kakak sulungnya, berambut coklat mata berwarna hijau. Kalau mereka memiliki adik pasti akan seperti anak kedua yaitu berambut blonde dengan mata berwarna biru. Di depan sebuah toko buku terdengar suara bel tanda ada penumpang yang akan turun.Colt aku hentikan. " Thanks,Kakak....," Kata Si anak sulung sambil menyerahkan 3 lembar uang ke tanganku. " Ya, sama-sama. Besok naik lagi ya?" Jawabku ramah. Mereka bertiga mengangguk. Dua penumpang berikutnya turun di dekat alun-alun. Larry lalu pindah ke depan di sebelahku. Sampai di depan rumahku, Larry menyerahkan amplop berisi uang setoran dan catatan pemasukan pengeluaran. Uang setoran sudah dikurangi gaji untuk Larry sendiri. Amplop aku buka, aku ambil 3 lembar uang lalu ku serahkan pada Larry.Itu untuk ketiga anak Larry yang masih kecil-kecil. " It's OK,thanks...Kalau ada apa-apa besok aku telepon," kataku sambil aku jabat tangan Larry. " You're welcome, Ma'am..." kata Larry dengan sopan. Dalam masalah uang Larry selalu memanggilku Madam, tidak Miss. Menurut Ibuku itu tanda dia bisa menghormati kita dan telah bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab. So, as a boss kita juga harus bisa menghargai jerih payah dan keringatnya. Colt kembali berjalan, baru besok sore colt itu dibawa kesini dalam keadaan bersih. Setengah berlari aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamar Ibuku. Disana sudah ada Jonas, Hannah, Sarah, Ninov suami Sarah, Josh, Sabrina istrinya Josh, dan satu lagi mungkin temannya Jonas. Dia seorang dokter, aku lihat dari peralatan yang ia bawa. " Senang bertemu anda, " Aku menjabat tangan dokter itu. Kami berkenalan. " Saya juga senang bertemu anda. Ibu Nona Ann tekanan darah normal, semuanya sehat yang perlu diturunkan hanya gula darahnya. Itu pun harus pelan-pelan," kata dokter itu ramah. " Kalau obat ini bagaimana, Dok?" tanyaku sambil menunjukkan Glucove yang aku ambil dari dalam tasku. " emmm, ya..bagus. Ini saya buatkan resep untuk vitaminnya. Silahkan dibeli di apotik dekat sini," Tangan dokter itu kemudian membuat tulisan cakar ayam di notes yang ia bawa. Malam hari aku tidur di samping Ibuku. Ibuku bercerita kalau sudah 3 hari ini hanya makan oat, kakap merah, jamur, talas, dan buah pear lokal yang tidak terlalu manis. Itupun setelah matahari terbenam dan sesudah bangun tidur jam 03.00 dini hari. " Apakah Mom puasa ? " tanyaku . Mom menggeleng menurutnya hanya yang Senin dan Kamis yang diniatkan puasa karena puasa ada ketentuannya, Senin-Kamis, selang-seling 1 hari puasa 1 hari tidak atau puasa bulan purnama. Agar berpola, katanya, antara makanan, air, dan udara. Satu minggu telah berlalu. Ibuku sudah meminum Glucove dan 2 vitamin dari dokter. Kondisi My Mom membaik. Jamur, talas, dan buah pear kadang diganti menu lain sesuai golongan darah A yang dibuatkan oleh Sarah. Menu tetap adalah oat dan kakap merah. Kakap merah membuat badan terutama dada terasa hangat menurut My Mom. Aku buka pintu lemari pendingin bagian atas dan aku ambil 1 ekor ikan kakap merah. Josh kemarin memang membeli 3 ekor kakap merah ukuran besar. Aku orang sosial dan tidak tahu-menahu tentang zat-zat atau kandungan gizi apa yang ada di dalam daging ikan kakap merah. Aku hanya tahu, itu sangat bermanfaat untuk kesehatan dan pemulihan kondisi fisik Ibuku. Seandainya ikan kakap merah adalah seorang pria pasti dengan sangat yakin aku akan mengatakan, te amo....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H