[caption id="attachment_240847" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi (Smbr Gmbr : http://www.sumintar.com/wp-content/uploads/2009/01/korban-perang-israel-300x199.jpg)"][/caption]
Topik paling populer hari ini adalah Malaysia. Saya tidak suka kekerasan, saya juga sama sekali tidak setuju dengan aksi beberapa saudara kita yang sampai harus melemparkan kotoran manusia saat demonstrasi. Untuk hal-hal semacam itu saja saya gundah, apalagi samapai harus perang. Terserah, mungkin banyak yang akan bilang sikap saya ini tidak nasionalis atau terlalu permisif atau mungkin juga pengecut. Saya siap jika ada yang harus mengatakan julukan itu, yang pasti saya tidak suka perang.
Setuju jika yang dimaksud adalah bersikap tegas, namun sangat tidak sepakat jika harus kokang senjata. Sepaham jika memang harus melontarkan protes, namun amat sangat malu saya jika harus melemparkan tinja.
Perang. Bagi saya itu sebuah kata yang begitu menakutkan. Bukan masalah nyali tentang mati, saya bisa perkirakan saya barisan terakhir yang mati jika ada perang Indonesia dengan Malaysia. Secara geografi, saya sekarang lagi di Papua. Bodoh benar angkatan bersenjata Malaysia jika yang harus diserang duluan adalah Papua.
Saya iseng bertanya pada mereka yang udah gatel banget ingin perang. Siapa yang duluan mati jika perang itu terjadi? TKI. Saudara-saudara kita yang saat ini sedang mencari rejeki di sana adalah korban pertama. Percayalah, itu yang akan terjadi.
Jika benar-benar ingin menyelamatkan bangsa, jika keinginan untuk mengganyang Malaysia itu sudah sedemikian hebatnya dan tidak terbendung lagi. Mohon kiranya mereka yang sedang berapi-api itu untuk sejenak saja meredakan amarahnya. Tidak lama, beberapa bulan saja, atau paling lama 2 atau tiga tahun.
Anda-anda yang saat ini marah dan juga yang tidak marah, silahkan panggil satu persatu saudara kita yang ada di Malaysia sana. Buka lapangan kerja dan pekerjakan mereka dengan gaji yang layak dan bersaing dengan gaji di Malaysia. Bikin warung atau toko, jadikan mereka karyawan kalian dan gaji mereka dengan upah sekian juta perbulan. Dirikan pabrik atau perkebunan-perkebunan, undang mereka jadi pekerja dan transfer uang ke rekening mereka belasan juta per bulan.
Selama saya, anda dan juga yang katanya pelindung warga negera itu tidak mampu menyediakan hal-hal serupa itu dan masih saja ‘mengemis’ minta tolong kepada tetangga agar para pengangguran yang ada di sini di angkut ke seberang dan ‘dipelihara’ oleh mereka. Niscaya perseteruan semacam ini hanya akan menghadirkan kekalahan di pihak kita.
Para TKI itu menghidupi keluarganya yang ada di Indonesia, para perantau itu adalah tulang punggung keluarga, dimana dari keringatnya di seberang sana keluarganya yang ada di tanah Indonesia ini bisa makan, bisa sekolah, bisa tersenyum bahagia.
Jika disulut pertikaian ini, jika harus didengungkan pekikan kebencian dan harus beradu pukul. Maka bersiaplah melihat ribuan, mungkin juga pulahan ribu atau bahkan ratusan ribu saudara kita harus kehilangan mata pencahariannya. Dan tidak hanya sampai disitu, bersiaplah juga untuk menyaksikan sanak keluarga mereka yang kehilangan pekerjaan itu akhirnya merana.
Saya orang pesimis dan tidak nasionalis? Mungkin saja. []
------
Tegas itu bukan kokang senjata. Apalagi lempar tinja. Tegas itu dingin kepala dan tak ragu bela negara [Najwa Shihab]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H