Pilpres. Bagi sebagian orang, pemilihan presiden adalah sebuah momentum dimana harapan untuk lebih baik tersulut kembali. Bagi sebagian lainnya anggap ini adalah sebuah perjuangan akan masa depan, ada pula yang mengatakan ini sebagai pelampiasan akan suara hati yang lama terbendung.
Rakyat menentukan pilihannya, ada yang menyimpannya rapat-rapat dan hanya diutarakan lewat kertas suara nantinya, dibilik kecil itu. Ada juga yang kemudian memilih sedari awal menyerukan dengan antusias tentang siapa yang akan dia pilih nantinya. Semua punya tujuan masing-masing, atau mungkin tanpa tujuan jelas, hanya ingin melampiaskan saja.
Diantara kita ada yang kemudian dengan suka rela, mendermakan dirinya, waktunya dan bahkan uangnya demi jagoannya dipilih banyak orang nantinya, kemudian jadi pemenang. Ikut secara aktif mengusahakan tokoh yang dipujanya bisa menjadi ‘juara’ dalam kontestasi politik.
Peran serta secara aktif ini kadang juga dilakukan dengan tanpa sadar oleh sebagian besar orang. Mereka awalnya menentukan pilihan dan berharap apa yang dipilihnya juga dipilih orang lain dan dikemudian hari jadi pemenang. Karena rasa sukanya, mereka kemudian seperti juga ikut berkampanye. Entah dengan sadar atau tidak, apa yang mereka lakukan memang cendenrung seperti kampanye. Mereka kemudian memasang status di media sosial yang mereka miliki, ikut berperan aktif dalam diskusi-diskusi informal yang ada di internet maupun saat nongkrong di warung kopi.
Di sini mulai ada yang menurut saya kurang tepat. Entah ini karena kurangnya komunikasi atau memang secara sosial sudah jadi kebiasaan bahwa banyak diantara para pendukung-pendukung itu lebih suka mengabarkan, menyebarkan atau mengeksploitasi kekurangan rival dibading mengkomunikasikan keunggulan idolanya.
Silahkan dicek di media sosial atau obrolan-obrolan ringan di warung kopi, semua di dominasi oleh isu-isu tentang ras, soal agamanya capres, mengenai surat nikah dan lain sebagainya yang menurur saya kurang substantif. Komunikasi-komunikasi yang ada hampir sebagian besar tentang hal-hal buruk capres.
Apakah ini tidak perlu? Sampai pada titik tertentu hal seperti itu memang penting, akan tetapi jika sudah medominasi obrolan dan berita yang ada di ruang public, maka hal itu juga jadi sangat risih.
Harus diakui bahwa ada sebagian dari rakyat ini sangat apatis terhadap proses demokrasi yang ada di negeri ini, mereka menganggap bahwa politisi-politisi itu busuk semua. Dibagian lain juga, ada rakyat yang hingga detik ini belum menjatuhkan pilihannya, akan diarakan ke mana suaranya nanti saat Pilpres.
Dua jenis rakyat ini juga harusnya jadi perhatian para pencari suara, gimana caranya untuk merayu dan meyakinkan mereka untuk memberikan suaranya pada pihak yang didukungnya.
Bagi saya di sini letak masalahnya. Jika cara-cara komunikasi kepada public didominasi seperti yang saya gambarkan diatas, lebih banyak dikuasai tentang isu-isu negative para Capres maka ini ibaratnya kita meyuguhkan kepada rakyat tumpukan bangkai busuk, lantas kita suruh rakyat memilih daging mana yang paling baik.
Apakah saya berlebihan memberikan perumpamaan? Mungki saja. Hanya saja tolong juga dipahami jika kita berada pada posisi sebagai orang yang belum menentukan pilihan atau sudah memandang negative tentangpolitikus-politikus? Alih-alih tokoh yang anda unggulkan dipilih, yang ada malah semakin menjauh dari hiruk pikuk proses pemilihan pemimpin Negara ini.
Saya mungkin terkesan membesar-besarkan masalah, akan tetapi bisa dibuktikan sendiri. Tengok saja twitter, facebook dan beberapa media sosial lainnya. Silahkan kalkulasi sendiri, berapa banyak bahan kampanye yang menggunakan isu negative rival dibanding tentang program-program kerja yang ditawarkan Capres?
Para pendukung atau penggembira sekarang lebih hafal mengenai sisi buruk kubu seberang dibanding tentang tawaran-tawaran positif dari kubu yang didukungnya. Mereka lebih mengerti tentang aib rival dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Capres pilihannya terhadap pendidikan, kelauatan, perikanan, kesehatan dan lainnya yang sebenarnya kedepan itu jauh lebih substantive. []
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI