Sebelumnya saya ingin tekankan kepada siapapun yang membaca tulisan ini, bahwa saya adalah orang awam yang tidak punya dasar pengetahuan apapun tentang Blackberry atau apapun yang berhubungan dengan polemik yang sedang berkembang di masyarakat tentang pernyataan yang di keluarkan oleh salah satu Menteri di Republik ini, Tifatul Sembiring.
Apapun yang saya tulis nantinya hanya berdasar pada logika sederhana saya saja. Sebuah kesimpulan yang lahir dari pertanyaan-pertanyaan di kepala saya yang memang tidak pintar ini.
-----
[caption id="" align="alignleft" width="292" caption="ilustrasi (Sumber : http://anwararis.files.wordpress.com/2008/11/blog-desainer-mulut.jpg)"][/caption]
Sebelum kasus Blackberry ini, saya sempat menyinggung tentang pola komunikasi bapak Menteri komunikasi kita ini. Beberapa bulan yang lalu, beliau tersandung kasus tentang AIDS dan homoseksual. Lelucon beliau dianggap tidak lucu dan bahkan telah menyinggung banyak orang, terutama mereka yang terinfeksi HIV.
Sebagai pejabat publik, tingkat kehati-hatian dalam berucap itu adalah faktor penting. Karakter pribadi sesorang juga mempengaruhi hasil akhir sebuah pernyataan. Misalnya, saya sekarang cuma senyum-senyum saja kalo mendengar atau membaca berita soal “penyataan aneh” dari seorang Ruhut. Biar bagaimanapun, Ruhut berhasil menciptakan sebuah karakter yang melekat di benak masyarakat (dalam hal ini saya) bahwa dia memang orangnya yang suka ceplas-ceplos dan kadang malah menyakitkan bagi beberapa orang. Bukannya saya bermaksud memaklumi penyataan Ruhut, kontroversi yang ditimbukan oleh kata-katanya memang patut untuk dipertanyakan, namun bagi saya itu hanya angin lalu. Ruhut ya emang begitu.
Disamping itu, Ruhut lumayan jago dalam beretorika. Saya sering menganggap dia pandai berkelit dan berargumen ketika dia terjebak dalam kubangan polemik yang dia ciptakan. Sebagai penonton diluar panggung saya menganggapnya itu lucu, dan jika dilihat dari kacamata “ilmu bersilat lidah” Ruhut merupakan pendekar kelas wahid.
Bagaimana dengan Tifatul Sembiring?
Beribu-ribu maaf sebelumnya harus saya sampaikan kepada bapak Tifatul dan juga mungkin pada penggemarnya. Saya harus akui, cara komunikasi Menteri komunikasi kita ini masih kelas rendahan dalam dunia politik Indonesia. Masih ingatkan soal kasus mirip Ariel yang sampai-sampai dia menggunakan analogi Yesus dan Isa? Kemudian masih belum bisa kita lupakan bagaimana rancunya jawaban beliau soal pernyataanya mengenai perempuan Uzbek. Dan terakhir kita dibikin berpolemik soal Blackberry. Semua itu berawal dari ketidakjeniusan beliau dalam beretorika, ketidakmampuan beliau untuk mengolah argumen.
Ada sebuah poin yang saya simpulkan dari beberapa kali saya memperhatikan sebuat perdebatan. Poin itu adalah : dalam sebuah perdebatan anda boleh salah, namun anda akan menang saat anda mampu mengolahnya dengan beberapa jurus olah kata dan permainan retorika.
Saya menangkap bahwa Pak Tifatul Sembiring awalnya ingin “menyerang” Research in Motion (RIM) dengan dalil pornografi. Menurut saya, ada beberapa kemungkinan kenapa dalil ini yang dikedepankan. Salah satunya soal “citra”. Harus diakui bahwa pendukung blokir situs porno di negeri ini sangat banyak. Saya juga termasuk orang yang setuju dengan pembatasan akses situs porno (saya menggunakan kata “pembatasan” sebagai ganti kata “blokir”). Tifatul mungkin berharap bahwa dia akan mendapat simpati dari kelompok-kelompok orang yang pro pada program blokir-blokir itu.
Namun bagi saya itu merupakan blunder besar, “menyerang” RIM menggunakan jurus pornografi merupakan hal konyol dan sulit diterima akal. Kita gunakan saja logika ringan seperti yang di ungkapkan oleh salah satu orang yang ahli dalam bidang IT, Kang Onno W Purbo. Berikut petikan wawancara beliau yang saya ambil dari sebuah situs :
T : Seberapa urgent-kah pemblokiran situs porno di BlackBerry?
J : Sama sekali tidak Urgent.
Pengguna BlackBerry di Indonesia cuma 2 juta-an. Itupun sebagian besar sekali hanya untuk email, chatting, social networking. Kalaupun nge-web pasti sebagian besar untuk kerjaan. Mana enak sih ngelihat situs porno pake BB?
Akan lebih urgent. Memblokir situs porno dari akses Internet di sekolah, kantor atau WARNET. Ini saya dukung lah. Saat ini ada 240.000 sekolah memang baru 20.000-an yang ada Internet-nya. Tapi itu masa depan dari 46.5 juta anak bangsa. Saya pribadi melihat sekolah jauh lebih urgent daripada Blokir BB (BBB) untuk bangsa Indonesia.
T : Bagaimana sebenarnya penyensoran terhadap pornografi di BBM ini dilakukan oleh RIM, apakah hal ini mungkin dilakukan atau bagaimana?
J : Secara teknologi ini gak gampang lho. Buktinya beberapa operator Indonesia gak berhasil tu ngeblokir situs porno. Masih bolong tu akses ke situs pornonya. Gak percaya? coba aja iseng nge-web ke Google pake tu keyword esek esek seperti, MILF dll. keluar deh tu semuanya padahal katanya operator-nya nge-blokir .. gak juga tu...
Jadi gak fair aja BB di suruh ngeblok padahal operator sendiri gak berhasil. Kalau boleh saran, kerjain dulu lah Pekerjaan Rumah untuk memblokir situs porno di para operator. Ini aja gak beres,
Kalau dari sisi "legal". MENKOMINFO kalau berdasarkan UU Telekomunikasi di Indonesia mengatur operator telekomunikasi saja lho ...
Emang BB operator di Indonesia? perasaan BB kan cuma layanan proxy via HP. Layanan proxy sederhananya, BB akan menjadi perantara untuk mengambilkan sesuatu. Kita minta di ambil e-mail di yahoo.com, akan BB layani. Kita minta di ambil FB di faceboo.com, akan BB layani.
BB jelas-jelas bukan operator. BB jelas-jelas aplikasi di Internet. BB jelas-jelas pembuat HP bukan operator selular.
Jadi aneh aja sebuah layanan / aplikasi harus ngikut aturan operator ..
---
Penggunaan jurus pornografi ini banyak dikecam, bukan karena tidak mendukung pemblokiran situs porno, namun lebih pada ke-tidak-masuk-akal-annya. Saya melihat dari kalimat Kang Onno menunjukkan bahwa beliau mendukung blokir situs porno, akan tetapi sangat disayangkan dan penuh dengan kelemahan jika dalil itu yang digunakan untuk menekan pihak RIM.
Mengetahui hal ini, saya meperhatikan Pak Menkominfo kita ini mencoba banting setir. Mencoba mencari argumen dan dalil lain, mulai tentang nasionalisme, pajak dan bahkan lebih konyol lagi mengungkit tentang korban merapi.
Hal inilah yang membuat saya beranggapan bahwa pak Menteri memang kurang mampu mengolah isu yang berkembang, atau bisa juga beliau ini kurang mampu untuk mengkomunikasikan maksudnya. Seorang sahabat saya berpendapat bahwa agenda sesungguhnya pak Tifatul adalah soal pornografi, namun setelah dia tidak mampu mempertahankan argumennya atau mengetahui argumennya itu lemah maka dia mencoba menyulut wacana lain yang akhirnya melebar kemana-mana. Sahabat saya itu yakin jika saja soal pornografi itu tidak begejolak, pasti beliau tidak akan menyinggung soal pajak dan segala macam yang berbau nasionalisme itu.
Lebih parahnya, apa yang disampaikan beliau itupun ternyata menimbulkan “masalah” lagi. Sekali lagi terpaksa saya harus berkesimpulan bahwa Pak Tifatul ini kurang mampu dalam menyampaikan gagasannya, atau mungkin juga beliau sama sekali belum paham. Misalnya soal isu pajak, bahwa RIM mengeruk keuntungan tanpa memberikan kontribusi buat bangsa ini (baca : tidak ada pajak). Saya pribadi bingung dengan apa yang disampaikan oleh Pak Menteri ini, karena satahu saya saat membeli pulsa untuk aktifkan Blackberry Internet Service (BIS) sudah disebutkan bahwa pulsa tersebut sudah termasuk pajak. Kemudian saya juga menganalogikan dengan CNN, ESPN, HBO dan beberapa channel TV lain yang saya dapatkan setelah bayar pada indovision. Apakah CNN, ESPN dan lain-lain itu harus bayar pajak ke Indonesia karena mengambil iuaran dari saya yang Warga Negera Indonesia ini? ataukan pembayaran pajak itu “diwakili” oleh indovision.
Mohon maaf jika analogi saya salah. Mungkin membandingkan RIM dengan channel TV itu tidak benar atau kurang tepat, namun seperti itulah yang ada dibenak saya. Jika teman-teman yang mengerti tentang sistem perpajakan, mohon saya diberi penjelasan.
-----
Kembali ke soal cara komunikasi Pak Menteri ini. Sebenarnya saya mencoba menghindari menilai pernyataan Pak Tifatul ini dari sisi benar atau salah. Saya sesungguhnya berkeinginan untuk mengamati cara berkomunikasi Menteri Komunikasi kita ini.
Seperti yang telah saya sampaikan di awal tulisan ini bahwa bukan hanya sekali ini Pak Tifatul terjebak dalam polemik yang dia ciptakan sendiri. Saya sebenarnya tidak tega untuk menggunakan peribahasa ini : “Hanya keledai bodoh yang jatuh dua kali di lubang yang sama”.
Terlepas benar atau salah apa yang di ungkapkan oleh beliau, saya cuma berharap beliau mampu menganalisa ulang setiap apapun yang akan beliau katakan. Pak Tifatul di twitterland adalah masternya pantun, harusnya beliau mampu memilih kata yang baik dan mengolah bahasa layak agar tidak disalah pahami.
Kita tidak harus paham semua hal, jika memang belum terlalu menguasai, serahkanlah pada yang menguasainya. Sepengetahuan saya, setiap departemen atau kementerian punya divisi atau bagian humas atau minimal juru bicara (jubir).
Pak Tifatul tidak harus bicara langsung pada publik, serahkan saja pada staffnya untuk menjelaskannya. Kalau beliau masih “ngeyel” juga dan ngotot ingin bicara sendiri, maafkan saya jika saya menduga memang anda agenda politik dalam pernyataan beliau : citra. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H