[caption id="attachment_350274" align="aligncenter" width="298" caption="KOMPAS.com (Abdus Syukur)"][/caption]
Dua tahun yang lalu, 15 September 2008 menjadi hari duka bagi beberapa orang miskin dan mungkin juga hari yang memilukan bagi bangsa ini. 21 kehilangan nyawanya, meninggalkan kehidupan miskinnya. Mereka adalah sebagian dari pengantri untuk menerima zakat dari saudagar asal Pasuruan, H. Saykhon.
Kejadian yang memilukan umat Islam yang sedang menjalani ibadah puasa itu berawal dari keputusan Syaikhon untuk kembali menerapkan pola pembagian zakat masal. Pengusaha kulit dan peternak sarang burung walet tersebut mengundang warga ke rumahnya di mulut Gang Pepaya Jalan Wahidin Selatan, Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, untuk menerima uang tunai Rp 30 ribu per orang.
Undangan bagi-bagi duit di tengah ekonomi sulit seperti sekarang itu kontan menarik ribuan orang untuk datang. Apalagi, jumlah yang dibagikan tahun ini lebih besar daripada tahun lalu yang hanya Rp 25 ribu. Umumnya warga mendengar adanya pembagian uang Syaikhon itu dari mulut ke mulut.
Informasi yang saya kutip dari salah satu media saat itu menyebutkan bahwa awalnya pembagian zakat yang rencananya dilakukan di rumah H. Syaikhon dipindah ke Musholla Al Raudatul Jannah yang tak jauh dari tempat semula. Perubahan itu karena jumlah pengantri diluar perkiraan. Jumlah warga yang datang ke rumah H. Syaikhon diperkirakan mencapai belasan ribu orang. Angka persisnya simpang siur. Ada yang menyebut kerumunan manusia itu mencapai 30 ribu orang. Warga tidak hanya tetangga, namun ada yang dari luar daerah seperti Kediri dan Jember.
Memasuki pukul 09.15, hampir sekitar lima puluh orang telah menerima zakat. Usaha mereka berlomba terbilang cukup semangat untuk memasuki pintu masuk Musholla. Sebab, mereka harus berdesak-desakan dengan sesama penerima. Lama-kelamaan pun aksi dorong massa semakin brutal dan tidak terkendali. Mereka ingin cepat-cepat mendapatkan santunan zakat. Hingga akhirnya barisan depan yang berada di pintu Musholla semakin terhimpit. Ada yang menjerit kesakitan dan banyak juga yang menangis histeris.
Keadaan mejadi semakin kacau, mereka yang berada di pagar Musholla benar-benar terjebak dan terus terhimpit hingga akhirnya banyak yang jatuh pingsan dan terinjak.
Seakan tak bisa dihindari lagi, mereka yang terhimpit dan terinjak kehabisan nafas dan melayanglah nyawanya. Meskipun sudah ada yang meninggal dibarisan depan, aksi dorong masih tetap berlanjut dan susana jadi semakin tak terkendali. Korban terus bertambah.
Setelah aparat keamanan berhasil mengambil alih situasi, korban yang meninggal dan cidera dibawa ke RSUD dr Soedarsono Kota Pasuruan (RSUD Purut) yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kejadian. Ditetapkan 21 orang meninggal. Menurut pihak kelpolisian pada saat itu, mereka yang meninggal dikarenakan kehabisan oksigen, pingsan dan terinjak-injak.
-----
Pembagian “zakat maut” tersebut mendapat sorotan dari masyarakat. Hampir seluruh media nasional dan lokal saat itu mewartakannya. Kepolisian pun akhirnya memproses secara hukum tragedi ini. Malam itu juga pihak kepolisian memanggil beberapa anggota panitia pembagian zakat itu.
Kabar terakhir yang saya ikuti pertengahan tahun lalu menyatakan bahwa H. Achmad Faruk (anak dari H. Syaikhon) di vonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Pasuruan.
Ganjaran penjara tiga tahun diberikan karena yang bersangkutan dianggap telah lalai. Dia terjerat pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan meninggalnya orang lain, serta pasal 260 KUHP tentang kelalaian yang memyebabkan orang lain luka.
------
Sebagian orang kecewa dengan hasil keputusan itu, namun banyak juga yang menyatakan senang atas apa yang dilakukan aparat hukum kita itu. Keputusan itu paling tidak telah memberikan pelajaran bagi orang-orang lain yang akan melakukan hal serupa dengan H. Syaikhon untuk memperhatikan keselamatan orang lain.
Mengundang ribuan orang butuh perencanaan yang matang, selain memberikan zakat atau santunan, pihak pengundang juga wajib memberikan jaminan keamanan dan keselamatan.
Namun sayang, H. Saykhon ternyata belum bisa memberikan pelajaran yang sempurna kepada orang-orang kaya di negeri ini. Tentu belum hilang dari ingatan kita nasib Joni Malela sang tunanetra yang harus kehilangan nyawanya saat antri berdesakan untuk menjabat tangan orang nomer satu di negeri ini.
Akankah ada “Achmad Faruk” dalam kasus meninggalnya Joni Malela? []
Sumber Gambar : di sini dan di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H