[caption id="attachment_144680" align="alignright" width="300" caption="http://kabarnet.files.wordpress.com/2009/11/susno-duadji2.jpg"][/caption]
Hiruk pikuk berita, gegap gempita wacana tentang penahanan Komisaris Jendral Susno Duadji karena dianggap tersangkut kasus arwana masih saja menghiasi layar kaca dan berbagai media lainnya. Ternyata ini belum juga berakhir, masih ada gairah untuk “membakarnya” kembali. Terakhir adalah tentang “diusirnya” anggota DPR saat mengunjungi Susno.
Saat sedang berbincang-bincang dengan Susno Duadji, anggota Komisi III DPR RI tiba-tiba didatangi seorang penyidik. Penyidik yang bernama Tjiptono itu langsung mengusir anggota Dewan tersebut. "Maaf Pak, Pak Susno mau diperiksa, katanya. Sebentar lagi Pak, ini tinggal doa saja. Dijawab Tjiptono, maaf Pak ini harus segera," kutip anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah.
Menurut Fahri, kejadian tersebut merupakan salah satu contoh kesewenang-wenangan polisi. Dengan anggota dewan saja polisi bisa berbuat seperti itu, apalagi dengan rakyat. "Presiden pun bisa kita panggil. Apalagi polisi," jelasnya. di sini berita lengkapnya
Sampai tadi malam, salah satu stasiun TV masih “mempermasalahkan” kasus ini. Dibikin diskusi khusus tentang kejadian itu. Tadi pagi waktu ngopi di kantor, masih ada yang membahas tentang kejanggalan-kejanggalan penangkapan Jendral bintang tiga ini. Singkat kata, masih banyak yang tidak setuju dengan penangkapan ini dan kalau bisa meminta agar Susno dibebaskan.
Entah kenapa, kasus Susno ini masih saja tidak ada habisnya.
------
Sudah menjadi semacam hobi masyarakat kita, bahwa selalu hanya menyediakan dua ruang untuk memilah sesuatu kasus. Tidak bisa dipungkiri, bahwa sejak Susno berani ngoceh tentang kebobrokan institusi Polri secara otomatis masyarakat kita telah membagi dua kubu, Susno dan Polri. Bagi yang mendukung Susno, Pandawanya adalah Susno Duadji dan Polri dianggap sebagai Kurawa. Sebaliknya, bagi yang pro terhadap Polri, Susno adalah si Kurawa sementara Polri adalah Pandawa.
Generang perang opini telah ditabuh. Dan menurut pengamatan saya, yang menang sementara ini adalah kubu Susno. Banyak masyarakat yang akhirnya memilih untuk berada di pihak susno, dan menganggap Polisi adalah musuh.
Anggota DPR pun tidak berani menentang arus, karena Polisi terpojok oleh opini masyarakat dan Susno menjelma menjadi seorang Arjuna yang di elu-elukan masyarakat, maka DPR pun akhirnya ikut-ikutan melancarkan serangan juga ke Polri. Entah tujuannya membela suara rakyat atau sedang menjalankan agenda politik busuknya.
Sosno Vs Polri. Mungkin kalimat itu akan dibantah habis-habisan oleh Kapolri, namun kalimat itulah yang mau tidak mau saat ini sedang berada di kepala hampir setiap orang di negeri ini.
Bagi masyarakat (paling tidak bagi teman-teman saya yang pro-Susno), akan menganggap bahwa Polri adalah istitusi yang brengsek, tempat bersarangnya para markus. Susno dengan gagah berani berada di garda depan untuk menantang hal itu. Sehingga, merasuklah “virus” anti-Polri ke kepala masyarakat, dan terbentuklah opini bahwa Polri itu jelek, bahwa Polisi itu brengsek, bahwa Institusi itu adalah musuh bersama bangsa ini, Polri adalah Kurawa yang jahat dan patut untuk dilawan.
Ketika sang pahlawan itu ditangkap, ditahan, dijebloskan ke penjara oleh musuhnya, rame-rame pendukung sang pahlawan meminta agar pujaanya itu di bebaskan.
Kalau saya pendukung Susno, saya tidak akan meminta apalagi sampai tahap memohon kepada musuh agar membebaskan palawan saya. Malu rasanya, ketika sebuah “kekuasaan” yang saya tentang keberadaanya namun saya mintai tolong. Lebih baik mati tapi terhormat daripada hidup dari ampunan musuh.
Hehehe…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H