Mohon tunggu...
Layyna Aynalyakin
Layyna Aynalyakin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa S1

Seorang mahasiswa S1 Pariwisata di Universitas Gadjah Mada.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengenal Situ Gede Tasikmalaya

10 Desember 2023   08:52 Diperbarui: 10 Desember 2023   08:58 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Situ Gede oleh kerabat penulis

Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota kecil di provinsi Jawa Barat dan sering kali dianggap tidak memiliki destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi oleh masyarakat luar. Kota yang memiliki julukan ''Kota Santri'' ini melahirkan stigma sebagai kota sederhana yang membosankan. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, terdapat banyak sekali destinasi wisata hidden gems di Tasikmalaya yang tidak kalah menarik dengan kota-kota besar lainnya dan layak untuk dikunjungi setidaknya sekali seumur hidup. Seiring berkembangnya zaman, kota Tasikmalaya sendiri telah berkembang cukup pesat baik dari segi ekonomi, pendidikan, transportasi, sampai pariwisata.

Sebagian besar wilayah Tasikmalaya merupakan daerah perbukitan hijau yang memiliki tanah relatif subur, serta ketersediaan sumber daya air yang melimpah. Oleh sebab letak geografis tersebut, Tasikmalaya memiliki beragam kekayaan alam yang dijadikan destinasi wisata alam. Salah satu wisata alam yang menawan adalah Situ Gede.

Situ Gede terletak di antara perbatasan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, tepatnya di Desa Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, sekitar 2,5 sampai 3 km ke arah barat daya dari pusat kota Tasikmalaya. Nama Situ Gede sendiri diambil dari bahasa daerah setempat, yakni'Situ' yang berarti danau, dan 'Gede' artinya besar. Sesuai namanya, danau ini memiliki luas sekitar 47 hektar dengan kedalaman mencapai 6 meter. Angka tersebut terhitung cukup besar untuk ukuran sebuah danau, maka tak heran bila dinamai Situ Gede.

Danau ini diperkirakan mulai ada sejak tahun 1530 setelah Gunung Pancawanaya meletus. Letak pasti di mana keberadaan gunung tersebut masihlah menjadi misteri sampai sekarang. Ada yang menyebutkan gunung ini masih ada, hanya saja masyarakat terdahulu menyebutnya dengan nama lain sehingga keberadaannya semakin misterius. Saat Gunung Pancawanaya meletus, dari dalam tanah keluar air dalam jumlah besar sampai membentuk telaga. Telaga inilah yang kini disebut Situ Gede. Salah satu daya tarik dari Situ Gede adalah sebuah pulau yang berada di tengah-tengah danau. 

Di pulau tersebut terdapat Makam Eyang Prabu Adilaya, seorang tokoh penguasa di masa silam yang konon telah menjadi legenda bagi masyarakat Sunda. Hingga kini makamnya masih dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Terkait keberadaan makam tersebut, terdapat kisah di baliknya.

Seseorang yang bernama Eyang Prabu Adilaya ini merupakan penerus takhta kerajaan Sumedang yang tengah pergi berguru ke Mataram untuk menuntut ilmu agama. Ia pergi bersama istrinya yang bernama Nyai Raden Dewi Kondanh Hapa, beserta dua orang pelayannya,  Sagolong dan Silihwati. 

Setibanya di Mataram, Prabu Adilaya berguru dengan seorang kyai bernama Kyai Jiwa Raga. Sang guru sangat kagum dengan kemampuannya yang dengan cepat mampu menyelesaikan dan memahami semua proses pembelajaran yang diberikan. Dengan penuh harap, Kyai Jiwa Raga meminta agar Prabu Adilaya menikahi anaknya yang bernama Dewi Cahya Karembong untuk dijadikan sebagai istri kedua. Prabu Adilaya mulanya terkejut, tetapi pada akhirnya mengiyakan.

Setelah menikahi Dewi Cahya, Kyai Jiwa Raga meminta Prabu Adilaya untuk melanjutkan perjalanan menuntut ilmu agamanya di Tatar Sukapura. Perjalanan dari Mataram menuju Tatar Sukapura bukanlah perjalanan dekat, tetapi terasa lebih menggembirakan sebab anggota rombongan bertambah satu. 

Sepanjang perjalanan, Prabu Adilaya dan kedua istrinya terlihat bahagia dan baik-baik saja. Namun, setelah tiga bulan menikah, Dewi Cahya merasakan sesuatu yang hilang dari perannya sebagai seorang istri. Dewi Cahya lantas bertanya kepada Nyai Raden Dewi. Selama tiga bulan menikah, ia belum pernah melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri, dan ternyata Nyai Raden Dewi pun mengalami hal yang sama walau sudah setahun menikah.

Keduanya semakin lama merasakan ada ketimpangan dalam kehidupan perkawinan mereka, termasuk kehampaan dan kesepian. Mereka merasa telah disia-siakan sehingga keduanya memutuskan untuk membunuh Prabu Adilaya sebelum semakin sibuk menuntut ilmu agama lagi. Prabu Adilaya dibunuh dengan cara ditusuk tepat di dada oleh pusaka ketika malam hari. Jasadnya kemudian dibawa ke sebuah rawa-rawa tersembunyi dan kedua pelayannya,  Sagolong dan Silihwati, ikut dibunuh demi menghilangkan jejak. Ibu Suri Kerajaan Sumedang, ternyata merasakan sesuatu yang ganjal. Ia pun mendoakan keselamatan putranya, yang mengakibatkan naiknya air di sekitar rawa dan menyisakan pulau sebagai tempat Prabu Adilaya dimakamkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun