Mohon tunggu...
layyin yeprila ningrum
layyin yeprila ningrum Mohon Tunggu... Administrasi - Mengabdi dan Berkarya

Di Bawah Nuansa Hitam Putih

Selanjutnya

Tutup

Money

Pajak, Pandemi, dan Gen Z

5 Januari 2022   20:31 Diperbarui: 5 Januari 2022   20:35 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap warga negara wajib untuk melakukan bela negara, salah satunya dengan membayar pajak. Sesuai UU No.28 Tahun 2007 Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan untuk kemakmuran rakyat dan bersifat memaksa. Di Indonesia pajak menjadi penyumbang terbesar penerimaan negara. Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang sebagian besar dari pajak inilah yang digunakan untuk membiayai segala penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Contohnya adalah transportasi publik, pendidikan, pelayanan kesehatan, infrastruktur, penanggulangan bencana dan masih banyak yang lain.

Penerimaan pajak sangat terkait dengan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Apalagi berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Generasi Z telah mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total penduduk di Indonesia. Hal ini merupakan sebuah keuntungan mengingat Generasi Z, iGeneration atau generasi internet yang kini berusia antara 9 sampai 23 tahun ini sedari kecil sudah akrab dengan gadget dan perkembangan teknologi sehingga memudahkan dalam memberikan pemahaman dan pembelajaran mengenai perpajakan.

Generasi Z dapat dengan mudah mengakses berbagai situs dan platform digital dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan serta manfaat dari pajak yang diterima oleh negara. Seiring dengan meningkatnya jumlah Generasi Z maka berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja. Oleh karena itu pengenalan dan sosialisasi mengenai pajak harus dilakukan secara masif oleh pemerintah agar meningkatkan kesadaran para generasi penerus dalam membantu memenuhi hak dan kewajibannya. Selain pemerintah, peran Generasi X(kelahiran 1965-1980), Generasi Y (kelahiran 1981-1996) bahkan baby boomer (kelahiran 1946-1964) juga ikut menentukan dalam masa depan perpajakan karena akan menjadi contoh nyata bagi generasi-generasi selanjutnya.

Sebenarnya pengenalan mengenai pajak sendiri bisa dilakukan mulai dari lingkup yang paling dasar seperti keluarga dan pendidikan di sekolah. Misalnya obrolan ringan antara orangtua dengan anak tentang manfaat pembayaran pajak kendaraan bermotor dan program tax goes to school dimana siswa dan guru saling berinteraksi dan berdiskusi mengenai pajak. Apalagi dengan seiring perkembangan teknologi, media pembelajaran pajak akan lebih cepat dan efisien apabila disampaikan melalui berbagai platform media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter maupun Youtube. Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga pemerintah yang bergelut dalam perpajakan juga sudah berupaya untuk mendekatkan diri dengan masyarakat, misalnya dengan membuat beberapa slogan dan program pendukung kegiatan perpajakan. Sebut saja "Bangga Bayar Pajak", "Orang Bijak Bayar Pajak" hingga Gerakan Sosialisasi e-Pajak yang diharapkan selain dapat memberi wawasan melalui media sosial atau situs website untuk menanamkan kesadaran pajak bagi generasi masa depan tentang betapa pentingnya manfaat pajak juga sekaligus mempermudah masyarakat untuk mengurus administrasi yang berkaitan dengan pajak.

Sejak adanya wabah pandemi covid-19 yang terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia turut berdampak negatif pada perekonomian negara. Sehingga pajak menjadi salah satu aspek penentu yang sangat diharapkan dapat membantu memulihkan perekonomian dan pendapatan negara. Selain manfaat pajak yang sudah dibahas juga ada yang namanya kewajiban membayar pajak. Siapakah yang berstatus menjadi Wajib Pajak? Sesuai pasal 1 butir 2 UU KUP yang dimaksud Wajib Pajak adalah orang pribadi maupun badan sebagai pembayar, pemotong pajak serta pemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertanyaan selanjutnya yaitu apakah semua barang menjadi obyek pajak? Ada 6 yang menjadi Obyek Pajak antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN),Pajak Penjualan atas Barang Mewah(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bea Materai serta Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan pengalaman pribadi, setiap Wajib Pajak dapat dengan mudah membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib pajak) melalui situs djponline.pajak.go.id. Namun masyarakat yang memiliki kegiatan usaha juga dapat mendaftarkan diri Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wilayah kerja masing-masing. Selain itu dengan self assessment alias kesadaran diri sendiri dalam membayar pajak serta melaporkan pajak terutang memberikan dampak positif dalam sistem perpajakan sesuai dengan perundang-undangan.

Intinya, berbagai kemudahan dalam sistem perpajakan yang diberikan oleh pemerintah tidak akan berjalan maksimal jika masyarakat kurang taat dalam membayar pajak. Ditambah lagi dengan besarnya jumlah angkatan kerja Generasi Z yang akan menguntungkan jika bisa dihadapi dengan bijak dan tepat. Oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama yang baik antar semua elemen sehingga nanti diharapkan akan membuat realisasi penerimaan pajak dapat meningkat dengan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun