Mohon tunggu...
nur laila
nur laila Mohon Tunggu... -

saya mahasiswa UNS KAMPUS VI KEBUMEN.pgin jd guru yang inovatif dan kreatif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menganalisis Pembelajaran

8 November 2010   04:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:47 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah teori pembelajaran Amerika pada abad ke-20 terbentuk oleh sebuah arus besar yang mendominasi bidang ini, yang dikelilingi oleh tantangan dan dipelajari arah yang berlainan, menyerap sebagian tantangan tersebut ke dalam tradisi koneksionis atau penguatan yang dimulai oleh Thorndike dan terus berkembang.

Watson dan Guthrie berpendapat bahwa sesuatu yang dipelajari adalah respon dan stimulus respon merupakan inti dari pembelajaran. Sebaliknya, Tolman berpendapat bahwa respon adalah apa yang dipelajari. Apa yang dipelajari merupakan pengetahuan, keyakinan, dan pemahaman, dengan kata lain adalah kognisi. Akhir-akhir ini pendekatan kognitif semakin menguat, sehingga banyak orang berpendapat bahwa pendeketan kognitif telah menggantikan posisi koneksionisme. Teori idela yang diperjuangkan oleh para teoritis adalah yang mirip dengan gagasan Hull yaitu formal, akurat, konsisten secara internal, dan cakupannya luas sehingga meliputi seluruh topik pembelajaran dan motivasi.

Seperti apapun nantinya bentuk teori pada masa mendatang, kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya teori-teori yang ada sekarang. Teori-teori pembelajaran memiliki dua arti penting; pertama, teori pembelajaran menyediakan kosakata dan kerangka konseptual yang bisa digunakan untuk menginterpretasi contoh-contoh pembelajaran yang diamati; kedua, teori pembelajaran menuntun kita kemana harus mencari solusi atas persoalan-persoalan praktis. Teori memang tidak memberikan solusi, namun teori mengarahkan perhatian kita kepada variabel-variabel yang bermanfaat untuk menemukan solusi. Dengan demikian semua teori yang ada berfungsi memperkaya pemahaman kita terhadap situasi-situasi pembelajaran yang diamati dan membantu menemukan solusi atas problem pembelajaran praktis yang dihadapi.

ii

Analisis Belajar dalam Berbagai Teori

Belajar menurut teori Behaviorisme

Sebagaimana telah dikemukakanbahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat  dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Keberhasilan belajar menurut teori behavioristik ditentukan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon yang diterima oleh manusia. Mengajar atau mendidik perlu dilakukan dengan cara memperbanyak stimulus-respon yang dilakukan kepada siswa. Salah satu indikasi keberhasilan belajar menurut teori ini adalah adanya perubahan tingkah laku yang nyata dalam kehidupan masyarakat. Perubahan tidak dilihat dari perseptif intelektualnya saja, tetapi lebih pada tingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, tetap, pasti, dan tidak berubah.

Belajar menurut teori Kognitif

Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajarn adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Belajar juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan kompeherensif.

Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Belajar menurut teori Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan teori dari Piaget, dan merupakan bagian dari teori kognitif. Menurut teoti ini belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Konsekuensinya pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa. Penekanan teori konstruktivisme lebih pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan.

Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator atau moderator, artinya guru bukan sumber belajar yang utama dan tidak harus selalu ditiru. Dalam pembelajaran ini siswa harus aktif, kreatif, dan kritis. Secara rinci peran guru adalah sebagai berikut; Mampu membangun kemandirian siswa dengan cara memberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam memahami pengetahuan; Mampu membimbing siswa dalam memahami pengetahuan; Mengkondisikan sistem pembelajaran yang mendukung kemudahan belajar bagi siswa sehingga mempunyai peluang untuk memperoleh kompetensi.

Belajar menurut teori Humanistik

Teori humanistik menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Oleh sebab itu teori ini sifatnya lebih menekankan bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimiliki, baik dimensi kognitif, afektif dan psikomotorik.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.

Pergeseran Teori-teori Pembelajaran

Pola dasar pembelajaran yaitu mencontohkan bagaimana caranya belajar. Di sana akan terlihat bagaimana kita memposisikan diri untuk mendekati masalah dengan jalan tertentu, hal ini sangat membutuhkan perhatian terhadap petunjuk tertentu. Kekhususan petunjuk melalui perolehan menjadi salah satu aspek pembentukan pola dasar pembelajaran .

Secara umum pendidikan dapat dipandang sebagai pembentukan pola dasar pembelajaran. Dalam mengajar murid-murid kita tidak hanya memberikan koneksi stimulus-respon secara spesifik, melainkan juga memberikan pijakan yang diperlukan agar mereka bisa belajar secara berkelanjutan. Siswa tidak hanya diharapkan mampu menirukan jawaban-jawaban yang sudah pasti, melainkan diharapkan agar mereka mampu memecahkan berbagai masalah menggunakan apa yang telah mereka pelajari.

Peralihan para teoritisi dalam tradisi koneksionis ke arah kognitif juga mencakup pembahasan mengenai hal-hal yang dipelajari orang dari orang lain. Pada masa awal-awal teori koneksionisme orang lebih berfokus pada pembelajaran dengan tindakan. Banyak stimuli yang mempengaruhi prilaku kita yang berasal dari orang lain, dan salah satu cara kita bisa merespon stimuli ini adalah dengan memodelkan prilaku kita menurut prilaku orang lain (belajar dengan mengamati). Bagaiman belajar melalui pengamatan diperoleh? Bandura menunjuk pada empat komponen dasar yaitu: atensi, retesi, produksi, dan motivasi. Atensi berarti kita mempelajari peristiwa-peristiwa secara selektif. Retensi menunjukan bahwa apa yang kita pelajari tidak menghasilkan efek praktis kecuali kita mengingatnya cukup lama sehingga bisa menggunakanya. Produksi menunjukan bahwa mengamati prilaku orang lain tidak secara otomatis menghasilkan kemampuan untuk mengimitasinya secara akurat tetapi membutuhkan proses yang cukup lama. Motivasi menentukan bahwa belajar mengamati prilaku seseorang akan menuntun kita untuk mengimitasi orang tersebut.

Refleksi Pembelajaran Sekarang: Gaya Mengajar Guru di Kelas

Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi. Dalam proses pembelajaran ini guru dituntut mampu mengeksplor dan mengoptimalkan anak untuk ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selain anak akan merasa dihargai hak-haknya otak mereka pun juga semakin berkembang. Guru sudah seharusnya mengubah pembelajaran yang klasikal ke pembelajaran yang lebih kreatif, mengoptimalkan kemampuan otak anak dan menyesuaikan gaya mengajar sesuai dengan gaya belajar peserta didik.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan dalam pelaksanaan pembelajaran sekarang masih banyak guru yang mendominasi kelas, siswanya pasif (datang, duduk, dengar, berlatih, dan lupa). Guru memberitahukan konsep dan siswa menerima bahan jadi, minim sekali bahkan mungkin tidak ada kegiatan yang mengembangkan kreatifitas berfikir anak di situ. Demikian pula dalam program latihan, dari waktu ke waktu soal yang diberikan itu-itu saja belum banyak variasi. Soal hanya berkisar pada aspek mengingat dan memahami konsep yang sudah jadi dengan pertanyaan apa, mengapa, tentukan, atau jawablah. Jarang sekali pertanyaan yang sifatnya pengembangan kreativitas, misalnya soal dengan pertanyaan mengapa, bagaimana, selidiki, temukan, atau generalisasikan.

Penulis telah mencoba bertanya beberapa guru SD dan sesekali mengamati proses pembelajaran di kelas, sebenarnya seperti apa gaya mengajar guru-guru sekarang ini apa masih sama ketika penulis masih SD dulu atau sudah berubah. Dan ironisnya belum ada perubahan masih sama seperti dulu, guru datang menanyakan apakah ada PR bila ada mencocokan PR tersebut kemudian guru menerangkan materi, guru memberikan soal latihan kepada siswa terus ditinggal pergi. Guru kembali lagi mencocokan soal latihan bersama-sama kemudian menjelaskan materi berikutnya dan diakhiri dengan memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. Itulah rutinitas mengajar yang terjadi dan yang membuat miris, sekian banyak PR yang diberikan kepada siswa jarang sekali yang dinilai. Pekerjaan rumah tersebut hanya dicocokan bersama, tidak ada pemberian apresiasi terhadap kerja siswa. Siswa dan wali murid banyak yang menyesalkan hal tersebut, “Sudah capek-capek mengerjakan PR tidak dinilai”. Hal ini membuat siswa kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas-tugas selanjutnya.

Dari beberapa guru SD yang penulis tanya, ada satu guru dari sekolah yang berbeda mengatakan bahwa gaya mengajar di sekolahnya sudah ada perubahan. Disekolah tersebut sudah menggunakan teknologi dalam mengajar, sudah digunakan laptop dan LCD untuk memberikan contoh-contoh semi konkrit sehingga anak lebih mudah memahami dan menambah semangat anak untuk belajar. Guru tidak hanya ceramah dan memberikan tugas tetapi juga menerapkan metode lain dalam mengajar seperti inkuiri, diskusi, demontrasi, simulasi dan lain-lain. Misalnya untuk mata pelajaran IPA membahas tentang tumbuhan dikotil dan monokotil, setelah siswa diberi penjelasan tentang konsep tumbuhan dikotil dan monokotil kemudian siswa diajak ke lapangan mengamati secara langsung macam tumbuhan yang ada dan mengamati ciri-cirinya, selanjutnya siswa disuruh mendiskusikan tentang data-data yang mereka peroleh dan diakhiri dengan membuat kesimpulan serta melaporkannya di depan kelas.

Kebanyakan yang masih berpegang teguh pada gaya mengajar klasikal adalah guru-guru senior, mereka beranggapan bahwa perubahan itu untuk kaum muda-muda saja, “Sudah tua sudah mendekati pensiun ga’ neko-neko lah, buat yang muda-muda saja yang masih semangat”. Sementara yang junior mau melakukan perubahan mendahului senior merasa “rikuh pekewuh”. Semangat untuk berubah cukup tinggi tapi tidak adanya dukungan membuat si guru-guru senior jalan di tempat, malah cenderung mengikuti gaya mengajar yang senior. Mengajar hanya untuk memenuhi kewajiban saja, datang untuk mengajar bukan membelajarkan siswa.

Sebenarnya perubahan bukanlah sesuatu yang mustahilsiapapun dapat melakukan perubahan, berinovasi dalam pembelajaran merubah gaya mengajar yang klasikal menjadi lebih kreatif. Perubahan bukan hanya tugas guru junior tapi semuanya mengemban tugas tersebut. Agar perubahan itu bisa terwujud harus ada kerjasama dari semua pihak yang terkait, harus ada kesadaran bahwa perubahan itu sangat perlu mengingat semakin pesatnya arus globalisasi. Perlu disadari bahwa keberhasilan mengajar sesungguhnya adalah bagaimana seorang guru bisamembuat siswanya belajar, guru mampu membelajarkan siswa. Guru harus mengetahui gaya belajar setiap anak didiknya dan memberikan model pembelajaran sesuai dengan gaya belajar mereka.

iii

Teori-teori pembelajaran terdahulu masih tetap ada dalam pembelajaran sampai saat ini, model atau gaya pembelajaran yang ada sekarang ini seperti PAKEM, Active Learning, dan sebagainya merupakan pengembangan dari teori-teori yang ada, bukan bentukan teori baru. Hakikat mengajar tidak hanya mementingkan aspek kognisi saja tapi juga mencakup afektif dan psikomotorik peserta didik. Guru harus memberikan ruang agar peserta didik untuk berfikir kreatif, keberhasilan mengajar adalah mampu membelajarkan peserta didik. Seorang guru harus memahami gaya belajar setiap peserta didiknya dan menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan gaya belajar mereka. Teori-teori pembelajaran yang ada tidak ada yang paling baik semua teori mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri sehingga penerapan teori pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik.

Sumber :

Udin Syaefudin, 2009, Inovasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun