Mohon tunggu...
Laiyin Nento
Laiyin Nento Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Pendidikan Karakter | Penggiat Kepramukaan Nasional dan Internasional

Wakil Kepala Pusat Pendidikan & Pelatihan Kepramukaan Tingkat Nasional (Wakapusdiklatnas) | Pembina Pramuka | Kepala Pusdiklat Kepramukaan Kota Bekasi | Sekretaris Komisi Luar Negeri Kwarnas 2018-2023 | Penggiat Pendidikan Karakter | Entrepreneur | Kreator Konten | Member of Asia-Pacific Region Educational Method Sub-Committee 2018-2025 | WOSM Consultant Team 2019-2025

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gap Generasi Tantangan Organisasi

30 Maret 2023   08:38 Diperbarui: 30 Maret 2023   08:41 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Didiklah anak sesuai dengan zamannya karena mereka hidup pada zamannya bukan pada zamanmu" (Ali bin Abi Thalib)


Dalam era yang semakin digital, perbedaan antara generasi semakin terlihat jelas. Masing-masing generasi memiliki cara pandang, nilai-nilai, dan preferensi yang berbeda dalam hal bekerja dan berkomunikasi. Fenomena perbedaan ini bisa kita sebut sebagai gap generasi.

Gap generasi bukanlah sesuatu yang baru. Gap ini juga hal yang alami terjadi. Setiap generasi mengalami perubahan dan perkembangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Namun, dengan adanya teknologi yang semakin canggih dan arus informasi yang semakin cepat, perbedaan antara generasi menjadi semakin signifikan. 

Dan bagi sebuah organisasi atau perusahaan, Gap Generasi menjadi tantangan tersendiri. Sebutlah, generasi baby boomer cenderung lebih terbiasa dengan cara kerja yang tradisional dan hierarkis, sementara generasi milenial lebih suka lingkungan kerja yang kolaboratif dan fleksibel. Generasi Z, di sisi lain, tumbuh dengan teknologi dan memiliki kecenderungan untuk memilih komunikasi digital daripada tatap muka.

MENGENAL TEORI GENERASI 

Sebelum lebih jauh memahami Gap yang terjadi, mari kita melihat kembali Teori Generasi. Teori ini menarik untuk kita pelajari. Menurut teori ini, setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari tahun kelahirannya atau generasinya. Nah, kali ini kita akan bahas tentang jenis-jenis generasi yang ada, beserta rentang tahun kelahiran dan karakteristik yang melekat pada tiap generasinya.

Traditionalists (1901-1945)

Generasi ini adalah orang-orang yang lahir sebelum Perang Dunia II dan sering disebut juga sebagai Silent Generation. Mereka tumbuh di tengah masa depresi ekonomi dan perang, sehingga mereka cenderung lebih disiplin dan konservatif dalam segala hal.

Baby Boomers (1946-1964)

Generasi Baby Boomer terbentuk pasca perang dunia kedua. Mereka tumbuh di tengah masa kemakmuran ekonomi dan revolusi budaya. Generasi ini dikenal sebagai generasi yang mandiri, ambisius, dan suka bekerja keras.

Generation X (1965-1980)

Generasi ini adalah orang-orang yang lahir setelah Baby Boomers. Mereka tumbuh di tengah perubahan sosial dan teknologi yang pesat. Karakteristik dari generasi ini adalah kreatif, mandiri, dan suka bekerja dengan fleksibilitas. 

Millennials (1981-1996)

Generasi ini sering disebut juga sebagai Generasi Y. Mereka tumbuh di era digitalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat. Karakteristik dari generasi ini adalah suka berinovasi, adaptif, dan suka bekerja dalam tim. Saya sendiri masih termasuk kedalam kelompok Millenial. Millenial senior.

Generation Z (1997-2012)

Generasi ini adalah generasi terbaru yang lahir di tengah era digital dan sosial media yang semakin berkembang. Mereka cenderung lebih peka terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Generasi ini juga dikenal sebagai generasi yang suka berbagi dan kolaboratif.

Tentunya, karakteristik dari setiap orang bisa berbeda-beda, tergantung dari latar belakang dan pengalaman masing-masing. Tapi, dengan memahami teori generasi ini, kita bisa lebih mengerti dan memahami orang-orang di sekitar kita.

AWAL KEMUNCULAN TEORI GENERASI

Dari beberapa sumber, Teori Generasi pertama kali dikemukakan oleh seorang sejarawan bernama William Strauss dan seorang penulis bernama Neil Howe dalam buku mereka yang berjudul "Generations: The History of America's Future, 1584 to 2069" yang diterbitkan pada tahun 1991. Mereka mengidentifikasi empat tipe generasi yaitu Idealist, Reactive, Civic, dan Adaptive yang berputar setiap 80-100 tahun dan terus berulang dalam sejarah Amerika. Teori generasi mereka kemudian berkembang dan diadopsi oleh para ahli di bidang psikologi, sosiologi, dan bisnis untuk memahami perbedaan karakteristik antara kelompok-kelompok generasi yang berbeda.

Pembagian generasi menjadi "baby boomers", "millennials", "Generation X", "Generation Z" dan sebagainya, sebenarnya bukanlah ditemukan oleh satu tokoh tunggal atau kelompok tertentu. Pembagian ini muncul secara alami dari pemahaman yang berkembang mengenai karakteristik dan gaya hidup yang berbeda antara kelompok-kelompok generasi yang lahir pada rentang waktu yang berbeda.

Namun demikian, istilah "baby boomers" pertama kali digunakan untuk merujuk pada generasi yang lahir setelah Perang Dunia II dan mengalami ledakan populasi, pada awal 1950-an. Istilah "millennials" pertama kali muncul di buku karya dua penulis bernama William Strauss dan Neil Howe pada tahun 1991, yang menggambarkan generasi yang lahir antara tahun 1982 hingga tahun 2000 sebagai generasi yang terobsesi dengan teknologi dan optimis terhadap masa depan.

Sementara itu, istilah "Generation X" pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh seorang penulis bernama Douglas Coupland dalam bukunya yang berjudul "Generation X: Tales for an Accelerated Culture". Istilah "Generation Z" muncul secara alami untuk merujuk pada generasi yang lahir setelah millennials, pada sekitar tahun 1995-2015.

Pembagian generasi ini terus berkembang seiring dengan perkembangan waktu dan perubahan sosial, sehingga seringkali terdapat variasi dalam rentang waktu yang digunakan untuk menentukan suatu generasi dan istilah yang digunakan untuk merujuk pada mereka.

DAMPAK GAP GENERASI YANG TIDAK TERKELOLA

Gap generasi memang bikin kita merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan sesama rekan kerja yang punya perbedaan umur. Sebagai yang pernah diceritakan seorang teman yang pernah bekerja di sebuah perusahaan yang mayoritas staffnya adalah Gen-X dan Baby boomer. Sementara dia sendiri termasuk generasi milenial yang lebih suka lingkungan kerja yang kolaboratif dan fleksibel.

Waktu itu, perusahaan mereka ingin mengadakan acara promosi melalui media sosial. Dia dan beberapa teman milenialnya berpikir untuk menggunakan platform Tiktok karena menurutnya platform tersebut paling digemari oleh anak muda sekarang. Tapi, rekan-rekan Gen-X dan Baby Boomers di perusahaan malah protes karena menurut mereka Tiktok adalah platform yang kurang serius sehingga kurang tepat untuk dijadikan media promosi.

Setelah beberapa kali berdiskusi, akhirnya mereka sepakat untuk mencoba membuat konten promosi di Tiktok dengan cara yang lebih serius dan profesional. Mereka berkolaborasi dan mencoba memadukan ide-ide yang mereka punya. Dan ternyata hasilnya tidak mengecewakan, konten yang mereka buat mendapat respon yang baik dari para followernya.

Dari kasus tadi bisa kita lihat bahwa gap generasi bisa menjadi sebuah tantangan dalam bekerja di sebuah perusahaan. Tapi, dengan saling memahami dan saling bekerja sama, kita bisa memecahkan masalah tersebut dan menciptakan sesuatu yang baru dan kreatif.

MENGELOLA GAP GENERASI DI ORGANISASI

Penting untuk diingat bahwa gap generasi bukanlah suatu alasan untuk saling menyalahkan atau mengkritik satu sama lain. Sebaliknya, kita harus memahami perbedaan tersebut dan mencari cara untuk bekerja sama dengan efektif.

Salah satu cara untuk mengatasi gap generasi adalah dengan membangun pengertian dan saling belajar satu sama lain. Setiap generasi memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Misalnya, generasi baby boomer cenderung memiliki pengalaman yang lebih luas dan mampu mengambil keputusan dengan lebih bijak, sementara generasi milenial lebih terbuka terhadap inovasi dan teknologi terbaru.

Kolaborasi antargenerasi juga dapat meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam organisasi atau perusahaan. Dengan menggabungkan keahlian dan pengalaman dari berbagai generasi, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan inovatif.

Namun, perlu diingat bahwa kolaborasi antargenerasi juga harus diimbangi dengan penghormatan dan kesetaraan. Tidak ada satu generasi yang lebih unggul daripada yang lainnya. Setiap generasi memiliki nilai dan cara pandang yang berbeda, dan kita harus memperlakukan satu sama lain dengan saling menghargai.

HIKMAH

Gap generasi adalah fenomena yang tidak dapat dihindari dalam era digital ini. Namun, dengan membangun pengertian dan saling belajar satu sama lain, kita dapat mengatasi perbedaan tersebut dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan inovatif. Mari kita memperlakukan satu sama lain dengan saling menghormati dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun