Mohon tunggu...
layali achmad
layali achmad Mohon Tunggu... -

aku seorang kapiten

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengenang Sang Proklamator

28 April 2012   10:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:00 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Layali achmad

Suara Halime teriak kencang di daun telinga ku “lay banguuuun…. udah siang” aku tersentak kaget seperti tertimpa gempa bumi dahsyat. Aku bergegas ke kamar mandi tapi sial kamar mandi sudah di kuasai mahluk lain, beginilah suasana pagi dirumah ku dengan anggota keluarga layaknya tim sepak bola, aku harus berebut dan kadang mengantri untuk mendapatkan posisi nyaman di WC. Hari ini hari yang layak aku ingat karena aku harus pergi ke UIN untuk merayakan panggung rakyat bersama sahabat. Mengenang tokoh besar, menapak tilas perjuangan menjelajahi ruang dan waktu kembali menguak sejarah. Sejarah ibu pertiwi yang telah di lupakan anak-anak negeri, sejarah tentang sebuah perlawanan menuju kemerdekaan. Aku kira aku harus sadarkandiri setelah perjalanan panjang menerobos waktu bersilaturahmi dengan sokrates, marx sampai Ali syariati, sambil menimba samudera ilmu hingga ku terlelap pulas di kasur empuk beralas kitab filasafat, mistisme, dan sosialis , dengan buaian nyanyian surga dan harapan – harapan hampa.

Matahari mulai menunjukan kecentilnya, walau agak panas aku harus berangkat di antar oleh angkot tua yang tidak layak operasi tetapi memaksakan diri demi sesuap nasi. Sampai juga di kuningan sebelum terowongan casablanka yang terkenal angker. Konon di terowongan itu dulunya kuburan massal, bahkan apertemen di sampingnya merupakan komplek pemakaman. Maka tidak heran juga penghuni apartemen casablanka itu kebanyakan setan yang siap memakan jatah beras orang- orang pinggiran. Kisah angker di terowongan casablanka bagi ku tidak seseram cerita para setan berdasi, duduk di bangku merci, suka makan sambel terasi, dengan dompet tebal hasil korupsi. Tapi apa mau dikata semua tahunya jembatan casablanka angker, sehingga ada kebiasaan aneh setiap melewati terowongan itu semua kendaraan membunyikan klaksonnya. Ironis bukan? di kota yang katanya metropolitan, penduduknya berpendidikan, masih takut dengan setan. Seharusnya bunyi klakson itu kita perdengarkan ke telinga – telinga tuli para pembunuh tanpa senapan, namun lebih kejam dari siksaan para opsir di nusa kambangan.

Aku harus berlari mengejar kopaja P20 sama seperti ku, bis itu pun harus berlari mengejar para penumpang di sela-sela himpitan kemacetan. Saling berpacu dengan waktu diantara derasnya banjir motor cina kreditan dan angkuhnya bus way yang selalu mengejek dengan jalur istimewa bak kendaraan raja-raja. Aduh kopaja malang, aku tahu kau perlu penumpang tapi lihat dong rambu terpampang, main terobos saja akhirnya kau kena tilang. Aku masih di mampang terpaksa bus harus di hentikan dan para penumpang di oper bak bola tendang, wah kena deh desak-desakkan.

Akhirnya sampai juga di ranah para intelektual islam, kampus megah dengan suasana timur tengah. Pikiran liar membawa ku berimajinasi seakan-akan aku berada dalam filmayat-ayat cinta, atau kisah mahasiswa penjual tempe dalam film ketika cinta bertasbih. Maklum aku baru pernah masuk ke UIN, rada norak, tapi harus ku akui kampus mini ku tidak seindah itu. Tapi jangan minder dulu karena di kampus ku tercinta, bangunnya memang minimalis. Tapi aku percaya dari segi prestasi mahasiswa kampus ku tak takut kalau di adu. Bayangkan saja mahasiswa UIN setelah lulus ada yang jadi nabi, tapi mahasiswa di kampus ku nogkrong dan ngopi bareng dengan Rosul (khoirul-umam) sehari-hari. .

Aku terus terpesona memandang kampus UIN, mata ku seperti haus akan pengetahuan yang mereka tawarkan. Aku telah sampai di basement ushuluddin tempat ku mengadakan panggung rakyat. Tapi kenyataan tak seperti ku bayangkan di basement itu hanya ada panggung dengan tiga lampu, merah, hijau, kuning sepaerti rambu. Aku tersentak ternyata acara kami di sabotase dengan acara lomba marawis. Aku tak patah arang, akhirnya acara diadakan dekat kantin dakwah. Kami mulai memasang benner yang sangat lebar dan panjang bergambar sosok karismatik sang proklamator kemerdekaan Ir. Soekarno. Banner yang berdisain klasik, dengan fotoaktifitas bung karno dan tema yang bertuliskan “mengenang pemikiran soekarno, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”, istilah itu sering kita kenal dengan trisaktinya bung karno. Ah mungkin mahasiswa trisakti pun belum tentu paham istilah itu, tapi aku bangga menjadi salah satu anak bangsa yang masih ingat dengan bung karno. Sekian lama kita di perentah dan menjadi bangsa yang terperentah maka mengenang dan mengingat kembali perjuangan para pahlawan bangsa menjadi urgen disaat bangsa ini terpuruk.

Akhirnya acara pun dimulai, sayang Rieke Diah Pitaloka (oneng) tidak dapat hadir, tetapi rasa kecewa ku terhapus karena bang Rey Sahetapi dapat bergabung dengan kita. Begitu pun cicit RM .Tirtoadhisoeryo sang pelopor pers Indonesia berada disisi kami, cicitnya Tirto mungkin tokoh yang tak asing bagi kalanganintelektual muda. Namun sayang di kampus mini ku banyak yang belum mengenalnya, padahal ia adalah bagian dari kampus ku.

Acara diskusi berjalan seru, sambil di intimidasi music marawis yang tidak mau kalah semangat dengan pidato kakek tua renta pengagum bung karno, meski berfisik lemah tetapi api semangatnya berkobar – kobar seolah-olah membakar jiwa kami yang lama redup terbuai rayuan –rayuan kapitalis. Apalagi orasi cicit tirto yang mempertegas posisi kita berada di depan garis perjuangan atau membelakangi garis perjuangan. Beliau berkata “yang disebut bangsa Indonesia adalah bangsa yang anti koloniliasme dan imprealisme dan bukan bangsa yang berkerjasama atau menjadi anjing penjajah”, bisa saja orang Cina atau Arab yang mencintai bangsa Indonesia dan anti kolonilisme bagian dari bangsa Indonesia atau juga sebaliknya walaupun ia orang jawa, sunda, atau apapun tetapi berkerjasama menjajah ibu pertiwi maka dia bukan bagian dari bangsa Indonesia.

Maka jelaslah siapapun itu baik president, pejabat, bahkan mahasiswa yang merong-rong dan menghianati ibu pertiwi ia bukanlah bagian dari anak bangsa dan harus di lawan segala kezalimanya. Orasi tersebut di iringi nyanyian “tong potong roti, rotinya bagi rata, jepang telah pergi kini giliran siapa?”, tiba – tiba suara angin kencang menjawab SiBuYo !!!.

Berbeda dengan orasi keras cicit tirto itu, bung Rey mengajak kita kembali kepada panca darma sebagai aplikasi dari pancasila. Kalau pancasila sebagai pandangan hidup kebangsaan maka pancadarma sebagai praktek menjalankannya. Walhasil aku puas dengan acara itu, mungkin bagi sebagian mahasiswa lainbertanya-tanya dengan sinis apa untungnya mengadakan acara semacam itu? Jawab ku hanya satu “kita harus tahu jati diri bangsa baru kita akan keluar dari keterpurukan bangsa ini, rakyat harus di cerdaskan, disadarkan bahwa kita dalam kezaliaman bersistem dan berstruktural. Tidakkah anda heran wahai sahabat? di negeri kaya SDM nya ada rakyat teriak kelaparan, ada ribuan orang mati karena tak dapat berobat, ada anak-anak cerdas dipinggiran jalan tanpa pendidikan.

Padahal dengan pajak saja kita dapat makmur, padahal dengan satu tambang emas kita bisa kaya. Lalu mengapa ini terjadi?, mengapa ada ayam mati di lumbung padi?, hai mahasiswa kau yang dapat menjawabnya, bukankah di antara lapisan masyarakat kau paling melek pengetahuan?. Tapi mengapa kau hanya duduk terpaku mendengar dosen di bangku kuliah mu, yang kau pedulikan hanya diri mu. Kini mari bangkit dari tidur panjang mu, indeks prestasi memang penting, gelar serjana juga berharga, tapi sebelum keadilan tegak di negeri ini, aku tak perlu keduanya.

Maka salam ku pada Bung Karno sebagai sang spirit of live, pecinta wong cilik. Biarkan sebagian anak-anak negeri melupakan mu, tapi aku tetap berdiri disisi ibu pertiwi setia meneruskan perjungan mu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun