Akumulasi jumlah putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan kewenangan  per 8 Oktober yaitu 1866 putusan Pengujian Undang-Undang (PUU), 29 putusan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), 984 putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dan 1136 putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP KADA).
Kegiatan tersebut disambut antusiasme oleh mahasiswa Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim, terbukti dari banyaknya pertanyaan yang diajukan selama sesi tanya jawab. beberapa mashasiswa dari komunitas law student mootcourt memberikan pertanyaan kritis.
"pada dasarnya MK sebagai negative legislator dan positif legislator, sejauh mana MK memiliki sifat positif legislator?" ujar Zamzam Nurjaman, Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas Syariah
"Sejauh ini, MK telah membatalkan 11 undang-undang, seperti pada UU Koperasi untuk menghindari kekosongan hukum. Ada kalanya MK merumuskan norma baru untuk mengisi kekosongan tersebut," ujar yang mulia Daniel Yusmic P. Foekh selaku Hakim Mahkama Konstitusi
Beliau juga menekankan bahwa dalam beberapa sidang MK, pendapat para ahli sering digunakan untuk menguatkan permohonan, dengan Amicus Curiae (sahabat pengadilan) sering kali memberi masukan terkait norma yang dirumuskan. "MK bahkan terkadang berinisiatif menunjuk ahli guna memberikan substansi lebih kuat dalam memutus perkara," tambahnya.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Nadiya, Mahasiswa Hukum Tata Negara yang menyoroti pentingnya reformasi birokrasi untuk memastikan MK tetap independen dan bebas dari pengaruh politik.Â
Saat ini, hakim MK dipilih oleh tiga lembaga eksekutif, legislatif, dan Mahkamah Agung namun ada kekhawatiran bahwa proses pemilihan ini dapat terkontaminasi oleh kepentingan politik.
Yang Mulia Daniel menjelaskan bahwa pertanggungjawaban hakim MK didasarkan pada pertimbangan hukum dan keyakinan pribadi yang dipresentasikan dalam rapat permusyawaratan hakim.Â
"Komposisi pandangan para hakim ini penting untuk menjaga independensi MK, serta memastikan bahwa putusan yang diambil murni dari perspektif hukum," katanya.
Erda Lilatus Syifa, Mahasiswa Hukum Tata Negara menanyakan putusan MK terkait sistem pemilu proposional terbuka yang dinilai rentan terhadap politik uang. Menurut Yang Mulia, setiap sistem pemilu memiliki kelebihan dan kekurangannya.Â