Mohon tunggu...
Darwis Kadir
Darwis Kadir Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bonto Payung, Surga yang Terserak di Kaki Bukit Pujananting

13 Maret 2018   16:14 Diperbarui: 13 Maret 2018   22:38 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bonto payung sebuah nama kampung yang masih asri. Terletak di kaki-kaki bukit. Kampung yang dihuni oleh masyarakat Bugis dan bermata pencaharian sebagai petani. Maka kelihatan pemandangan di kampung ini sangatlah indah pasca menanam padi.

Padi kelihatan menghijau segar dengan sawah yang bertingkat-tingkat. Hampir menyerupai persawahan di Ubud Bali. Sebagai kampung yang diapit berbagai bukit,hawa pegunungan terasa segar. Oleh penduduk setempat mereka mulai mengembangkan jenis tanaman perkebunan semisal cengkeh dan lada. Sepanjang perjalanan kami memang menjumpai pohon-pohon cengkeh yang tingginya satu meter lebih.

Menurut salah seorang warga,bahwa tanaman cengkeh dapat tumbuh baik asalkan mendapat perawatan yang baik. Kendalanya cuma pada musim kemarau biasanya mereka harus melakukan penyiraman. Itu pun kalau kemaraunya panjang

Kelebihan yang ada pada kampung ini,sebagian masyarakat mengusahakan aktivitas pembuatan gula aren. Di kampung ini banyak ditemui pohon enau sepanjang jalan sampai pada bagian dalam hutannya.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Telah beberapa kali kesini,mendapat undangan dari masyarakat yang telah mengenal baik kami. Beberapa anak-anak mereka berhasil menamatkan pendidikan jenjang SMP di tempat kami bertugas. Dari undangan makan sukun sampai pada menikmati gula tappo/gula campur kelapa. Yang mengesankan karena kami menikmati proses itu langsung ditempatnya.

Melalui jalanan tani kemudian dilanjutkan dengan menyusuri pematang sawah kami menuju ke gubuk pembuatan gula aren. Mata terasa dimanjakan dengan nuansa hijau padi yang mulai berisi. Air yang mengalir dari parit-parit kecil menciptakan gemericik yang terasa syahdu di telinga. Kita betul-betul menikmati alam. Hamparan padi itu yang terus kami lalui sampai pada pendakian bukit. Cukup menguras tenaga juga namun tak sebanding dengan perasaan yang terasa adem berada di tengah-tengah alam yang bersahabat.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Tuak yang mulai mendidih di atas wajan besar menandakan tak lama lagi akan menjadi gula merah. Tidak sederhana juga cara pembuatan gula ini. Prosesnya membutuhkan tangan cekatan. Ketika tuak mulai mendidih harus terus diaduk diikuti gerakan menaik turunkan sebuah gayung terbuat dari buah maja. Gayung buah maja itu dilubangi seluruh bagian bawahnya. Tujuan pengadukan ini untuk menghindari tuak yang mendidih ini tidak meluber atau terbuang percuma. Ketika jalan ini sering kewalahan mengantisipasi luberan maka jalan lain dengan mengecilkan apinya.

Berlangsung terus menerus sampai kemudian dirasa cukup dengan mencampurkan minyak khusus. Bisa juga menggunakan kemiri. Kualitas dan warna gula yang dihasilkan tergantung dari jenis tuak yang diambil dari pohonnya. Semakin jernih atau agak keputih-putihan merah menandakan gula itu termasuk bagus.

Pemilik gubuk sekaligus pengundang kami mempersilahkan mencicipi gula yang mulai mengental. Istilahnya menjilati cairan gula itu,walau masih panas tetap dicoba. Rasanya memang berbeda,perpaduan rasa tuak dengan rasa gula merah yang telah jadi. Ada rasa khas yang menambah rasa untuk terus menjilati.

Setelah fase ini dilanjutkan dengan "sori". Cairan gula yang mulai mengental itu dimasukkan dalam air sampai mengental. Gula yang telah kental ini kemudian langsung dieksekusi. Orang sini menamainya sori. Sensasinya luar biasa.

Puas dengan itu,fase terakhir adalah membuat gula kelapa. Istilahnya tadi gula "tappo". Kelapa yang setengah tua diparut dan disimpan dalam batok kelapa. Kemudian disiram dengan gula merah tadi dan diaduk sampai rata. Tinggal menikmatinya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun