Agama Islam ya duwe, agama katholik ya duwe, budha ya duwe, wong kabene iku apek” [i]
(Agama islam punya, agama katholik punya, agama budha ya punya, sebab semua agama itu baik)
Begitulah filosofi keagamaan suku Samin yang berkeyakinan Adam di Desa Sumber, Kradenan, Blora. Mereka berasumsi bahwa semua agama itu baik, tidak membeda-bedakandan meyakini memiliki semua itu. Agama Adam sendiri merupakan tradisi Islam abangan yang tidak sepenuhnya melakoni ajaranNya. Artinya mereka masih melakukan kegiatan tradisional seperti slametan, nyadaran dan percaya kepada adanya lelembut dan danyang. Penjelasan agama adam Jika di interpretasikan menurut Samin Surosentiko (Hutomo, 1996, hal. 23) sebagai berikut;
”Yang dinamakan sifat wisesa (penguasa luhur) yang bertindak sebagai wakil Allah, yaitu Ingsun (Aku atau saya) yang membikin rumah besar, yang merupakan dinding (tirai) yaitu badan atau tubuh kita, merupakan kenyataan kehadiran Ingsun, yang ber-sujud adalah makhluk, sedang yang disujudi adalah Khalik. Itu sebenarnya berdinding oleh sifat. Maksudnya hidup mandiri ini sebenarnya telah berkumpul menjadi satu antara makhluk dengan Khaliknya”[ii]
Suku samin juga mempunyai beberapa pantangan tersendiri dalam memeluk agama Adam seperti, tidak memperbolehkan makan ketupat, menyakiti binatang, terutama kucing. Jika telah melakoni larangan itu, mereka akan selamat dan tentram. Tetapi semua ketentraman itu akan kembali lagi kepada tabiatnya.
Sumber;
Suripan Sadi Hutomo. Tradisi dan Blora. Semarang : Citra Almamater. 1996.
Titi Munfangati. Kearifan lokal di lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah. Yogyakarta : Peneliti dan proyek Pemanfaatan Kebudayaan Daerah. 2004.
G.G.L