MK telah melaksanakan kewajibannya sebagai penegak hukum. MK telah mengakomodir berbagai kepentingan sebagai realiasi demokrasi hukum. Namun, hukum harus memutuskan berdasarkan kaidah-kaidah dan metodologi hukum untuk memutuskan suatu perkara dengan berdasarkan fakta dan data yang objektif dan benar sebagai penglimanya. Bukan alasan lain yang mendasarinya.
Hakim MK telah mengetuk palunya. Itu berarti semuanya telah berakhir. Tentu ada yang tidak puas. Maklum kita masih hidup di dunia, tidak ada satu keputusan yang menyenangkan semua orang yang penting bahwa fakta dan datalah yang berbicara di mana pun apalagi di depan (mata) hukum.
Akan lebih baik, semua pihak menerima keputusan ini dan mengakhiri semua hiruk-pikuk pilpres sejak tanggal 9 April 2014 dan penetapan KPU tanggal 22 April 2014. Apalagi memang secara hukum Indonesia, MK merupakan lembaga hukum paling akhir.
Kedua belah pihak harus bisa menerima dan menjaga suasana kondusif dalam menerima hasil keputusan final dan mengikat dari MK. Yang menang tidak merayakan yang berlebihan sebab ini baru awal perjalanan pemerintahan ke depan. Kemenangan pilpres bukan akhir melainkan satu pintu awal tanggungjawab dibuka masih ada 1000 pintu perjuangan yang masih tertutup apalagi mengingat kondisi negeri kita yang masih belum bersaing dengan negeri lain. Bayangkan dollar masih saja tetap bertengger di angka Rp11,000 lebih.
Bagaimana nasib ekspor dan impor kita dan terlebih bagaimana nasib ekonomi masyarakat kita yang kurang beruntung dalam bersaing dengan pasar yang senantiasa mengarah kepada persaingan bebas tanpa batas. Menurut Marx (maaf ini bukan paham komunisme), pasar kompetisi bebas selalu menghasilkan ada orang yang begitu kaya dan ada yang kurang beruntung termiskin. Jurang antara keduanya semakin hari semakin lebar. Orang kaya begitu banyak harta sementara orang miskin untuk makan sehari saja harus pusing tujuh keliling.
Tentu negeri kita paham moderat dalam pilihan strategi ekonomi. Tidak liberal 100% dan juga tidak sosial 100%. Oleh karena itu, para pakar ekonomi berusaha sedemikian rupa sehingga bisa berkontribusi keilmuannya untuk memberikan masukan berharga kepada pemerintah dengan konsep ekonomi sejahtera semua lapisan agar jurang itu bukannya makin melebar melainkan semakin hari semakin menyempit. Sehingga suatu saat nanti kita bisa sama-sama kaya dan sama-sama sejahtera.
Bagi kubu yang kalah. Itu hanya pilpres, menentukan siapa yang memimpin kita lima tahunan. Akan tetapi kontribusi kita kepada negeri dan rakyat ini tidak hanya kita sebagai presiden atau wakil presiden atau apapun gelarnya. Sebagai pak Prabowo- pak Hatta juga masih bisa memberikan kontribusi optimal bagi Indonesia Raya yang hebat dan menjadi macan Asia dalam lingkaran revolusi mental. Tidak ada yang salah dengan program atau janji-janji politik dari kedua kubu untuk Indonesia. Untuk itu, mari kita tinggalkan perbedaan pilpres dan bangun negeri ini secara bersama.
Baik di dalam maupun di luar pemerintah tidak membatasi seinci pun bagi kita untuk bisa memberikan kontribusi berlebih bagi negeri yang kita cintai bersama ini. Masih ada lima tahun ke depan, kita bisa berkontestasi secara wajar, demorakrat dan bermartabat.
Salam demokrasi
Malang, 22 Agustus 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H