Pepatah tua yang digulirkan tempo dulu mungkin masih relevan buat kita dunia sekarang. Apabila kamu semakin berhasil hendaknya semakin rendah hati atau dalam peribahasa, "Padi, apabila semakin berisi, akan semakin merunduk".
Peribahasa atau pepatah tua ini sering saya dengarkan sewaktu masih kanak-kanak mau beranjak ke dewasa. Setiap malam sebelum tidur, sang nenek senantiasa membisikkan peribahasa ini di telingaku sebagai bumbu untuk tidur nyenyak. Waktu itu, tak pernah terlintas pengertian apapun dengan pepatah tua yang selalu diulang setiap kali mau pergi ke tempat tidur yang beralaskan naja (pelupu) dan beratapkan alang-alang. Rumah yang nampak sederhana itu namun memberi nilai yang amat luar biasa kalau diingat dan direnungkan saat ini.
'Nak, apabila kamu nanti menjadi orang berhasil, janganlah jumawa atau berlagak sombong tetapi hendaknya semakin merunduk, rendah hati dan tulus tanpa pamrih.
Mungkin pepatah atau pesan itu saat ini, kadang sudah sering saya lupakan. Kadang dalam sebuah pertemuan dengan masyarakat desa, mungkin lantaran menganggap orang desa yang kurang berpengatahuan, saya sering euforia dengan pengatahuan dan pengalaman dari kota, kalau mau berbicara di depan mereka kadang tidak mempersiapkan diri dengan baik. Apa lacur, dalam sebuah pertemuan, saya dicerca habis-habisan tanpa bisa membela diri. Itulah kerapkali kita menjadi jumawa dengan segala kehebatan yang kita miliki lalu menganggap orang lain, semuanya serba kekurangan, kurang levellah, kurang ini dan kurang itu. Seolah-olah semuanya bisa kita lakukan dan kita beli dengan kekayaan yang kita miliki. Atau merasa diri sebagai superior apalagi superman dan orang lain yang serba tidak memberikan kontribusi.
Euforia yang berlebihan dan merasa diri lebih berkontribusi itu, kini ramai-ramai menghantam dengan deras orang-orang populer masa kini terutama para politisi Indonesia apalagi menjelang pemilihan presiden (pilpres) tanggal 09 Juli 2014. Ada yang secara terang-terangan, menganggap dirinya sebagai pemberi kontribusi terbesar sehingga menuntut hak berlebih untuk dirinya, keluarganya dan para koleganya. Tidak ada yang salah dalam kasus ini. Orang yang bekerja, patut mendapat upah. Namun ada baiknya, kita tidak larut dalam ke-jumawa-an kehebatan pribadi lalu menganggap orang atau pihak lain tidak memiliki kontribusi sama sekali.
Ingat, Orang yang Jumawa kadang sukses di depan namun kerapkali gagal di garis finis. Untuk itu, pepatah atau peribahasa tua yang berbunyi, "Padi semakian berisi, semakin merunduk" hendaknya menjadi pengingat setia dan jujur dalam setiap derap langkah hidup kita. Tidak berarti menghapus ambisi, cita-cita, impian namun hendaknya semakin rendah hati, apa adanya, legowo, mau berada bersama orang lain dengan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Para capres yang demikian, yang sedang dibutuhkan rakyat masa kini.
Capres yang mau ikut merasakan suka-duka rakyatnya dengan keterlibatan dan kehadiran bukan dengan pidato-pidato yang keras maupun menggelegar. Hai, para capres, janganlah bersikap jumawa tetapi tulus, jujur dan rendah hati serta terlibat secara hati nurani dengan rakyat sehingga rakyatlah yang akan menghantar anda kalian ke singgasana (tahta) presiden tanggal 09 Juli 2014 nanti.
Pepatah tua ini semakin mengingatkan kembali kehidupanku agar tetap apa adanya, tulus, jujur dan tidak sombong sebab apa yang kumiliki saat ini hanyalah titipan sementara dari Tuhan.
Selamat merayakan Hari Pendidikan Nasional
Ende-Flores, 02 Mei 2014
Kosmas Lawa Bagho