Mohon tunggu...
Lavito Yoel Djokaho
Lavito Yoel Djokaho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi bermain game dan Hiking

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perlukah Investasi Hijau?

20 Oktober 2023   08:20 Diperbarui: 20 Oktober 2023   08:45 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Indonesia adalah negara kedua paling kaya di dunia untuk keanekaragaman hayati darat (terrestrial biodiversity), setelah Brasil dan peringkat pertama untuk keanekaragaman hayati laut (marine biodiversity) (Afiff, F., 2012). Meskipun hanya terdiri dari 1,3% dari seluruh permukaan daratan bumi, hutan Indonesia mencapai 10% hutan dunia dan merupakan rumah bagi 20% spesies flora dan fauna dunia, 17% spesies burung dunia dan lebih dari 25% spesies ikan dunia. Dalam hampir setiap sepuluh hektar hutan di Pulau Kalimantan memiliki berbagai spesies pohon yang berbeda-beda yang melebihi temuan spesies pohon di Amerika Utara, terlebih lagi jika didalamnya dimasukkan dengan jumlah tumbuhan serangga, hewan langka yang tidak dapat ditemukan dimanapun di dunia.

Menurut Departemen Energi dan Suberdaya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar fosil Indonesia mencapai 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan sebanyak 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca. Ini terjadi karena Indonesia termasuk negara dengan tingkat konsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea Selatan yang disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, dan di sektor pertanian dan peternakan juga memberikan kontribusi terhadap meningkatnya emisi GRK, khususnya gas metana (CH4) yang dihasilkan dari sawah tergenang. Sektor pertanian menghasilkan emisi gas metana tertinggi dibanding sektor-sektor lainnya. selain gas metana.

Dalam hal ini, Indonesia kemudian memiliki komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah karbonnya pada tahun 2020 sebanyak 26% hingga 41% (Hidayatullah, M. S., 2011). Oleh karena itu investasi hijau sangat diperlukan oleh Indonesia. Investasi Hijau merupakan salah satu pendorong utama untuk pembangunan berkelanjutan serta mengenai ketersediaan akses keuangan, Kita dapat tahu bahwa semua negara saat ini sedang mengupayakan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini merupakan tujuan ntuk mencapai Pembangunan Berkelanjutan (SDG 2030).

Dengan potensi tersebut, berkembangnya green jobs tentunya akan menjadi angin segar bagi sektor tenaga kerja Indonesia. Tingginya angka pengangguran yang hingga kini masih mencapai angka 7 juta jiwa (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2015) menjadi salah satu permasalahan besar Indonesia saat ini. Menurut lembar fakta tentang pekerjaan yang layak dan ramah lingkungan (green jobs) di Indonesia yang di tulis oleh ILO Kantor Jakarta, perkiraan pasar global untuk barang dan jasa yang berwawasan lingkungan akan meningkat dua kali lipat yaitu dari US $ 1.370 Milyar per tahun saat ini menjadi US $2.740 Milyar pada tahun 2020. Setengah dari pasar ini meliputi efisiensi energi dan keseimbangan di bidang pengelolaan transportasi, pasokan air, sanitasi dan limbah secara berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun