Coretan seorang pengguna setia kereta api Bandung-Jakarta.
27 April 2010. Kereta Api Argo Parahyangan mulai beroperasi. Ini merupakan hasil peleburan 2 kereta api Bandung-Jakarta: Parahyangan yang melegenda dan Argo Gede, kereta Eksekutif Argo pertama di Indonesia. Alasannya, PT KA saat itu merugi hingga 36 miliar rupiah.
Kereta sepi penumpang karena kalah pamor sama usaha travel yang saat itu unggul dalam segi waktu tempuh Bandung-Jakarta yang lebih cepat (travel hanya membutuhkan waktu 2-2,5 jam; kereta perlu waktu 3-3,5 jam). Belum lagi, travel menawarkan tempat naik dan turun di berbagai tempat, yang jelas sangat memanjakan calon penumpang yang berada jauh dari Stasiun Bandung ataupun Stasiun Gambir...
27 April 2018. Kereta Api Argo Parahyangan sudah 8 tahun beroperasi. Kini, PT KAI mungkin untung besar dari operasional kereta api Bandung-Jakarta. Tiket kereta pada saat week-end selalu habis terjual, bahkan untuk jam-jam terbaik (Jumat malam/Sabtu pagi dari Gambir, Minggu sore/Senin subuh dari Bandung), biasanya sudah habis sejak 3 minggu sebelum hari keberangkatan (pengalaman sendiri kalau telat pesan tiket, harus berharap ada yg membatalkan tiketnya supaya saya bisa pulang ke Bandung).Â
Jadwal perjalanan yang pada tahun 2010 hanya 6x sehari per arahnya, di tahun 2018 bertambah menjadi sekurang-kurangnya 11x sehari per arahnya (di saat weekend bisa mencapai 14x sehari). Itu juga masih dirasa (subjektif sih) kurang, mengingat animo masyarakat bepergian naik Argo Parahyangan begitu tinggi...
Satu lagi perubahan, setelah 8 tahun beroperasi, Kereta Api Argo Parahyangan telah berkembang pula dari segi pilihan kelas. Di 2010, hanya ada kelas Eksekutif dan Bisnis. Di 2018, Argo Parahyangan hadir dengan 5 pilihan kelas:
* Priority (tiket Rp. 250.000)
* Eksekutif (tiket Rp. 100-130.000)
* Bisnis (tiket Rp. 90-100.000)
* Ekonomi Premium (tiket Rp. 90-100.000)
* Ekonomi (tiket Rp. 80.000)