Sebenarnya kami akan melanjutkan perjalanan langsung menuju desa Kualiu, namun karena cuaca kurang mendukung dengan medan yang sangat  berat maka kami berunding dengan Romo dan diputuskan untuk bermalam di paroki dan pagi harinya baru perjalanan di lanjutkan.Â
Keesokan harinya kami  mendapatkan  kekuatan yang baru setelah mengikuti perayaan Ekaristi dan sarapan pagi. Dan kamipun siap melanjutkan  perjalanan menuju desa Kualiu tersebut dengan waktu tempuh 3 jam dengan medan yang terjal dan berliku-liku.Â
Perjalanan ini dipimpin oleh Navigator yang sudah handal dan menguasai medan yitu pastor paroki Oenlasi. Pukul 09.30 kami pun tiba di perkampungan Kualiu, dan  siap untuk mendaki sebuah bukit dimana Bapak Missa tinggal.Di kaki bukit kami juga disambut oleh keuarga besar Missa dengan isak tangis kebahagiaan, selanjutnya kami siap melanjutkan perjalanan untuk naik ke bukit tersebut.
Dengan nafas terengah-engah... akhirnya tiba diatas bukit dan disambut oleh istri dan adik-adik tiri Fransiska. Bapak Missa tinggal bersama istrinya yang  ke 3 dengan ke 5 anaknya yang masih kecil-kecil.Â
Namun saat tiba di halaman rumahnya bapak tua tidak muncul  karena sedang sakit, kakinya bengkak dan tidak dapat berjalan dengan baik, ia berada dalam rumah bulat yang sangat sempit, saat itu Siska tidak mau masuk rumah bulat tersebut maka saya paksa ia untuk masuk rumah dan akhirnya kamipun memasuki rumah tersebut.Â
Dalam rumah adat TTS  itu kami  berdialog secara singkat dalam bahasa daerah dan akhirnya dengan perjuangan Bapak Missa akhirnya mau keluar untuk menemui kami.
Di halaman yang sangat sederhana kami berkumpul untuk acara penyerahan dari pemerintah ke keluarganya.Beralaskan tikar kecil  dan bebatuan yang ada disekitar pondok tersebut penyerahan dilakukan dengan sangat sederhana. Â
Dalam peristiwa yang sangat unik dan langka ini diawali  penandatanganan berita acara dari BP3TKI dan saat itu kami bingung untuk mencari meja sebagai alas dengan spontan saya membungkukkan badan  memberikan diriku untuk dijadikan meja untuk digunakan untuk Cap Jempol Bapak  Missa dan tanda tangan Siska dan akhirnya penyerahan anak ke bapak kandungnya secara resmi selesai.Â
Setelah itu kami bersantam siang dan bersyukur bersama keluarga tersebut.Dengan kesederhanaan keluarga ini menjamu kami  berupa hasil kebun yaitu buah pisang luan yang direbus, buah Jeruk Bali  yang sangat segar untuk melepas dahaga.
Namun ada kejanggalan yang saya rasakan ... mati rasa lebih tepat saya katakan demikian... dari awal berjumpa dengan Siska di Kupang  saat pertemuan yang pertama kali dengan kakak kandungnya saya sempat memperhatikannya dan bertanya dalam hati , mengapa demikian ada rasa protes dalam benak saya ini, mengapa begini dan mengapa begitu ?Â