Mohon tunggu...
Laurentia Alvi
Laurentia Alvi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Undip

Interested in business and digital marketing

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Katakan Tidak Pada Korupsi

3 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 3 Desember 2018   11:33 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masalah korupsi politik di Indonesia terus menjadi berita utama hampir setiap hari di media Indonesia dan menimbulkan banyak perdebatan dan diskusi sengit antar masyarakat.

Meskipun terdapat banyak contoh korupsi dalam sejarah sebelumnya di Indonesia, kita ambil sebagai titik awal memaraknya korupsi pada Orde Baru Presiden Soeharto (1965-1998). Soeharto memanfaatkan sistem patronase untuk mendapatkan loyalitas bawahannya, anggota elit nasional dan kritikus terkemuka. Dengan menawarkan peluang bisnis atau posisi politik kepada mereka, Soeharto bisa mengandalkan dukungan dari mereka. Dengan Angkatan Bersenjata dan mendapatkan sumber daya nasional sangat besar yang ia gunakan, ia meraih kedudukan puncak dalam sistem politik dan ekonomi nasional.

Sampai saat ini saja, masih banyak kejadian tentang korupsi di Indonesia ini. Bagaimana bisa mau maju jika rakyatnya saja belum maju ?

Terdapat beberapa contoh kasus terkini , yaitu mantan bupati Tolikara John Tabo diduga korupsi dan pencucian uang sebesar Rp32,6 miliar. Mantan Kepala DPMPTSP kota Bandung, Dandan Riza Wardhana divonis hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, Arwin Kadaka terlibat korupsi sebesar Rp2 miliar. Dan masih banyak lagi.

Berita-berita tentang korupsi di Indonesia kerap kali muncul dan terus berkelanjutan. Mengapa sering terjadi? Menurut saya, sanksi yang diberikan kurang berat pada koruptor. Dipenjara tidak menjerakan mereka karena hanya 5-10 tahun saja (bisa kurang dan bisa lebih). Setelah itu, mereka juga bisa korupsi lagi.

Hukuman bagi koruptor memang tak pernah usai diperbincangkan. Karena terkadang hukum kita memang begitu kuat ke bawah, tapi tak berdaya saat menghadapi kalangan atas. Pencuri sandal jepit saja diancam hukuman 5 tahun penjara. Seorang koruptor memang tuntutan atau vonisnya tinggi. Mulai dari 5 tahun sampai puluhan tahun. Tapi nyatanya banyak yang bisa bebas hanya dalam beberapa tahun saja, jauh lebih sebentar dari vonis aslinya.

Berikut adalah contoh kasusnya yang saya kutip dari berita:  "Awal Mei lalu, mantan Jaksa Urip Tri Gunawan (UTG) bebas bersyarat dari LP Sukamiskin. Sekadar flashback, UTG tersangkut kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), dan terbukti menerima suap Rp6 Miliar dari Artalita Suryani. Atas perbuatannya, UTG divonis 20 tahun penjara pada tahun 2008. UTG sempat mengajukan kasasi, namun ditolak oleh Mahkamah Agung. Kini belum sampai habis masa hukuman, dia sudah dibebaskan.

Pembebasan ini menuai kontroversi. KPK yang bertanggung jawab atas perkara menuntut penjelasan dari Kemenkumham karena Jaksa Urip dinilai belum memenuhi persyaratan untuk bebas bersyarat. Belum lagi publik pun bertanya-tanya, vonisnya 20 tahun tapi kok bebasnya cepet.

Jawabannya adalah remisi. UTG mendapat 2x remisi, yaitu saat menghuni Lapas Cipinang dan yang kedua saat menghuni Lapas Sukamiskin. Menurut penjelasan Kemenkumham, UTG mendapat remisi hukuman 4 tahun 8 bulan. Dengan pengurangan itu, saat ini Urip sudah berhak mendapatkan pembebasan bersyarat karena sudah melalui 2/3 masa hukuman. Setelah membayar denda Rp290 juta dari Rp500 juta yang ditetapkan pengadilan, UTG akhirnya bebas bersyarat pada tahun 2017 ini. 

Sebelumnya, remisi memang berlaku sama untuk semua narapidana. Tapi sejak PP No. 99 Tahun 2012, untuk tindak pidana kelas berat seperti terorisme, narkoba, ancaman terhadap negara, pelanggaran HAM kelas berat, dan korupsi, syaratnya berbeda. Diantaranya adalah, mereka harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara dan membayar lunas denda (untuk terpidana korupsi). UTG yang ditahan sejak tahun 2008 masih mengikuti peraturan lama. Sehingga syarat-syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyaratnya, seharusnya juga mengikuti aturan yang lama."

Apakah adil jika seperti ini terus terjadi? Lalu bagaimana agar korupsi bisa diberantas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun