Mohon tunggu...
Laurensia Tasya Ardani
Laurensia Tasya Ardani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Gajah Mada

Mahasiswa Magister Kenotariatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Risiko dalam Perjanjian Jual Beli

10 Juni 2024   20:58 Diperbarui: 11 Juni 2024   09:38 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Dalam proses pelaksanaan perjanjian jual beli, terdapat risiko-risiko yang tidak dapat dihindari. Risiko sendiri merupakan akibat yang kurang menyenangkan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan dari suatu perbuatan. Terdapat pertanyaan mengenai risiko dalam perjanjian jual beli yaitu, siapa yang harus memikul kerugian apabila terdapat peristiwa yang menimpa obyek perjanjian jual beli? Pertanyaan tersebut tentunya ditujukan kepada penjual atau pembeli dalam perjanjian tersebut.

Permasalahan risiko ini adalah ekor pada terjadinya peristiwa di luar kehendak, di dalam hukum perjanjian hal ini dikenal dengan "keadaan memaksa" (overmacht, force majeur). Dalam KUHPerdata, risiko dalam perjanjian jual beli ini diatur dalam Pasal 1460 yang mengatur barang tertentu, Pasal 1461 yang mengatur barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran, dan Pasal 1462 mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan.

Pada Pasal 1460, patut dijelaskan terlebih dahulu bahwa barang tertentu adalah barang yang ditunjuk atau dipilih langsung oleh pembeli. Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa risiko dalam perjanjian jual beli merupakan tanggungan pembeli meskipun penyerahan belum dilaksanakan dan penjual berhak menuntut harganya. Pasal ini hanya berlaku apabila terjadi absolute overmacht yaitu peristiwa yang terjadi karena adanya keadaan memaksa yang mutlak.

Namun menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 1963, Pasal 1460 tersebut tidak berlaku lagi dan terdapat penjelasan yang menyebutkan bahwa dalam tiap-tiap keadaan, ada baiknya pertanggung jawaban risiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual namun belum diserahkan harus dibagi antara kedua belah pihak. Dalam ketentuan Pasal 1461 KUHPerdata dijelaskan bahwa, risiko barang ada pada penjual apabila barang tersebut dijual menurut berat, jumlah dan ukuran sampai barang tersebut ditimbang, dihitung atau diukur. Selanjutnya dalam Pasal 1462, barang yang dijual menurut tumpukan meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur akan menjadi tanggungan pembeli.

Melihat Pasal 1461 yang memindahkan risiko secara otomatis dari penjual kepada pembeli dirasa tidak adil seperti yang berlaku pada Pasal 1460, dan untuk Pasal 1462 yang menjelaskan adanya barang menurut tumpukan adalah sama dengan barang-barang tertentu yang tertera pada Pasal 1460. Risiko akan terjadi ketika barang telah diserahkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1459 KUHPerdata, yaitu bahwa hak milik tidak akan berpindah sebelum barang diserahkan dari penjual kepada pembeli. Jadi, selama barang belum diserahkan, barang tersebut masih menjadi milik penjual. Jika terjadi keadaan memaksa atas barang tersebut, penjual yang menanggung risiko dan tidak berhak menuntut pembayaran harga barang tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun