Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ngopi Terakhir

3 April 2010   08:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:01 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saya tahu saat ini akan datang. Cepat atau lambat. Ngopi terkahir bersamanya.

Saya pandangi lagi raut wajahnya. Semua detil di tubuhnya. Baju, sepatu, jam tangan, alis, rambut. DIa sedang sibuk dengan pikirannya sendiri sambil memainkan telfon genggam di tangannya. Wanita itukah yang sedang dia pikirkan?

Saya tahu akhirnya dia akan bilang bahwa tidak akan ada apa-apa di antara kami, bahwa kami hanya akan menjadi teman baik. Ya, saya sudah bisa merasakannya dari awal, tapi saya tidak kuat melarang hati saya untuk tidak jatuh cinta kepadanya. Dan tiga hari lalu dia benar-benar mengatakannya. Saya hanya diam ketika dia bilang dia tidak bisa menjadi seseorang buat diri saya. "We are just good friends".

Ya, saya tahu.

Sedih. Dan sedih yang paling sedih itu terwakilkan dengan baik di dalam diam.

Dia baru saja bilang bahwa dia akan dinas ke luar kota untuk enam bulan ke depan. Dan dia akan berangkat besok. Dan dia baru mengatakan ini pada saya hari ini. Entah di mana letak hubungan yang katanya "teman baik" itu.

Lalu dia bercerita tentang wanita itu. Wanita yang dikaguminya. Dia bilang wanita itu sedang ingin nonton. Ah, tahukan dia bahwa saya cemburu. Tahukah dia bahwa saya berbohong ketika saya bilang saya sudah tidak punya perasaan khusus kepadanya? Tidak, saya tahu dia pasti tidak tahu.

Tiba-tiba dia bangkit dan meninggalkan saya begitu saja. Dia sering menghilang tanpa pamit bila sedang ngopi bareng begini.  Entah ke kamar mandi, entah merokok, entah pulang. Dulu, kalau sudah begini saya pasti akan segera mengirimkan pesan singkat, bertanya ada apa. Tapi kali ini saya hanya terdiam.

Saya begitu lelah. Lelah hanya menjadi "temn baik" ketika hati saya menginginkan lebih. Saya pikir saya telah jatuh cinta, tapi kini saya ragu. Kata orang cinta itu tidak kenal lelah. Kalau begitu ini mungkin bukan cinta. Saya selalu ada di situ untuk dia. Untuk semua cerita kecilnya, masalah hatinya, cita-citanya. Tapi saya ternyata mengharapkan balasan.

Saya masih bisa melihat kaos biru mudanya ketika saya menoleh ke arah dia berjalan. Dia tiba-tiba berbalik badan. Wajahnya sumringah. Senyumnya lebar. Pasti soal wanita itu. Dia kegirangan. Setengah berteriak, dia bilang bahwa malam ini dia akan nonton dengan wanita itu. Dia bergegas mengambil jaket dan helmnya, ingin cepat pulang dan mandi. TIba-tiba dia mencubit pipi saya.

"Wish me luck!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun