"Gw suka rambut lo." Bimo mengambil beberapa bagian rambut Nana lalu menempelkannya di bawah hidungnya. Mereka tertawa. Mereka sekarang berbaring berhadap-hadapan. Nana hanya mengenakan bra dan celana dalam. Bimo hanya mengenakan boksernya.
Lalu suasana berubah menjadi dingin. Mereka saling berpandang-pandangan lama sekali. Kaki Bimo menyilang kaki Nana. Tanggannya menggenggam tangan Nana. Tidak ada ereksi. Hanya sedikit birahi. Menyelubung saja tapi tidak bergolak keras-keras.
"Tau ga cara gw mengatasi kangen lo?" Nana setengah berbisik.
"Apa?"
"Ini.. Pergi makan sama temen-temen gw yang perokok dan peminum. Terus pas pulang nyium-nyiumin rambut gw. Ada bau asap rokok sama alkohol nyangkut di situ. Nah, bau itu bikin gw rasanya deket banget sama lo. Kayak gw lagi tidur di samping lo. Kayak sekarang ini nih. "
"Hahaha.."
Mereka lalu berciuman. Pelan-pelan. Lama. Gairah di titik puncak. Nafas yang saling beradu. Nana tahu hanya perlu satu gerakan agresif dan semua hal yang tadinya cuma ada di film biru akan jadi kenyataan. Tapi tiba-tiba Bimo berhenti.
"Gw masih pingin punya malam pertama sama lo."
Nana diam.
"Gw masih pingin punya malam pertama sama lo karena gw pingin jadi suami lo."
Nana agak lambat mencerna arti kalimat Bimo. Gairah yang di puncak harus diturunkan. Kepalanya menjadi agak sakit. Selangkangan yang basah membuat celana dalam lembab dan Nana tidak nyaman. Tapi kalimat yang terdengar barusan terasa janggal. Cukup janggal untuk keluar dari seorang perokok hobi minum yang ngaku ga beragama walau di KTP tulisannya Katolik.