Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sulit

13 April 2010   10:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena ketika kamu di situ dan bercerita tentang awan bintang hujan apapun itu selalu ada percikan kecil yang terasa di dalam hati ini dan kamu tahu itu dan kamu selalu menyudahi dongeng-dongengmu dengan menyentuh lembut di sini di tengkuk lalu menyamping ke bahu terus ke tangan dan menggenggamnya erat seolah kamu ingin bilang jangan pulang pokoknya terus saja duduk di sini saja supaya kamu tidak tidur sendirian.

Karena ketika kamu mulai bermain-main dengan rambutku dan kemudian turun ke leher lalu turun sedikit ke dada dan kemudian naik lagi ke sini ke bibir kamu bisa mendatangkan lagi pelangi awan bintang apapun itu yang kamu sering ceritakan dan aku akan terlena di situ menikmati kecupan dan sentakan kecil yang kemudian menumpuk seperti gunung lalu meletus dan mengeluarkan lahar berwarna putih yang rasanya seperti es krim stroberi dan kamu akan terus mendatangkan pelangi awan bintang apapun itu sampai kita berdua lelah bermain-main dengan imajinasi semu yang kamu bawa entah dari mana itu.

Karena ketika waktu berpisah tiba kamu selalu tersenyum janggal dan berbisik ada cinta di sini di dada sambil menunjuk dadaku dan meletakan telapak tanganku di dadamu lalu kamu pergi dan kamu akan menghilang dari radarku satu minggu satu bulan tidak ada yang tahu karena kamu kembali sesuka hati kadang dalam hitungan jam kadang dalam hitungan tahun dan ketika kembali kamu akan membawa lebih banyak lagi awan bintang pelangi apapun itu dan kamu tahu aku begitu lemah tidak akan bisa menolak.

Dan karena alasan-alasan panjang di atas itu jangan usir aku pergi atau menyuruhku melupakan semua ketika di suatu hari yang banyak awan dan hujan turun rintik rintik kamu kembali yang katamu ini untuk yang terakhir kali sambil menunjuk lingkaran emas di jari manis yang katamu lagi telah memakan habis semua awan bintang pelangi apapun itu yang biasa kamu bawakan untukku sebab pada akhirnya kamu akan melepaskan lingkaran emas itu dan kita akan kembali bermain di sana di awan bintang pelangi apapun itu dan kembali lagi kelelahan jatuh lelap tertidur dan aku ataupun kamu sama-sama tahu betapa ini semua sangat sangat sangat sulit diakhiri.

Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun