Ketika saya masih kecil, jarak antara saya dan teman-teman saya yang Muslim nyaris tidak ada. Bahkan asal saya yg doble minority tidak pernah dipermasalahkan. Jarak itu mulai terasa ketika saya masuk Universitas dan mendapati ada imbauan, larangan atau apapun namanya utk mengucapkan selamat hari raya kepada orang beragama selain Muslim. Reaksi saya ketika itu adalah Marah dan Muak. Bagaimana mungkin mereka yg mengaku ulama bisa mengajarkan hal seperti itu? Tapi seiring waktu saya bisa menerima, juga menerima dgn pahit ketika satu2 teman Muslim menjauh. Terserahlah mereka mau apa, selama saya tidak melakukan kejahatan kepada mereka toh saya tidak bersalah. Bukan salah saya kalau saya lahir sebagai minoritas dan bukan salah saya kalau saya meyakini ajaran agama warisan orang tua saya sampai saat ini. Seperti penganut ajaran agama lain, saya nyaman dan merasa damai menjalankan ajaran agama saya, jadi kenapa hrs saya ganti?.
     Bertahun-tahun keadaan makin memburuk. PILKADA DKI menjadi puncaknya. Seorang Ahok yang dobel minority spt saya menjadi pemicu krn dianggap menista agama. Ketidak adilan terjadi lagi, Ahok dipenjara sementara seorang "ulama" yang jelas-jelas menghina agama Kristen/Katolik dgn memparodikan kelahiran Yesus tetap melanglang buana dgn sembilan kasus yg menjeratnya. Pemerintah dituduh mengkriminalisasikan ulama. Apakah minoritas saja yg harus dihukum seberat2nya krn MENURUT MEREKA menista agama sementara seorang ulama yg juga dikasuskan menghina agama harus selalu BERSIH? .Kalau BERSIH buktikan di pengadilan bukan dgn lari ke negri orang, bukankah itu artinya SEMUA SAMA DIMATA HUKUM? Saya sendiri melihat semua itu hanya utk politik, kekuasaan dan uang dari org2 yg berminat berkuasa APAPUN CARANYA.
      Kefanatikan itu bukan hanya terjadi di tingkat elit politikus tapi juga di antara masyarakat biasa. Ayah teman saya pernah dimintai tolong mencarikan rumah utk teman anaknya. Saat selesai deal harga, pemilik rumah menanyakan kepada ayah teman saya apakah pembeli rumahnya beragama Islam? Kalau tidak Islam dia batalkan penjualannya krn ia ingin memeperjuangkan Islam? Lha apa hubungannya? Apa kami yang tidak memeluk Isalm ini akan menghancurkan Islam di negri dgn mayoritas Islam terbesar? Kemampuan kami lho apa? Wong menghubungkan agama sama politik aja dilarang kok di agama kami. Mau hancurin pakai apa coba?.
      Lihat komentar-komentar pada artikel agama di kompasiana ini deh, pasti berantem dengan kata-kata kasar. Dulu saya terpancing dengan komentar2 atau artikel yg saya anggap menghina agama saya. Untunglah sekasar2 komentar saya saya tidak pernah menghina agama lain karena agama lain itu pasti suci bagi pendukungnya sama seperti agama saya bagi saya, paling saya kritik tingkt KECERDASAN yg nulis. Sekarang saya males nangaapi tulisan2 semacam itu. Karena apa? BUAT APA COBA? Agama saya tidak akan berkurang kebesarannya kalau ada yang menghinanya. Bukankah agama lainpun begitu? Selama agama itu mengajarkan kebaikan agama itu akan tetap besar, entah itu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, atau Konghucu.Jika anda memusuhi penganut agama lain dengan alasan agama anda sendiri, kecintaan anda pada pencipta anda patutu dipertanyakan. Penganut agama lain itu juga ciptaanNya. Agama yg meraka anut membawa mereka lebih dekat dengan Tuhan YME meski tidak dgn CARA YANG SAMA dgn ajaran agama anda. Jadi siapakah ANDA INI BERHAK MENGADILI sesama anda atas nama Tuhan meski mereka JUGA INGIN MENDEKAT kepada Tuhan?. SUKAKAH anda DIPAKSA meyakini ajaran agama lain? SUKAKAH anda dimaki2 dgn berbagai kata yg kasar krn agama yg anda yakini. Renungkan dengan baik, bukankan Tuhan lebih penting? dan manusia ciptaanNYA yg katanya paling MULIA juga penting? Terus apa gunanya anda membenturkan ajaran agama anda?Â
Tidak usah ngomong tinggi-tinggi tentang kecintaan anda pada Tuhan, Negara, Bangsa dll deh. Lihat cara anda memperlakukan sesama anda entah itu seagama atau tidak. Itupun kalau anda masih bisa menggunakan karunia Tuhan yang paling berarti yang bernama NURANI.
      Â
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H