26 November 2024- Â PajakInd mengadakan webinar dengan tema : Â
"Optimalisasi Perencanaan Pajak Bagi UMKM Untuk Meminimalisir Pajak Terutang."
Webinar ini dihadiri oleh Bapak Abdul Ghofur selaku Chief Operating Officer PajakInd dan Anindya Cahyaningsih selaku Accounting dan Tax Specialist PajakInd.
Bapak Abdul Ghofur selaku Pemateri dalam webinar tersebut menyampaikan bahwa UMKM memiliki peranan yang penting dalam perekonomian di Indonesia karena UMKM dapat menjadi roda penggerak perekonomia. Sektor UMKM sendiri sangat beragam, mulai dari bidang kuliner, Â fashion, toko kelontong, kerajinan tangan, usaha laundry, dan otomotif.
Klasifikasi UMKMÂ
Dalam dunia bisnis, pengelompokan usaha dibagi menjadi 3 berdasarkan skala penjualan tahunan terdiri dari :
- Usaha mikro yang penjualan tahunannya mencapai lebih dari 0 hingga maksimal 2 miliar rupiah. Â
- Usaha kecil yang memiliki tingkat penjualan tahunan yang lebih besar, yakni antara lebih dari 2 hingga 15 miliar rupiah.Â
- Usaha mengah dengan penjualan tahunan berkisar antara lebih dari 15 hingga 50 miliar rupiah.
Kebijakan Perpejakan Untuk UMKMÂ
Pemerintah telah memberikan komitmen bagi UMKM yang diatur dalam Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengatur tentang pemberian insentif dan kemudahan bagi pelaku UMKM. Ketentuan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan UMKM sebagai salah satu pilar utama perekonomian nasional. Insentif yang dimaksud meliputi pengurangan atau pembebasan pajak tertentu, penghapusan retribusi daerah, serta dukungan berupa akses pembiayaan, pelatihan, dan bimbingan teknis.
Pemerintah juga mengatur tentang Pajak UMKM, atau Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5%, yang diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Pajak ini berlaku bagi pelaku usaha dengan omzet tahunan di bawah Rp4,8 miliar, dengan tambahan pembebasan pajak hingga Rp500 juta per tahun untuk wajib pajak perorangan.
Pengenaan pajak ini bersifat final, artinya jumlah yang membayar langsung dianggap sebagai kewajiban pajak yang sudah lunas tanpa memerlukan perhitungan tambahan. Pajak final memberikan mekanisme yang sederhana dan transparan, memungkinkan pelaku usaha fokus pada pengembangan bisnis. Besaran pajak yang harus dipenuhi disesuaikan dengan kapasitas usaha, sehingga lebih proporsional dan adil. Dengan perencanaan pajak yang baik, pelaku UMKM dapat memaksimalkan keuntungan dari insentif perpajakan. Selain itu, penyaluran pajak hingga Rp500 juta memberikan keringanan yang signifikan, terutama bagi usaha kecil yang sedang berkembang, sehingga tidak terhenti operasional usahanya.
Strategi Optimalisasi Perencanaan Pajak
strategi optimalisasi untuk meminimalkan pajak terutang bagi UMKM tanpa melanggar aturan perpajakan yang berlaku. Salah satu cara yang efektif yaitu:
- Membuat NPWP baru untuk memisahkan usaha. Strategi ini melibatkan pemberian hibah atau modal kepada anggota keluarga, seperti anak atau orang tua, untuk membuka entitas usaha baru. Dengan demikian, entitas lama bisa dikenakan tarif progresif, sementara entitas baru tetap menikmati tarif PPh Final 0,5% serta pembebasan pajak hingga Rp500 juta per tahun.
- Memahami jenis usaha yang termasuk dalam kualifikasi penerima fasilitas PPh Final UMKM. Beberapa jenis usaha, seperti pekerjaan bebas oleh tenaga ahli atau penghasilan tertentu yang sudah dikenai PPh Final, tidak dapat menggunakan fasilitas ini. Pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan apakah akan menggunakan NPWP pribadi atau badan, tergantung pada kebutuhan usaha dan fasilitas pajak yang ingin dimanfaatkan.
- Pemahaman mendalam mengenai biaya-biaya yang boleh dibiayakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak juga penting. Misalnya, biaya operasional seperti gaji, tunjangan, dan sewa harus dikelola dengan baik dan dilaporkan sesuai aturan agar dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pajak. Jika terdapat biaya yang seharusnya dikenakan PPh namun belum dilakukan, wajib pajak harus segera melakukan koreksi fiskal atau berkonsultasi dengan tim akuntan.
- Pelaku UMKM harus memahami tarif pemotongan pajak dan membuat invoice yang jelas. Invoice yang baik memudahkan pelaporan pajak dan menghindari perselisihan dengan pihak lain. Misalnya, dalam transaksi yang melibatkan jasa dan barang, pelaku usaha perlu memastikan bahwa potongan pajak hanya berlaku pada jasa sesuai aturan yang tercantum dalam PMK 141 Tahun 2015.
- Melampirkan Surat Keterangan (SKET) atau Surat Keterangan Bebas Pajak (SKB) untuk menghindari potongan pajak ganda pada transaksi tertentu. Selain itu, wajib pajak perlu mengumpulkan bukti potong dari klien untuk dikreditkan sebagai pengurang pajak terutang, serta melakukan ekualisasi antara biaya dan penghasilan untuk memastikan konsistensi laporan pajak.
Kesimpulan:
Pajak berperan penting dalam pembangunan negara, termasuk melalui kontribusi UMKM. Pemerintah memberikan insentif seperti tarif PPh Final 0,5% untuk meringankan beban pajak dan mendorong pertumbuhan usaha. Dengan perencanaan pajak yang baik, pelaku UMKM dapat mengoptimalkan manfaat kebijakan ini melalui pembebasan pajak hingga Rp500 juta dan pengelolaan pembukuan yang rapi. Selain mematuhi aturan perpajakan, konsultasi dengan ahli dapat membantu UMKM menghindari sanksi dan memaksimalkan insentif, sehingga bisnis dapat berkembang dan berkontribusi pada perekonomian nasional.