Di Indonesia praktik ini dianggap melanggar Hak Anak seperti yang tercantum dalam pasal 24 juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 1999 Pasal 46 butir C yang menegaskan hak khusus yang ada pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksi, harus dijamin dan dilindungi oleh hukum.Dengan berlandaskan dasar hukum di atas, sebagian pihak berusaha menyudutkan Islam dari sisi ajaran ini.Beberapa negara di belahan dunia telah memberlakukan khifadh dengan praktik yang variatif. Ada yang hanya sebatas menghilangkan ujung klitoris (kelentit). Ada juga yang melakukannya dengan menusuk ujung klitoris dengan menggunakan jarum.Â
Selain itu, ada pula praktik khifadh dengan membuang sebagian klitoris atau keseluruhan. Namun, yang lebih ekstrim lagi adalah sistem mutilasi alat kelamin wanita (female genital mutilation), yaitu dengan memotong bibir kecil (labia minora) dan menjahit bibir besar (labia mayora) dan membuang seluruh klitoris. Praktik khitan seperti inilah yang memicu PBB melalui salah satu lembaganya, yaitu WHO mengeluarkan larangan khitan pada perempuan.Â
WHO memperkirakan bahwa sekitar 140 juta anak perempuan dan wanita di seluruh dunia hidup dengan konsekuensi dari FGM. Hampir selalu dilakukan pada anak di bawah umur dan merupakan pelanggaran terhadap hak anak-anak. Praktek ini juga melanggar hak seseorang atas kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan hak untuk hidup akibat prosedur yang mengakibatkan kematian (WHO, 2018).Khitan kepada perempuan juga memiliki dampak pada organ reproduksi perempuan. Masyarakat meyakini khitan membawa dampak yang positif bagi perempuan yang dikhitan. Mereka menganggap khitan dapat mengurangi nafsu seksualnya.Â
Selain itu, mereka percaya bahwa khitan perempuan akan dapat menjaga syahwatnya dan bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada klitoris dan terhindar dari penyakit.11Pemahaman masyarakat tentang praktik khitan cukup beragam. Masing-masing individu berbeda pendapat. Memang dalam hal ini, terdapat pro dan kontra dalam masalah khitan kepada perempuan. Tetapi, yang terpenting tidak berlebihan dalam pelaksanaannya dan harus sesuai dengan syariat Islam yang baik dan benar.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Praktik sunat perempuan masih dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat Sumbawa dimana pelaksanaannya tidak dikaitkan dengan kesetaraan gender, tetapi didasarkan pada tuntutan kebiasaan atau budaya setempat dan tuntunan agama Islam.Â
Praktik sunat perempuan masih dilakukan oleh tenaga kesehatan, karena adanya tuntutan atau permintaan dari masyarakat. Sunat perempuan dilakukan dengan cara membersihkan, pemotongan ujung klitoris atau menggores bagian labia minora. Tekhnik ini dianggap belum sampai pada tahap melanggar hak asasi manusia.
NAMA: LAURA MEI DEANOVA
NIM: 202210410311050
PRODI: FARMASI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H