Sistem politik Apartheid sangat merugikan orang-orang dengan ras kulit hitam karena hanya orang-orang dari ras kulit putih sajalah yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak istimewa dalam mendapatkan pendidikan, pekerjaan, hingga kekuasaan politik.Â
Kata Apartheid sendiri terdiri dari kata apart yang memiliki arti terpisah dan heid yang artinya adalah sistem. Jadi, Apartheid ini merupakan pemberlakuan sistem pemisahan ras dalam hak dan kewajiban yang disahkan secara resmi oleh undang-undang di Afrika bagian Selatan. Sistem ini diberlakukan dari tahun 1948 hingga tahun 1993.Â
Dalam kurun waktu yang panjang tersebut, warga Afrika Selatan harus terus menerus berhadapan dengan diskriminasi ras dan juga berjuang untuk mendapatkan kesetaraan yang mereka berhak dapatkan.Â
Awal mula kemunculan Apartheid ini berawal dari ketika Belanda (yang dikenal juga sebagai bangsa Boer) menetap lama di Afrika Selatan, hingga akhirnya mereka menguasai Afrika Selatan dan mendirikan Tanjung Harapan pada tahun 1652. Keberadaan bangsa ini terganggu dengan kedatangan Inggris yang ternyata mempunyai tujuan sama. Sehingga, pada tahun 1899 hingga 1902 terjadi Perang Boer yang dimenangkan oleh Inggris dan akhirnya Inggris mendirikan negara khusus dengan ketatanegaraan Inggris atau Union of South Africa.
Suku asli Afrika Selatan (suku Bantu) diperlakukan buruk oleh bangsa Inggris. Bahkan, perdana menteri Daniel Francois Malan sendiri melegalkan rasialisme yang terjadi terhadap ras kulit hitam. Tak hanya itu, ada peraturan-peraturan baru yang dibuat berupa undang-undang larangan untuk nikah campur, sehingga pernikahan antara orang kulit putih dengan orang kulit hitam tidak diperbolehkan.Â
Selain itu terdapat undang-undang registrasi penduduk (Population Registration Act) yang membagi populasi Afrika Selatan menjadi empat golongan, yaitu bangsa Bantu (suku asli Afrika yang merupakan ras kulit hitam), kulit berwarna (coloured), kulit putih (keturunan eropa), dan Asia (Pakistan dan India).Â
Peraturan ketiga adalah undang-undang wilayah kelompok (Group Areas Act), yang mengatur pemisahan tempat tinggal bagi ras kulit putih dan ras kulit hitam. Tentunya aturan-aturan baru yang telah disebutkan sebelumnya ini memiliki dampak yang negatif terhadap masyarakat Afrika Selatan, salah satunya adalah diskriminasi. Timbulnya diskriminasi ini mempengaruhi masyarakat Afrika Selatan dalam berbagai aspek kehidupan seperti sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
Hingga akhirnya pada tahun 1960-an, gerakan-gerakan yang ditujukan untuk menghapus politik apartheid muncul dari tokoh-tokoh nasional Afrika Selatan. Pada tahun 1918, Nelson Mandela menjadi presiden Afrika Selatan, ia memimpin rakyatnya untuk tinggal di dalam rumah tetapi aksi itu dilanggar oleh pemerintah dan Nelson pun akhirnya masuk ke dalam penjara pada tahun 1962 selama 28 tahun dan dibebaskan pada 11 Februari 1990, tepatnya pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk.Â
Hingga untuk pertama kalinya, pemerintahan Afrika Selatanl mengadakan perundingan dengan ANC untuk membuat UU non-rasial di tanggal 2 Mei 1990. Pada 7 Juni 1990, Frederik Willem de Klerk menghapuskan Undang-undang Darurat Negara yang berlaku hampir pada setiap bagian negara Afrika Selatan.
Butuh waktu yang lama bagi Nelson Mandela untuk menghapus politik Apartheid dan memperjuangkan serta menegakkan kekuasaan tanpa adanya rasialisme di Afrika Selatan. Selain melakukan perjuangan di dalam negerinya sendiri yang ditujukan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Afrika Selatan itu sendiri, Nelson Mandela juga melakukan perjuangan di luar negeri.Â
Hal ini dilakukan Nelson Mandela agar mendapatkan pengakuan atas perjuangan yang ia lakukan untuk menghapuskan sistem politik Apartheid di Afrika Selatan. Upaya-upaya yang ditempuh oleh Nelson Mandela tersebut mulai menampakkan hasil yang menggembirakan, ketika pemerintah minoritas kulit putih di bawah pimpinan Frederik Willem de Klerk memberikan angin segar kebebasan bagi warga kulit hitam.