Mohon tunggu...
Laura Kuncoro
Laura Kuncoro Mohon Tunggu... -

Iam a simple, adorable woman (^_^) who act like a lady and think like a man.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengkhianat Perempuan Terbesar Sepanjang Masa

3 Agustus 2010   07:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore menjelang, seorang rekan terburu-buru meninggalkan ruangannya. Sementara BB-nya tergeletak di meja. Teriakan saya yang kebetulan lewat dan mengingatkan tak dihiraukannya, sembari setengah berlari menuju pintu lift dia berteriak "Sengaja ditinggal!" sembari mengedipkan mata sebagai isyarat. Kalau hari masih siang mungkin saya dapat memakluminya karena BB itu tidak bisa berhenti meraung-raung, ping-ping, dari segala penjuru. Namun inikan sudah waktunya pulang. Pertanyaan ini terjawab karena tanpa lagi-lagi disengaja apalagi membuntutinya saya melihatnya di-sudut cafe di lantai bawah bersama seorang perempuan yang pastinya sih bukan istrinya. Iseng saya memasukkan topik temuan sore tadi disela-sela makan bersama teman-teman. Cerita saya disambut senyum tipis Miss Wild, wajah bosan Miss Feminis, dan raungan berapi-api Miss Lebay. "Pasti degh, pria lagi hobi banget sakiti perempuan, apa dia tidak lahir dari seorang perempuan? Betapa malangnya perempuan sepertiku, ia kan? Selalu jadi korban" Sambatnya sungguh dramatik lengkap dengan mimik penuh kesedihan. "Mengapa mau? Bodohnya kau saja itu lah" sahut Miss Feminis yang disambut tatapan -meninggikan alis mata hingga separuh- Miss Lebay dan meledaklah tawa Miss Wild. Ternyata topik sambil lalu ini berbuntut panjang. Sayapun bertanya hal yang sama. Berapa banyak perempuan disana yang merasa jadi korban pria? Sungguhkah demikian? Di forum-forum perempuan yang saya ikuti tema curhat paling happening adalah cerita bagaimana tertindasnya mereka, nelongsonya dikhianati. Tapi semakin membaca, mendengarkan, menjadi tong sampah,  semakin besar pertanyaan dan gundukan rasa ingin tahu di hati ini apa iya kita ini korban pria ya? "Jaman sekarang ibarat iklan perempuan makan perempuan, perempuan itu ganas! Ibarat kucing liat pria itu lapar! Eike hobi selingkuh, merasa puas dapat merebut pria milik orang, eike mrasa menang! Merasa terpilih, tapi prinsip eike satu hanya untuk senang-senang tanpa merengek sampai ke pernikahan. Walau dulu sempat sih, tapi eike belajar dari pengalaman!" sahut Miss Wild. Kabarnya karena jumlah pria lebih sedikit dibanding perempuan, walau secara kasat mata saya melihat banyak pria yang masih menjomblo, tidak laku-laku ibarat kaos yang ditumpuk di masa diskon di mall. Mungkin lebih tepat kalau dikatakan pria idaman, mapan, dan layak untuk dinikahi yang jumlahnya sedikit ya. Pria macam inilah yang dijadikan ajang berburu, oleh sebagian kaumku tanpa memandang bulu. Dengan kejamnya mereka dapat menari ditengah isakan tangis perempuan lainnya. Lupa kalau ibu dan saudari nya juga menyandang nama besar seorang Hawa. Bahkan perempuan dengan "keinginan memilikinya" dapat dengan buasnya menghakimi perempuan lain yang lebih berhak akan prianya. Disisi lain disambut isak tangis yang kalah seperti kucing memperebutkan sekerat daging ditanah, menangis sembari terus bertanya "kenapa?". "Padahal ya, ngakunya perempuan itu bisa emansipasi, bisa mencari nafkah sendiri. Kenapa harus merelakan hatinya tersakiti demi sepotong kata mapan atau cinta atau apalah segudang alasan lainnya? Kalau merasa tersakiti macam yey ini harusnya berani katakan cukup dan jangan mau disakiti lagi. Kalau priamu sudah berpaling, tidak perlu lagi ditanya kenapa, kita sudah tahu kalau dia betul sudah berpaling, dibuangnya kau. Jangan tambah sakit hati dengan terus bertanya kenapa.. kenapa" omel Miss Feminis kepada Miss Lebay. Ternyata pengkhianat terbesar seorang perempuan bukanlah seorang pria yang selama ini kupikir. Pengkhianat terbesar perempuan sepanjang masa adalah perempuan itu sendiri. Rasa ingin menang dan menari di atas penderitaan perempuan lain, itu pengkhianat. Terus menangisi diri sendiri dan pasrah disakiti, itu pengkhianat juga. Mengkhianati diri sendiri, melecehkan kemampuan, kecerdasan dan keuletan yang Tuhan berikan berlebih kepadamu perempuan yang diberi kuasa untuk melahirkan sebuah kehidupan.

Bangkitlah perempuan! Menjadilah pintar, jangan menjadi pengkhianat.

Tulisan ini didekasikan untuk kaum hawa tanpa maksud membela kaum adam (teteup, hahahaha!!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun