Mohon tunggu...
Laura Kuncoro
Laura Kuncoro Mohon Tunggu... -

Iam a simple, adorable woman (^_^) who act like a lady and think like a man.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengedepankan Kemiskinan

9 Desember 2009   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belum lama ini disebuah milis yang saya ikuti sedang heboh perdebatan mengenai kejadian tertabraknya seorang anak kecil oleh busway hingga menyebabkan kaki sang anak harus diamputasi. Perdebatan mulai seru dikala milis terbagi dua kubu karena pertanyaan simpel "siapa yang salah?". Sebagian menyalahkan pengemudi yang tidak hati-hati, sembrono, sradak-sruduk dan sebagian menyalahkan sang korban yang sembarangan menyeberang, meleng, dan melanggar aturan. Kisah debat berlangsung hingga Kubu Pembela Korban (KPK) mulai membawa-bawa rasa "empati" dan menuding Kubu Pembela Pengemudi (KPP) sadistik, dan tidak pro rakyat kecil. Saya menjadi terperangah, ternyata tanpa disadari kita "Mengedepankan Kemiskinan" sebagai alasan atau tameng sebagai pembenaran. Seseorang tertabrak karena menyeberang di jalur yang salah harus dibela mati-matian karena dia dinilai miskin, dan patut dikasihani. Alasan membela bukan karena memang si korban benar lo, tapi karena rasa empati belaka. KPK menilai bahwa sudah sewajarnya pengemudi lebih hati-hati dalam berkendara, kalau ada yang mau menyeberang sudah sepatutnya ditunggu dengan sabar seperti pengemudi di Paris yang katanya sabar menunggu semua pejalan kaki lewat. KPP menimpali bahwa pejalan kaki suka seenaknya menyeberang mendadak, kadang sembari nyengir2 kuda padahal lampu merah sudah berubah menjadi hijau. Saya yakin di Paris sana pejalan kakinya tidak seruduk menyeberang sembarangan seperti Jakarta ya? Dimana saja dan kapan saja. Saya juga kasihan melihat anak sekecil itu harus kehilangan kakinya karena tertabrak, tetapi tidak lantas memaki-maki pengemudi yang menabraknya. kasihan dan kebenaran kan ada bedanya. Ada yang mengkomentari bahwa SD jaman sekarang tidak mendapat pelajaran mengenai sopan di jalan raya. Jaman saya dulu masih ada yang namanya polisi cilik untuk belajar mengatur lalu lintas di sekolah tentunya. Toh pelajaran ini masih bisa didapat dari keluarga kan? Akhirnya saya tahu Karena rasa "empati" yang tidak pada tempatnya inilah apapun kesalahannya, pengemudi yang menabrak orang atau mungkin motor selalu ditempatkan di pihak yang salah. Saya juga jadi tahu kalau mobil saya diseruduk lantas malah sang penyeruduk yang jadi galak itu karena rasa empati ini ya. "Kan situ yang nabrak?!" kata pembelaannya demikian. Mau orang itu menyeberang di jalur jelas-jelas khusus busway atau di jalan tol lantas tertabrak berarti yang salah ya pengemudinya. Tapi bagaimana dengan kejadian yang teman saya alami ya? Dia memarkir mobilnya sembari menunggu tiba2 dari arah depan ada anak kecil yang berlari bermain kejar-kejaran dengan temannya tidak fokus melihat arah depan malah melihat arah belakang. Lantas si anak menabrak mobil teman yang sedang parkir dengan gaya akrobat berguling di kap mobil teman hingga penyok dan kabarnya kalau hujan ada genangan kecil di-kap mobilnya ^^. Yang terjadi adalah ibu si-anak langsung berlari sembari berteriak panik, memanggil orang sekampung dan mulai memaki-maki teman saya yang masih bengong. Si ibu ini tidak perduli kalau dijelaskan mobil dalam keadaan parkir dan anaknya yang tidak sengaja menubruk, dan si ibu lagi-lagi mengedepankan kemiskinannya dengan berteriak sembari menangis di pinggir jalan sembari menuntut uang pengobatan karena sang anak lututnya lecet berdarah. Padahal teman saya ini pun bukan dari golongan yang mampu-mampu amat. Pembahasan di milis masih berlangsung, sudah mulai debat kusir dan plintir-memplintir fakta. Apa yang dibahas malah jadi bias antara KPK dan KPP. Saya tinggalkan perdebatan dan ternyata urusan plintir-memplintir bukan terjadi di cucian sprei ibu saya saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun